03

114 19 7
                                    

Atas semua dukungan yang kalian berikan, terima kasih bangett!! Selamat membaca dan semoga kalian suka, ily<3

Tak disangka, lelaki dengan gerombolannya mengarahkan pandangan padangan pada Elina yang tengah berbincang dengan cowok asing. Tangannya terkepal kuat, hingga otot yang ada di tangannya dapat terlihat. Dia tidak suka dengan pemandangan ini.

Leo melangkahkan kakinya menuju kedua insan tersebut, dengan nafas membara tangannya memukul keras wajah Rion. "Anjing!"

Seketika suasana kantin menjadi panas. Siswa-siswa yang semula ingin mengisi perut tiba-tiba berkerumun berniat melihat pertengkaran tersebut, tak sedikit dari mereka yang menyoraki pertikaian tersebut.

Elina menutup mulutnya kaget. "Leo, stop it!" Dengan tenaga yang dia miliki, dia berusaha menghentikan pertengkaran ini.

Rion ternyata juga memiliki watak yang sama dengan Leo, dia tidak mau kalah. Keduanya saling beradu otot, saling terkepal untuk melayamgkan tinjuan.

"Bangsat lo tai!" Rion menendang perut Leo. Mereka sudah sama-sama terluka. Kedua sutut bibir mereka sama-sama mengeluarkan darah.

Elina berusaha menarik lengan kekar Leo walaupun dia tau usahanya tidak sekuat itu. "Dengerin aku dulu!"

Ucapan Elina diacuhkan. Hingga ada salah satu pilihan, masuk diantara keduanya.

Belum sempat berhenti memukul, Rion tak sengaja melayangkan tinjuan keras pada pipi Elina hingga membuat gadis itu terjatuh memegangi pipinya yang sakit akibat pukulan Rion. Tidak masalah, dia cukup sering mendapatkan pukulan dari orang-orang di sekitar.

Rion refleks berjongkok ingin melihat luka yang dia timbulkan. Leo yang tidak suka hal tersebut langsung menendang keras bahu Rion hingga lelaki tersebut terjatuh.

"She's mine! Jangan sentuh apa yang jadi milik gue!" Leo menunjuk Elina yang seluruh wajahnya tertutupi rambut.

Leo menarik kasar Elina agar berdiri dan membawanya ke koridor taman belakang yang sepi. Cengkeraman itu sangat kuat, Elina dapat merasakan sakit tersebut. Wajah Leo juga benar-benar mengerikan.

"Aw, sakit Le!" rintih Elina kesakitan.

Leo menghempas kasar tangan Elina, "Selingkuh lo?!" tuduhnya. Bukan hanya sekali Leo menuduhnya. Leo bahkan selalu membatasi interaksinya dengan lawan jenis.

Wajah Elina memerah menahan amarah, "Bisa nggak, nggak usah nuduh-nuduh orang?"

"Terus tadi apa bangsat!" tangan Leo terkepal kuat.

"Aku nggak kenal dia siapa."

"Bullshits! Ngaku lo anjing!"

Elina memejamkan matanya sejenak, "Terusin! Terusin ngomong kasarnya. Terusin ngatain aku. TERUSIN! Absenin semua nama hewan itu!"

Tangan Leo semula terangkat hendak menampar keras Elina namun dia urungkan, "Mau lo apa?!"

"Kenapa nggak jadi mukul?! Pukul! Tampar yang kenceng! Biasanya juga gitu kan?!" air matanya menetes.

Leo memukul keras tembok di belakang Elina. "Lo main cowok di belakang gue?"

"Seribu kali aku bilang aku nggak kenal dia kamu bakalan percaya sama aku? Nggak kan?" Leo terdiam, entah mengapa hari ini aura Elina terlihat berbeda.

ELINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang