Prolog

19 2 0
                                    

Kalau hujan datang, aku selalu berpikir apa langit ikut menyedihkan? Apa langit hanya ikut menertawakan? Kesedihan dan kekecewaan seorang insan. Apa langit adalah cenayang, yang bisa memperkirakan setiap tetesan air mata yang mau terjun dari sudut mata?

Aku, Geandra. Punya terlalu banyak alasan untuk bisa menangis setiap harinya. Punya terlalu banyak alasan kenapa aku lebih baik sendiri, tanpa perlu orang lain untuk direpoti. Aku terlalu terbiasa dengan situasi semacam ini. Situasi yang memaksa diam dan berusaha sendiri.

Aku, Geandra. Tidak punya banyak alasan untuk bisa bersuara bahkan hanya membela diri. Tidak punya banyak alasan untuk bisa mengejar mimpi, tidak punya banyak alasan untuk menjalani hidup sendiri.

Kisahku tidak mau aku lebih- lebihkan, tapi memang seperti ini nyata sedihnya. Aku Geandra, selalu berharap dilahirkan menjadi orang lain. Namun bila aku pergi nanti dan percaya reinkarnasi, aku lebih baik tidak perlu dilahirkan kembali. Aku tidak mau ada kehidupan sesedih ini lagi.

Mungkin kamu akan kecewa di ujung cerita. Kalau konflik dan penderitaan sang tokoh utama tak sesedih prolognya. Tapi, bagiku hidup dengan tidak hidup adalah yang tersedih. Rumit memang, tapi maksudnya menghidupi hidup yang bukan keinginan kita memang sangat menyedihkan. Kamu berada di posisi mati tidak, hidup apalagi. Kamu selalu merasa yang kamu jalani adalah yang terbaik menurut orang lain dan tak pernah ada kesempatan bagimu sendiri melihat mana yang terbaik menurutmu. Bagiku, memiliki kehidupan seperti ini adalah yang tersedih.

Jika tidak sepaham tidak apa. Karena saat ini buku ini menulis tentang aku, Geandra. Bukan tentang kamu atau mereka. Entah, mungkin nanti ada saatnya. 

Tentang NiskalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang