PANAH adalah senjata keahlian Aisha. Sampai gadis itu tau kalau Mangé tidak menyediakan archery sebagai senjata mereka.
"Aku akan mati duluan." Aisha menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ucapan gadis itu menarik perhatian Jeongin.
Jeongin menoleh malas. "Memang tidak ada panah tapi, kau bisa membuatnya sendiri."
"Kalau diperbolehkan —"
"Tidak ada peraturan yang melarang itu."
"AYAHKU pergi ke kota hari ini."
"Mereka membuka akses kereta?"
Eunbin mengangguk menjawab pertanyaan Sunwoo. Ayah Eunbin juga bekerja sebagai buruh bangunan seperti kebanyakkan penduduk di Distrik 8.
Sunwoo menguap, merasa ngantuk luar biasa setelah memilih pakaian. "Ayahku dapat jatah di dalam distrik. Aku tau dia lebih suka kerja di luar." Eunbin tertawa kecil saat mendengar ucapan Sunwoo.
Akses kereta hanya dibuka dan ditujukan untuk pekerja buruh bangunan, selain itu mereka tidak diizinkan untuk keluar dari distrik.
Sebenarnya, hampir semua distrik tidak mengizinkan penduduknya untuk pergi ke distrik lain —Distrik 8 beruntung karena mayoritas penduduknya adalah buruh bangunan yang banyak dibutuhkan oleh distrik luar.
"Distrik mana yang paling kau antisipasi?"
Sunwoo nampak berpikir sebentar saat mendengar pertanyaan Eunbin. "Distrik 10 —tapi, Distrik 4 selalu terbayang di otakku."
Eunbin tertawa sambil mengangguk setuju. "Distrik 4 sudah kaya sejak dulu, saat laga pun mereka yang paling banyak dapat sponsor."
"Tapi, Distrik 10 pernah mengalahkan mereka."
"AKU yang angkat pialanya, kau yang lempar." Seoyeon menjentikkan jarinya, nampak Soobin mengangguk setuju dengan ide Seoyeon.
Keduanya berasal dari Distrik 10, distrik yang paling miskin.
Walau disebut paling miskin, sebenarnya distrik mereka juga sering mendapatkan juara. Hanya saja mata pemerintah selalu tertutup sebelah jika berhubungan dengan distrik ini.
"Kau harus berlatih sungguh - sungguh dengan keterampilanmu, Soobin."
Soobin mengindikkan bahunya. "Malas ah."
"Dasar bodoh!" Soobin sukses tertawa saat melihat Seoyeon memandangnya kesal.
Pria itu membunyikan otot lehernya yang terasa kaku dan pegal. "Aku tidak yakin bisa dapat bahan - bahan itu di hutan atau tidak. Sementara aku tidak mau pergi ke 'Ladang Pertama' hanya distrik tertentu yang pergi kesana."
Seoyeon memasang wajah maklum. "Mungkin maksudmu itu Distrik 1."
"Sebenarnya maksudku Distrik 7."
DARI semua distrik, hanya Distrik 7 yang sudah memulai menyusun taktik. "Tidak ada yang tau peta apa yang tersusun pada tahun ini tapi —"
Renjun menyusuri meja kayu dengan ujung pisau yang dia pegang. " —aku yakin semua orang menghindari 'Ladang Pertama' karena mereka tidak mau mati konyol di awal pertandingan."
"Tapi, semua alat ada disana."
"Tepat sekali. Setiap tahunnya hanya distrik kita dan Distrik 1 yang berlomba untuk mengambil senjata di tempat jahanam ini. Yah, terkadang Distrik 4 ikut ambil bagian —"
Renjun meletakkan pisaunya di atas meja. " —memang ada senjata lain yang menyebar bebas. Tapi, senjata yang ada di 'Ladang Pertama' punya sesuatu yang magis."
"Sesuatu yang tidak akan kubiarkan diambil oleh distrik lain."
"SIAL, padahal tetangga. Tapi, kenapa distrik kita tidak sekaya Distrik 4?"
Shuhua berusaha menutup telinganya dengan bantal yang ada disana. Dari awal keduanya masuk ke dalam rumah pengasingan, Haechan sudah ribut minta ampun.
"Apa pula sponsor —"
"DIAM, HAECHAN."
Haechan melotot lalu menggeleng. "Tidak bisa. Aku punya banyak beban pikiran saat ini. Kalau tidak aku keluarkan, aku bisa meledak. Kau tau meledak?"
Shuhua berdecih lalu kembali memalingkan pandangannya, malas bertatapan dengan Haechan yang menurutnya menyebalkan kuadrat.
"Pasti mereka sedang minum kaviar, makan emas batangan —"
"KAU INI BODOH YA? MANA ADA MANUSIA YANG MAKAN EMAS BATANGAN?"
"YAH, SIAPA TAU ITU COKELAT YANG DILAPISI EMAS, 'KAN?"
"Berhenti berkhayal, Haechan. Kau bisa mati di menit pertama jika terlalu banyak berkhayal."
Haechan baru mau protes saat dilihatnya Shuhua sudah kembali memalingkan wajah sambil menutup telinga menggunakan bantal. Mencoba untuk tidur.
SOMI sedang memilih gaun manakah yang akan ia kenakan untuk pergi ke Distrik 9 nanti. Sementara itu, Jaemin ada di luar rumah pengasingan —Jaemin bisa keluar rumah dengan izin para sesepuh setelah bernegosiasi selama 10 menit.
Jaemin menyisir rambutnya menggunakan tangan, rumah pengasingannya berada tak jauh dari rumah keluarganya. Kalau para sesepuh tidak sedang memelototi Jaemin dari dalam rumah pengasingan, pasti pria itu sudah berlari menghampiri keluarganya.
Takut, jelas.
"Padahal ini tahun terakhir ku tapi, aku malah kena." Distrik 6 memakai sistem undian untuk menentukan siapa yang akan maju mewakili distrik mereka dalam laga Mangé.
Yang diajukan adalah remaja dalam usia 13 - 18 tahun. Pada tahun ini, Jaemin genap berusia 18 tahun, yang mana tahun ini adalah tahun terakhir namanya berputar dalam tabung undian.
Sialnya nama Jaemin malah muncul pada undian tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
District 9
FanfictionFrom District 9 towards the city. Starting with : 2000 / 2001 k-pop idol's Inspired by : Hunger Games Trilogy