#14 Pesan Iresh

139 37 6
                                    

Dengarlah, pelepas rindu, penenang

🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️

Mentari baru mulai mengintip dengan malu-malu, tapi Irish sudah siap dengan jeans, kaos dan jaketnya. Ia berjalan mengendap-endap ke pintu depan agar tak membangunkan Seira yang masih terlelap. Irish menutup pelan pintu dan memakai topi serta kacamata yang ia pegang sedari tadi, berusaha menutupi mata bengkaknya.

Irish berjalan menuju travel terdekat, travel yang membawanya Jakarta. Tiga jam perjalanan di tempuh Irish dan ia pun tiba di Jakarta. Dari pool travel, Irish menaiki Transjakarta yang mengarah ke pemakaman orang tuanya. Irish masih harus berjalan beberapa meter dari halte Transjakarta tersebut untuk mencapai pemakaman. Sepuluh menit berlalu dan Irish tiba disana. Ia segera mencari nisan bertuliskan nama kedua orang tuanya lalu berjongkok di antara dua makam tersebut. Irish hanya diam, mengelus batu nisan dengan tatapan sendu.

Waktu terus berlalu, Irish bangkit dan pergi meninggalkan makam tersebut. Ia melanjutkan perjalanannya ke rumah Mbak Siti, asisten rumah tangganya dulu. Mbak Siti jugalah yang selama ini merawat rumah mereka. Ketukan di pintu membuat Siti menghentikan pekerjaannya. Ia berjalan menuju pintu depan dan membuka pintu tersebut.

"Non Irish? Masuk, masuk non," ucap Siti kaget dengan kedatangan tiba-tiba Irish.

"Gausah mbak, Irish sebentar aja kok.  Irish boleh pinjem kunci rumah ga?" balas Irish.

"Non mau ke rumah? Mbak anter,  mbak beresin dapur sebentar"

"Eh gapapa mbak, Irish sendiri aja. Mbak lanjutin aja, Irish ga mau ganggu"

"Bener gapapa? Kalo gitu mbak ambilin dulu kuncinya ya"

"Iya mbak"

Irish menerima kunci rumahnya dan pergi setelah mengucapkan terima kasih pada Siti. Ia berjalan kaki menuju rumahnya, demi membunuh waktu yang menurutnya semakin lama berjalan semakin lambat. Setibanya di depan rumah, Irish menatap lama rumahnya dari jauh lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Langkahnya terhenti melihat foto-foto keluarga yang masih tergantung rapi di dinding ruang tamu dan ruang keluarga. Ia memegang satu persatu foto itu sambil mengingat momen-momen masa kecilnya. Tangannya sedikit bergetar ketika hendak menyentuh foto ia berdua dengan Iresh. Irish mengambil foto itu dan kemudian membawanya ke halaman belakang.

Irish duduk di ayunan gantung bulat favoritnya, mengangkat kedua kakinya, bersandar sambil memeluk foto yang ia bawa. Irish menutup matanya. Perlahan air mata menetes turun ke pipinya, Irish tak kuasa menahan tangisnya. Ia menangis dalam diam sambil terus memeluk fotonya dan Iresh. Irish tak sadar ia tertidur dengan posisi seperti itu selama beberapa jam. Irish lalu turun dari ayunan tersebut, menaruh fotonya kembali ke tempat semula dan keluar dari rumahnya. Perut Irish yang belum diisi sejak pagi kemarin membuatnya sedikit lemas. Irish mencari tempat makan terdekat dari rumahnya. Selesai makan, Irish mengembalikan kunci rumahnya pada Siti.

Waktu menunjukkan pukul 2 siang, Irish belum ingin pulang ke Bandung. Ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke taman bermain yang dulu ia, Irash, Iresh serta papanya sering kunjungi. Taman tersebut rupanya ramai dengan anak kecil yang berlarian sambil tersenyum bahagia. Senyuman mereka mengingatkan Irish pada dirinya dulu. Irish seakan bernostalgia melihat mereka.

Air mata kembali lolos melewati pipinya. Irish cepat-cepat menghapusnya dan duduk di salah satu kursi, menatap pemandangan di depannya. Irish menghabiskan waktunya cukup lama disana. Kemudian ia beranjak ke beberapa tempat lain yang sewaktu kecil kerap ia datangi. Saat hari mulai gelap, Irish akhirnya pulang ke Bandung.

***

Seira terbangun dari tidurnya tak berapa lama setelah Irish pergi. Hal yang pertama Seira lakukan ialah mengetuk pintu kamar Irish. Kali ini Seira bertekad akan memaksa Irish makan sebab sudah seharian kemarin Irish tak kunjung keluar dari kamarnya. Tiga ketukan dan masih tak ada jawaban dari dalam. Seira akhirnya mengambil kunci cadangan dan membuka kamar Irish. Kepanikan terlihat jelas di wajah Seira saat melihat kamat Irish kosong. Ia berlari ke toilet di kamar Irish namun tetap tak ada tanda-tanda keberadaan Irish. Ia mencari ponsel Irish ke setiap sudut kamar, namun nihil.

Seira berlari ke kamarnya dan mengambil ponselnya, berusaha menghubungi Irish. Suara operator yang terdengar berulang kali membuat Seira semakin cemas. Raga terbangun mendengat suara-suara berisik yang ditimbulkan Seira.

"Mas, Irish gaada," ucap Seira panik.

"Maksud kamu?" tanya Raga.

"Iya, Irish gaada di kamarnya mas. Dia juga bawa hapenya"

Raga mengambil kunci mobilnya dan hendak keluar kamar diikuti Seira. Langkah mereka berdua dihentikan oleh ucapan Irash yang tak sengaja mendengar percakapan mereka.

"Biar Irash yang cari Irish"

Tempat pertama yang Irash datangi adalah Rumah Sakit. Ia turun setelah memarkirkan motornya dan mencari Bayu.

"Kemaren dia kesini," ucap Bayu setelah Irash membuka pintu ruangannya.

Irash tak membalas ucapan Bayu dan kembali ke parkiran. Ia melajukan motornya menuju studio Bima. Pintu studio terkunci, namun Irash dapat melihat sepatu disana, pertanda ada orang di dalam. Irash mengetuk pintu tak sabar. Tak lama Bian datang dan membuka pintu tersebut.

"Rash," sapa Bian.

"Irish," ucap Irash.

"Irish kesini kemaren," jawab Bian mengerti maksud Irash.

Irash kembali tak membalas ucapan Bian. Ia bertolak ke tempat selanjutnya. Sudah banyak tempat Irash kunjungi namun Irish tetap tak terlihat. Irash yang putus asa kembali ke rumah. Ia masuk ke kamar dan mengunci dirinya. Ia memukul dinding kamarnya persis seperti yang ia lakukan di rumah sakit, menyalurkan seluruh emosinya, marah, sedih, kecewa. Darah kembali mengalir dari bekas luka yang hampir sembuh.

Irash berhenti dan mengacak rambutnya frustasi. Irash hendak menuju toilet untuk mendinginkan kepalanya, namun matanya menangkap ada sebuah ipod yang ia yakin bukan miliknya. Irash mengurungkan niatnya ke toilet dan mengambil ipod tersebut lalu duduk di pinggir kasurnya. Ia memasang headset dan mulai menekan tombol play.

Mas...

Terdengar suara Iresh dari ipod tersebut. Irash menekan tombol stop dan kembali mendengarkan rekaman itu beberapa detik kemudian.

Mas sadar ga sejak papa ga ada mas udah gantiin posisi mereka buat Iresh sama Irish.

Mas...
Mas udah jagain Irish dengan sangat baik, mas bahkan memposisikan Irish sebagai prioritas pertama mas.

Mas...
Mas udah ngejalanin tugas mas selama ini, sekarang giliran Iresh mas. Biarin Iresh bantuin mas jagain Irish. Tugas mas sekarang cuma mastiin Irish bisa ngelakuin apapun yang dia mau. Pastiin dia bahagia. Pastiin dia berhenti nyalahin dirinya sendiri.

Mas...
Mas juga, berhenti marah sama diri mas sendiri. Berhenti berpikir kalo mas ga bisa berbuat apa-apa buat Irish.

Mas...
I know you would do the same. Kita berdua sayang Irish. Kita berdua ga sanggup ngeliat Irish terus kesakitan dan sedih. Kita berdua takut kehilangan Irish.

Mas...
Jangan ada air mata lagi. Iresh disini cuma mau liat mas sama Irish bahagia.

Rekaman itu lalu berhenti. Irash menghapus kasar air mata yang mengalir di pipinya, ia menggenggam erat ipod tersebut.

🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️

Vote vote
Komen komen
😌😌

IRISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang