A

910 113 16
                                    

Masih di tempat yang sama.

Viny mengaduk cappucinonya yang dipesan oleh Shani. Dia merasa sedikit lebih fresh setelah meminumnya. Shani yang menyebalkan sejak tadi masih dengan ocehan-ocehannya yang membuat hati Viny panas.

Kalau bisa dilihat, mungkin kepala Viny akan mengeluarkan asap. Bahkan hatinya.

Mengingat apa yang dia dengar saat pertengkaran kecil di Villa, membuat Viny berpikir.

Benarkah Shani menyayanginya?

Tapi itu sudah jelas dua tahun lalu. Mungkin saja dalam waktu dua tahun tanpa Viny membuat perasaannya beralih pada yang lain.

Mungkin.

Jangankan dalam waktu dua tahun, sekalipun bertemu seseorang yang bisa membuat nyaman ya, sudah jelas mudah untuk beralih.

Apalagi, posisinya status keduanya hanya teman. Yang pacaran aja bisa noleh ke yang lain.

"Aku tau orangnya ga?" Viny bertanya.

Shani mengetuk-ngetuk jari-jarinya. "Gue ga tau kalau lo kenal dia atau ngga. Satu jurusan sama lo."

"Kamu kenalnya sejak kapan?"

"Satu tahun lalu."

Viny menghembuskan napas pelan.

"Bahkan aku bertahun-tahun.."

"Sama Gracia?" Shani yang sadar dengan ucapan Viny kembali membuka suaranya.

Viny diam. Dia tahu jika meladeni Shani lebih jauh, tidak akan ada selesainya.

Setelah melakukan refleksi diri sementara, mereka berdua keluar dari cafe. Di sana dia melihat Gracia seorang diri. Pakaian yang digunakannya juga tidak masuk ke dalam kategori 'rapih'. Mungkin seperti biasa saja.

Viny yang melihatnya berjalan mendekati Gracia.

"Gre?"

"Makasih ya lo udah mau dateng." Shani berjalan menyusul. Dia tersenyum lebar saat tatap matanya bertemu dengan Gracia. Yang Shani tahu, Gracia juga memendam perasaannya pada Viny. Dan hanya diselimuti oleh 'pertemanan'.

"Gue mau jemput orang dulu nih. Makasih udah mau dateng nganterin Viny pulang. Gue duluan ya."

"Aku pulang sama Gracia? Ga bertanggungjawab banget jadi manusia." kesal Viny.

"Gue ga ngapa-ngapain lo. Apa yang harus dipertanggungjawab-in?" Shani mengangkat sebelah alisnya. "Lagian, lo juga udah lama ga ketemu temen-temen lo, kan? Kurang baik apa gu—"

"Ayo kita pulang."

Viny menarik tangan Gracia kemudian masuk ke mobil yang terparkir tidak jauh dari sana.

Merasa sudah cukup dengan apa yang Shani lakukan padanya. Viny tidak ingin bertemu dengan gadis itu lagi. Dia benar-benar akan mengutuk Shani jika bertemu dengan gadis itu.

Tidak ingin dipermainkan. Bahkan emosinya masih terlihat. Viny bahkan tidak mengajak Gracia bicara. Mendiamkan temannya yang tidak berani membuka suara.

Gracia seperti yang menjadi korban di sini. Dia tidak tahu-menahu tentang apa yang terjadi sebelumnya sampai membuat Viny diam membisu seperti saat ini. Biasanya Viny akan menjadi bawel saat bersamanya. Bercerita mengenai apa yang dia rasakan.

Sakit sih, dengerin cerita dari orang yang kita suka. Apalagi tentang perasaan dia sendiri.

"Gre."

"Ya?" Gracia melirik Viny sekilas.

"Kamu mau jadi pacar aku?"

¢¢¢

Notification [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang