Part 3: Sebuah Kesalahan...

16 1 0
                                    

Part 3: Sebuah Kesalahan...

Hari itu, tanggal 13 Maret 2013. Aku hanya seorang anak kecil kelas 3 SD lugu yang hanya peduli dengan Ultraman. Aku sudah sendirian dan tak punya teman sejak kecil. Tapi, hari itu adalah hari yang berbeda dari biasanya. Kelas hari itu lebih berisik dari biasanya, karena ada yang bilang bahwa akan ada murid baru yang akan masuk ke kelasku. "Udah, diam! Jangan ada yang berisik!" kata Bu Felis, Wali Kelas kami yang sedang menenangkan murid-murid yang berisik. Seketika kelas pun hening. Semua mata tertuju kedepan kelas, melihat seorang gadis berseragam merah putih sedang berdiri disamping Bu Felis. "Hari ini kita kedatangan murid baru. Nak, perkenalkan dirimu sama teman-teman sekelasmu!" suruh Bu Felis. Gadis itupun terlihat mengatur nafasnya karena gugup dan mulai berbicara. "Ha-halo semuanya, pe-perkenalkan nama saya.... Amy Rinjani. Salam kenal semuanya." Ucap gadis itu. Ya, dia adalah Amy Rinjani. Seorang murid baru yang sangat imut nan cantik serta pintar. Setelah dia masuk ke sekolahku, semua orang mencoba untuk menjadi temannya. semua orang ingin jadi temannya karena sikapnya yang baik, dermawan, dan pintar. Dia merupakan siswi terbaik dikelas, tidak pernah mendapat nilai rendah, serta menjadi murid kesayangan Bu Felis. Semua orang menyukainya, semua orang kecuali aku. Aku sangat membencinya. Karena dia telah membuat aku yang sudah tidak dianggap ini menjadi terlupakan. Aku benar-benar membencinya sampai-sampai aku merasa bahwa aku tidak akan pernah mau berteman dengannya, hingga suatu hari saat jam istirahat...

"Yey, akhirnya kemaren Ultraman Mebius tayang juga di TV. Keren banget sumpah." Kataku dalam hati sambil membawa mie goreng yang udah diplastikin. Dari kejauhan aku melihat, Amy yang sedang bermain bersama teman-temannya. "Enak banget ya jadi Amy. punya banyak teman, selalu dapat nilai bagus, terus disayang sama guru, bikin orang iri aja." Pikirku. Sadar dengan diriku yang dari memperhatikannya, dia pun berjalan kearahku lalu duduk disampingku. "Halo kamu, lagi ngapain disini? Kenalin, namaku Amy Rinjani." Ucap Amy. "Udah tau, kan kita sekelas. Aku yang duduknya paling pojok belakang." Ucapku dengan nada kesal. "Oh, jadi kamu yang namanya Angga? Wah beruntung banget bisa ngobrol sama kamu." Katanya dengan nada senang. "Hah? Beruntung? Apa maksudmu?" Kataku penasaran. "Iya, aku beruntung. Soalnya cuma kamu yang belum jadi temanku. Teman-temanku juga pada bilang kalo kamu itu orangnya pendiam dan cuek, jadi agak susah buat ngobrol sama kamu. Eh taunya kita bisa ngobrol disini, beruntung banget." Ucap Amy. "Apa? Menjadi temanmu? Jangan terlalu berharap. Aku gak bakal mau jadi temen kamu!" Tegasku bahwa aku gak mau berteman dengannya. "Kenapa sih, kamu itu gak mau berteman dengan yang lain?" "Bukannya aku gak mau berteman." " Lalu kenapa?" tanya Amy kepadaku. "Sebenarnya, aku dari dulu udah dicap sebagai orang yang aneh karena aku sering ngelantur dan ngomong-ngomong gak jelas. Selain itu, orang-orang pada gak mau ngobrol sama aku karena aku selalu ngomongin tentang Ultraman." "Hah? Kamu suka nonton Ultraman juga?" Tanya Amy dengan wajah senang. "Kamu suka nonton Ultraman?" Tanyaku. "Suka banget! Apalagi kalo pas nonton Ultraman Dyna, Asukanya keren banget!" Jawab Amy dengan senangnya. Aku masih gak percaya cewek populer seperti dia menyukai hal yang sama denganku. Sepanjang jam istirahat, kami terus membicarakan tentang serial Ultraman udah pernah kami tonton. Tak terasa, bel tanda masuk kelas pun berbunyi. Kami pun kemudian kembali ke kelas dengan perasaan gembira. Aku pun merasa gembira, karena akhirnya mempunyai seseorang yang bisa diajak bicara tentang hal yang aku sukai. Mungkin saja, dia bisa menjadi temanku.

Semenjak saat itu, kami selalu duduk ditempat yang sama dan membicarakan tentang Ultraman serta sesekali menguji pengetahuan kami tentang dunia Tokusatsu. Setiap kali membicarakan Ultraman bersamanya, entah kenapa aku merasa sangat senang. Dan semenjak itulah, aku menemukan teman pertamaku. Saat kelas empat pun, kami tetap membicarakan hal yang sama setiap harinya ditempat yang sama. Bahkan aku dan Amy menganggap bahwa tempat duduk itu sebagai markas kami dan tak ada seorang pun yang boleh menempatinya. Saat kami kelas lima pun, kami tetap melakukan hal yang sama. Semua tampak normal dan aku berharap aku bisa terus seperti ini selamanya. Namun yang namanya pertemuan, pasti ada yang namanya perpisahan.

Wibu Bisa Jatuh Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang