Cafe bernuansa Eropa yang baru buka itu tidak sepenuh yang Maron pikir. Ia rupanya datang paling awal. Teman-teman nya belum terlihat bahkan yang biasanya paling cepat datang pun belum hadir.Malam hari yang tenang, bisa dibilang terlalu tenang bahkan, mengingat hari-hari kemarin hujan terus menerus.
Seorang pelayan yang tadi duduk segera bangun dan berjalan ke arahnya. Maron menoleh ke pelayan tadi dan mengangkat tangan.
"Ehm bisa pesan meja, untuk delapan ora.."Maron tidak menyelesaikan kata2 nya. Dilihat nya seorang lelaki yang berpakaian hoodie abu2 dan berkaca mata berjalan dari pintu depan cafe ke arahnya.
"Hei Maron, sudah lama kah..?" Tanya orang itu riang.
"Ah, Rico! Aku sudah menunggu mu, selamat ya atas keberhasilan mu, kita semua bangga dengan mu."
"Ini, bagian mu.." kata Rico buru2 seraya melihatkan layar hp nya.
Maron memperhatikan seksama, dan merasa kaget. "Kau gila? Aku tidak bisa menerima uang sebanyak ini, Rico. Ini semua karena hasil jerih payah mu, aku tidak membantu apapun."Rico menaruh hp nya kembali ke kantong celananya. "Aku sudah mentransfer yang lain juga. Dengar, kalau kau tidak mau terima uang itu, biarlah. Donasi kan atau beri ke orang yang memerlukan, tapi itu memang sudah menjadi bagian mu."
Maron tetap diam, dia memikirkan kata2 apa yang harus di ucapkan.
"Lagipula kau keterima di kedokteran kan? Kau akan membutuhkan itu." kata Rico sambil tersenyum sebelum sahabat karib nya itu sempat berkomentar."Ah ya terimakasih, kau juga telah diterima di tempat yang tidak kalah hebat nya, malah lebih baik dari tempat ku." Jawab Maron senang.
Sejenak Maron memperhatikan Rico. Ia memang tersenyum, namun dari ekspresinya sepertinya ada yang salah..
Rico memang nampak riang seperti biasanya, tetapi ada yang lain dan ia tidak berusaha menyembunyikan itu. Antara itu atau dia tidak pintar menyembunyikan nya.
"Kau tampak agak lesu, sobat. Ayolah kau kesan nya seperti kau datang dan mau langsung pergi saja" Gurau Maron seraya menepuk pundak teman nya.
"Aku memang mau langsung pergi" Jawab Rico, nadanya masih berusaha tampak riang.Maron menggaruk kepala nya. "Lelucon konyol apa inii, ayolah kita kesini untuk ngobrol dengan mu kan, sebentar lagi teman2 pasti datang." Kebingungan Maron mulai muncul, ia jelas tidak suka ke mana perbincangan ini mengarah.
Rico menggeleng kecil sembari meringis. Lalu membalikkan badan dan berjalan pelan ke arah pintu lalu berbalik setelah dua langkah jauh nya dari pintu yang sepenuh nya terbuat dari kaca itu.
"Aurora.. dia.. " Kata Rico sedikit demi sedikit, nada nya masih kedengaran riang meskipun jauh berkurang. "..Dia menolak ku."
Maron kaget lalu memandang ke arah sepatu kets hitam yang selalu dikenakannya, turut prihatin. "Aku benar-benar minta maaf, sobat."
"Aku berencana mau mengajaknya kemari untuk merayakan bersama, tapi.." Ia tidak melanjutkan kalimatnya.
"Kalau begitu dia perempuan yang bodoh karena melewatkan kesempatan bersama mu." Tukas Maron.
Rico langsung berkata tajam, "Jangan seperti itu, itu hak nya jika dia mau menerima atau tidak. Dan aku harus menghormati pilihannya."Hening. Beberapa pelanggan masuk dan melewati mereka berdua sambil berdiskusi tempat mana yang enak nya mereka tempati di cafe itu. Salah satu dari mereka menunjuk-nunjuk ke arah dekat dinding yang di pasangi oleh lukisan Van Gogh
"Walau jujur, harus aku katakan, aku mendapatkan keberhasilan ini juga berkatnya. Berkat Aurora. Dia yang telah menyemangati ku, aku ingin membahagiakannya, dan aku berniat untuk membagi hasil untuk nya juga, Maron. Sayang sekali dia berkata lain."
"Penolakan itu hal yang normal lagipula ingat umurmu juga, Rico. Kan kita baru saja..."
"Oh tentu, tentu, semua orang juga bilang begitu. Tidak apa-apa. Tidak perlu mengkhawatirkan ku, kita punya masalah hidup masing-masing."
Rico menatap lukisan-lukisan Van Gogh tersebut, memang karya luar biasa, pikirnya.
"Kau hanya akan menambah beban pikiran kalo ikut memikirkan masalah ku, itu tidak perlu." Ia kembali memandang teman nya."Ehm be.. betul.. ya, tepat, kau benar." Maron bicara lambat-lambat, seraya mengecek ke arah parkiran lewat pintu cafe, apakah teman-teman yang lain sudah mulai datang. Rupanya belum.
"Lalu kau mau ke mana setelah ini, kawan? Kau jelas tak akan pulang kan?" kata Maron hati-hati.
"Oh tentu tidak, aku tidak pulang, toh juga masih jam segini. Sudah dulu ya, sampaikan salam ku ke teman2 yang lain" kata Rico seraya berjalan menuju pintu kafe dan melambaikan tangan, masih tersenyum.
"Oh! lho, hei Rico, tunggu kita bisa berbicara dan menghib.. "
Klek! Pintu cafe tertutup dengan pelan.Maron melihat punggung teman dekat nya itu dari jauh.
Dan dengan begitu saja, teman dekat nya sudah lenyap.
Tunggu kelanjutan cerita nya ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
Kasus Menarik Rico
Teen FictionCerita tentang pemuda bernama Rico, dan permasalahan serta bagaimana caranya menyelesaikan dan bangkit dari dirinya yang lama.