BAB 5

95 2 0
                                    

Suara musik jazz yang mengiring didalam Resto menjadi pengiring makan siang para pelanggan yang sedang menyantap makan siang mereka. Suasana diluar Resto juga terlihat sangat ramai. Banyak mobil dan motor terus berlalu lalang, padahal cuaca hari ini sangat panas.

Disebuah meja didekat jendela besar di Resto itu terdapat dua orang pria dan seorang wanita. Mereka duduk dengan sangat canggung, apalagi si wanita. Sementara kedua pria itu sama-sama sedang melemparkan pandangan satu sama lain. Entahlah yang ada dipikiran si wanita hanyalah satu. Dia takut kedua pria itu malah jatuh cinta satu sama lain karena terlalu lama saling bertatapan. Astaghfirullah...

"Ekhemm.." Sheryl berdeham pelan agar dua pria itu berhenti melakukan itu dan membuatnya mati kelaparan disini.

"Kamu mau pesan apa, Ryl?" Tanya Tian yang membuat Adrian menatap mata Tian semakin tajam.

"Kamu mau pesan apa sayang? Biar sekalian aku pesankan saja ya." Tanya Adrian sambil menoleh ke arah sebelah kirinya yang terdapat Sheryl. Sementara Tian duduk berhadapan dengan Adrian.

"Terserah kamu aja deh, aku ikut kamu aja." Sahut Sheryl yang langsung diangguki Adrian lalu pria itu memesankan makanan untuk Sheryl setelah memanggil pelayan Resto.

"Aku permisi ke toilet dulu." Ucap Sheryl. Duduk diantara mereka membuat Sheryl ingin buang air kecil.

Setelah kepergian Sheryl, Adrian dan Tian masih memandang satu sama lain. Hanya mereka berdua saja yang mengerti arti tatapan itu.

"Kenapa kau ada disini? Aku rasa, aku hanya meminta makan bersama hanya dengan Sheryl."

Adrian berdecak pelan. "Dan yang kau ajak makan bersama itu sudah bersuami. Aku suaminya!"

Tian terkekeh pelan. "Kenapa kau begitu takut? Toh, aku hanya sahabatnya."

Adrian tersenyum sinis, dia menatap Tian dengan tatapan kesal. "Alah, sahabat. Kau pikir aku bodoh? Aku bisa melihat matamu saat menatap istriku seperti apa."

Tian hanya terdiam mendengar perkataan Adrian, suami dari sahabatnya itu. Tian tidak ingin ada keributan disini, dia memikirkan perasaan Sheryl jika sampai mereka berantem disini.

"Aku tegaskan padamu, jangan pernah menghubungi istriku lagi. Apalagi mengajaknya keluar untuk makan seperti ini. Aku katakan padamu, ini adalah makan siang terakhir kalian. Tidak akan lagi aku biarkan kamu membawa atau mengajak istriku lagi. Paham?"

"Makanannya belum datang ya?"

Adrian segera menormalkan wajahnya setelah tahu Sheryl sudah datang kembali dari toilet. Dia mengambil tangan kanan wanita itu untuk segera dia genggam. Ya, dia memang sengaja melakukannya agar dirinya bisa menunjukkan pada Tian jika dirinya lah orang yang paling berkuasa atas Sheryl. Karena dirinya adalah suaminya.

"Tian, bagaimana kabar Laura? Apakah kamu dengar kabar dia? Sudah lama sekali aku tidak dengar kabar dia. Terakhir kali aku bertemu saat dia datang ke pernikahanku." Tanya Sheryl untuk mencairkan suasana yang canggung ini.

"Hmm, dia memang sedang sibuk sekali di rumah sakit. Wajar sih, dia kan masih magang, pasti banyak sekali kerjaannya. Kapan-kapan jika aku bertemu dia, aku akan suruh dia menemuimu."

Sheryl tersenyum senang, "benaran ya, aku tunggu Laura datang menemui aku."

Tian tersenyum manis sambil menatap Sheryl dengan lembut. "Iya, aku janji kok."

"Ekhemm..." Adrian kesal dengan keakraban keduanya. Dia merasa sudah di cueki oleh keduanya apalagi Sheryl yang seperti tidak menganggap dirinya ada.

"Apakah kita harus melanjutkan makan siang ini disini, sayang? Aku rasa kita harus pindah ke resto lain, dan itu hanya kita berdua." Ucap Adrian yang membuat Sheryl melirik ke arah Tian yang memilih terdiam.

"Memangnya kenapa? Apakah karena terlalu lama? Aku akan meminta pelayan untuk.."

"Sepertinya tidak perlu, Ryl." Ujar Tian saat dirinya melihat pelayan sudah datang dengan nampan yang berisi piring dan makanan untuk mereka bertiga.

"Aduh, gimana ya, Mas? Makanannya udah sampai, nanti mubazir kalau kita gak makan disini."

Adrian mendesah pelan. Akhirnya dia memilih untuk tetap berada disini walaupun hatinya masih kesal. Sejak dirinya bertemu dengan Sheryl, Adrian sudah mencari apapun tentang Sheryl, termasuk dengan Tian yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMA. Dia sangat tahu jika pria itu memiliki perasaan lebih terhadap Sheryl. Dia laki-laki, sangat mudah untuknya mengetahui hal itu.

Sejak mereka bertemu langsung dengan pria itu di pernikahannya dengan Sheryl, Adrian sudah menetapkan akan terus berusaha untuk tidak membiarkan Sheryl berhubungan lagi dengan Tian.

"Mas, kamu gak makan?" Pertanyaan Sheryl membuat Adrian terbangun dari lamunannya. Dia menolehkan kepalanya kearah Sheryl lalu mengambil sendok.

"Cepat habiskan makanmu, setelah ini kita pulang." Ucap Adrian sarat akan tidak ingin dibantah. Sheryl hanya bisa mendesah pelan, bagaimana pun juga dia tidak bisa menolak perkataan Adrian, selain karena dia adalah suaminya, Sheryl juga tahu jika Adrian sedang menahan amarah sejak di ruang kerjanya.

****

Pukul 13.30 mereka sudah sampai di rumah. Sheryl memilih langsung pergi ke kamar untuk menaruh tasnya. Tanpa Sheryl sadari, Adrian sudah mengikutinya masuk ke dalam kamar. Saat dirinya berbalik ingin pergi ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya, Sheryl menabrak dada suaminya membuatnya kaget.

"Astaghfirullah! Ya ampun Mas, kamu ngagetin aku aja." Seru Sheryl. Saat dia berjalan ke kanan, Adrian menghadang, dan saat Sheryl ke kiri, Adrian tetap menghadang. "Mas, permisi aku mau ke kamar mandi."

"Kamu lupa kalau kamu harus mendapatkan hukuman sayang." Ucap Adrian dengan pelan hampir berbisik.

Sheryl terdiam ditempatnya, apakah Adrian benar-benar akan menghukumnya? Tapi apa hukumannya? Sheryl belum pernah melihat Adrian begitu serius untuk menghukumnya.

"Hu-hukum apa sih, Mas? Permisi, aku mau ke kamar mandi." Ucap Sheryl lagi sambil berusaha untuk menyingkirkan tubuh Adrian yang terus menghalangi langkahnya.

Saat ini Sheryl benar-benar butuh sendirian. Jantungnya tiba-tiba berdetak sangat kencang, dia tidak ingin Adrian mendengarnya. Apalagi saat ini berada dekat dengan Adrian.

Adrian segera menahan kedua bahu Sheryl. "Aku tidak akan membiarkan kamu pergi kemanapun, Sher! Masih banyak waktu untuk kita, dan sekarang aku harus menghukummu."

Saat itu juga Adrian mendorong Sheryl ke kasur mereka. Sheryl yang didorong tiba-tiba itu hampir saja menjerit, tetapi dia tidak bisa melakukannya saat Adrian sudah berada di atasnya dengan tatapan yang tidak ramah. Sepertinya hukuman yang dimaksudkan Adrian bukanlah hukuman yang Sheryl bayangkan.

"Mas, ini masih siang. Aku.."

"Kenapa memangnya? Aku mau kamu sekarang, apakah ada larangan untuk melakukannya pada siang hari?" Tanya Adrian dengan suara yang rendah membuat Sheryl merinding.

Sepertinya dirinya memang sudah tak bisa kabur lagi. Adrian sepertinya memang benar-benar menginginkannya sekarang. Sebagai istri, dia memang harus siap untuk melayani suaminya kapanpun itu.

****

Hanya PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang