dua

17.4K 1.8K 353
                                    

Hema berlari menuruni tangga saat melihat sosok Albert yang berdiri diam di dekat mobil hitam mengkilap bagai sosok manekin di lapangan parkir pesawat super luas tersebut, milik pribadi keluarga Alfa.
Lebih tepatnya lapangan ini masih satu kesatuan dengan rumah atau properti keluarga Alfa, istilahnya saat ini Hema sudah berada di pekarangan rumahnya sendiri.

"Hema.. Hati-hati!"
Teguran Raha tidak dihiraukannya.

Bahkan saat Hema memeluknya, Albert tetap tidak menunjukan reaksi, masih seperti patung hidup tapi tentu saja sinar hangat yang tidak dibisa disembunyikan masih bisa Hema lihat dari matanya yang berwarna abu-abu pucat.

"Nyonya Hema. Bagaimana kabar anda?"

Hema tersenyum mendengar sapaan penuh sopan santun tersebut.
"Aku baik-baik saja Albert, tapi sangat merindukanmu dan rumah tentunya"
Desah sambil melepaskan pelukan.

Albert mengangguk.
"Sepuluh menit lagi anda akan sampai di rumah. Saya sudah memerintahkan menyiapkan makanan favorit anda, dan setelahnya anda bisa istirahat sepuasnya"

"Kau memang paling mengerti diriku"
Puji Hema penuh kasih sayang saat Hali menariknya dalam pelukan saat para Alfa sudah berada di dekatnya.

Albert mengangguk hormat pada para Alfa, bergerak akan membukakan pintu tapi didului Lian yang memberi kesempatan pertama pada Hema untuk masuk ke dalam Limo tersebut, disusul Hali dan Raha terakhir baru dirinya.
"Ayo kita pulang Albert"
Ucap mereka semua pada pria yang menutupkan pintu lalu menyopiri mereka.
Nanti akan ada yang mengantarkan barang-barang mereka yang segunung, mobil ini hanya diisi para Alfa bukan barang yang menurut mereka tidak ada nilainya itu.

Dengan waktu sepuluh menit takkan cukup bagi para Alfa untuk mulai menyentuhnya, pikir Hema yang benar-benar merasa lelah dan ingin tidur saja.
Hema mulai memejamkan mata saat ketiga suaminya mulai membicarakan pekerjaan mereka masing-masing, hal yang tidak bisa Hema mengerti.
Meski di saat yang bersmaan tangan para Alfa tidak berhenti menyentuh atau menggerayangi tubuh Hema yang ditarik naik ke pangkuan Hali tapi karena sudah biasa, Hema tetap bisa tidur.

Saat mobil berhenti, Hema membuka matanya, merasakan tatapan membara para Alfa yang tertuju padanya.
"Kita sudah sampai" parau Hema memperhatikan keluar jendela dengan nanar.

Hali merapikan kembali pakaian Hema yang berantakan baik diatas dan di bawah sedangkan Lian merapikan rambut Hema.
Tapi yang menjawab pertanyaan Hema adalah Raha, pembagian tugas yang hebat.
"Ya kita sudah di rumah"

Meski sudah turun dari mobil, Albert hanya berdiri di dekat pintu penumpang, lama mengabdi pada para Alfa membuatnya paham betul bagaiamana kebiasaan dan tabiat para Alfa saat ada Hema di dekat mereka hingga dia tidak pernah membuat Hema malu atau membuat keadaan jadi canggung.
Ketika Raha membuka pintu saat itulah Albert menahannya, mempermudah para Alfa dan Hema keluar dari mobil tanpa gangguan.

Para pelayan, tukang kebun atau siapapun yang bekerja di rumah ini sudah berbaris di depan pintu utama dengan kepala menunduk menyambut tuan mereka berserta isteri.
Hanya kurang Harum, bisik batin Hema yang sulit sekali melupakan wanita setengah baya tersebut.

"Apa kalian semuanya baik-baik saja?" tanya Hema ramah menyentuh lengan orang yang paling depan.
Semuanya mengangguk dan bicara serentak.
"Iya nyonya. Kami semua baik-baik saja"

Hema tersenyum.
"Syukurlah" desahnya.
"Aku benar-benar merindukan kalian semua"

Jumlah mereka sedikit lebih banyak dari pada jumlah murid di kelas Hema sebelum ini dan Hema tidak pernah kesulitan mengingat nama dan biodata mereka semua dari mula dia menjadi istri para Alfa sedangkan untuk teman sekelasnya dulu saja Hema butuh waktu berbulan-bulan untuk mengingat nama mereka semua yang sampai tamatpun tidak ada satupun dari mereka yang pernah atau bisa menjadi sahabatnya.
Dan itu sama sekali tidak membuat Hema sedih lagi.
Dia sudah biasa dan sudah tidak peduli!

Biasanya setelah perjalanan jauh, Hema pasti akan langsung ke kamar dulu untuk membersihkan tubuhnya tapi kali ini tanpa ragu dia melangkah ke ruang makan, berseru gembira melihat hidangan yang terbentang.
Para Alfa yang mengikuti di belakang nya berkerut kening.

"Setelah melihat reaksimu ini kami jadi berpikir kalau kau tidak pernah menikmati makanan yang kita makan selama sebulan ini"
Sindir Lian yang menarik kursi untuk Hema duduki.
Tidak ada satupun pelayan yang ikut ke sini.
Kalau tidak di suruh, mereka memang tidak boleh mendekat saat para Alfa sedang bersama Hema, di manapun itu!

Hema tertawa.
"Tidak, itu tidak benar. Tentu saja aku menikmatinya tapi tentu saja kalian tahu kalau yang berada di luar sana tidak bisa mengalahkan semua yang ada di sini"

Raha duduk di ujung, ditempat kepala keluarga duduk, tempatnya.
"Kalau begitu ayo nikmati sepuasmu. Kita lihat berapa banyak kau bisa menikmati semua ini"
Tantangnya.

Hema membuat mereka semua kaget dan kalau saja saat itu mereka bertaruh dia pasti sudah menguras habis isi  dompet para Alfa.
Hema sendiri kaget karena dia bisa terus makan. Dia tidak merasa begah atau kekenyangan.
Mulut dan tangannya tidak berhenti menyuap dan mengunyah.

"Hema. Kau bisa kesulitan bernapas dan muntah jika meneruskannya"
Tegur para Alfa mulai cemas.

"Tidak. Aku baik-baik saja. Aku akan berhenti saat merasa cukup" sanggah Hema dengan mulut penuh.

Bahkan saat ketiga suaminya sudah berhenti makan dan kini hanya memperhatikan dirinya, Hema masih terus menikmati makanan ini.
"Kalau beratku naik sekitar dua puluh sampai tiga puluh kilo, apa kalian masih berselera menyentuhku?"
Godanya mengamati mereka satu persatu.

Dengan santainya para Alfa mengangkat bahu tidak peduli.
"Bahkan jika kau sebesar gajah, hasrat kami padamu tetap takkan luntur"
Raha menjawab, mewakili kedua saudaranya.

Hema tersenyum, kutukan yang menimpa mereka membuatnya seperti ratu lebah.
Mempengaruhi atau menguasainya semakin dalam dan kuat dari hari ke hari hingga terkadang Hema merasa kalau jiwanya bukan lagi miliknya.
"Aku takkan bisa segemuk itu. Olah raga ranjang yang kita lakukan setiap saat membuatku tetap sehat dan tak bisa lebih gemuk lagi"
Desah Hema pura-pura menyesal.

Sedetik kemudian saat melihat kilatan hasrat membara di mata para Alfa, Hema sadar kalau dia sudah memilih kata-kata yang salah.
Jangan pernah menyebut kata ranjang, tempat tidur, kasur atau sejenisnya di depan para Alfa.
Apalagi kata-kata yang berhubungan dengan seks dan sejenisnya, TITIK!

anehnya di saat yang bersamaan Hema tidak lagi merasa lapar atau ingin mencicipi makanan lagi.
Dia lapar akan para Alfa dan ingin segera mencicipi mereka semua.
Dengan pasrah Hema meletakan sendok dan menatap para Alfa dengan matanya yang berkabut oleh gairah.

Tahu apa yang terjadi Raha, Hali dan Lian langsung berdiri serempak diiringi suara keras kaki kursi yang bergeser.

Raha yang paling cepat menarik Hema berdiri, masuk ke dalam pelukannya yang kuat, melumat bibir Hema sampai kaki istrinya tersebut lemas tak berdaya.
Tidak tahu apa yang terjadi atau bagaimana bisa, tiba-tiba saja Hema sudah dibaringkan diatas Meja makan.
Meski matanya sempat melirik pada piring yang berserakan di lantai tapi otak Hema tak mampu memcernanya.

Pikiran dan tubuh Hema hanya bisa fokus pada belaian lidah serta bibir Raha di area kewanitaannya.
Pada ciuman Hali yang membuatnya tidak bisa bernapas.
Pada payudaranya yang kini menjadi mainan Lian!

Apapun yang terjadi di dunia ini takkan bisa membuat Hema berpaling jika disaat yang bersamaan para Alfa sudah mulai menyentuhnya.
Satu-satunya yang bisa mempengaruhi Hema hanyalah para suaminya tersebut.

Hema Alfa tercipta ke dunia ini hanya untuk menjadi milik para Alfa. Jiwa raga, lahir batin, fisik dan mental!

*******************************
VOTE 2000
KOMEN 300
BARU DILAJUT CHAP 3!

(07062020) PYK.



(Repost) MEREKA SUAMIKU # 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang