1

785 71 106
                                    

Fuuhh...

Hangat,

Fyuuuuhh...

Terasa sedikit geli ketika hembusan kecil kembali menyentuh wajahnya.

Dengan kaki telanjangnya, sengaja sandalnya ia lepas, ditinggalkan di dekat sisi pondok bambu, ia berlari sambil menarik tangan seseorang di genggamannya, pura-pura tuli ketika gadisnya mulai berteriak histeris minta dilepaskan, tak peduli fakta bahwa gadisnya sangat takut dengan laut.

Sampai gadisnya mulai berjongkok, menolak untuk pergi lebih jauh lagi, ia berinisiatif mengangkatnya seperti karung beras, berniat menceburkannya ke laut.

Tapi kemudian...

Hiks hiks

Ia bisa mendengar isakan kecil gadisnya, dengan itu ia langsung menurunkannya, hanya untuk melihat gadisnya sedang menundukkan kepala, menyembunyikan wajahnya yang sudah dibanjiri air mata.

Lagii..

Dan lagii..

Ia membuat gadisnya menangis lagi.

Sial!

Kenapa selalu seperti ini?

Dia meraih satu tangannya, dan menggenggamnya.

Meraih dagunya agar mendongak menatapnya, tapi ia hanya menemukan gadisnya memejamkan matanya, enggan bersitatap dengannya, hidung memerah dengan beberapa jejak air mata di pipinya, masih sesekali mengalirkan air mata.

Melihatnya...

Membuat hatinya bergemuruh,

Sakit,

Sakit melihatnya seperti ini,

Dengan lembut, ibu jarinya bergerak mengusap pipinya, menghapus jejak air mata yang tersisa.

Maafin aku...

Dia mengecup puncak kepalanya dengan tulus meminta maaf, turun, dan mencium matanya yang masih setia terpejam satu persatu.

Jangan nangis lagi...

Gadisnya mulai membuka mata, meski mata coklatnya yang indah masih berkaca-kaca, ia bisa melihat ada bayangan dirinya di dalam sana, tengelam jauh dalam pesonanya. Bulu matanya yang lentik berkibar oleh angin, sisa embun air matanya berkilau oleh jingga mentari.

Mereka kini berjalan santai menyisiri bibir pantai, menikmati senja dengan semilir angin laut, saling bergandengan tangan.

Matahari mulai tenggelam oleh garis cakrawala merubah biru laut menjadi jingga berkilauan. Burung-burung pantai terbang kembali ke sarangnya.

Siluet indah tercipta oleh keduanya, saat...

Mereka berciuman.

Di sisi lain, ada sahabat-sahabatnya yang masih asik bermain air, sesekali akan memanggil dirinya untuk bergabung, lebih tepatnya ingin mengganggu mereka.

Deburan ombak yang memecah batu karang, serta hembusan angin yang mengusik daun kelapa menjadi musik bagi Renjun untuk semakin terlelap. Bersandar pada kursi santai yang tersedia di sana.

Fuuuhh...

Renjun semakin menyamankan posisinya ketika angin itu kembali menyapa kelopak matanya.

Cup

Dahinya mengernyit, sesuatu yang kenyal dan basah menyentuh pipinya. Tapi ia masih enggan untuk membuka matanya.

Cup

Di dahinya.

"Kamu salah tempat, baby"ia bergumam dengan suara serak, ada sedikit senyum di wajahnya.

Nᴏ Oɴᴇ Kɴᴏᴡs Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang