Pemuda berambut hitam itu melempar tasnya terlebih dahulu ke balik tembok setinggi dua setengah meter di depannya, setelah sebelumnya celingukan memperhatikan kondisi sekitar.
Setelah ia mendengar suara benda jatuh di seberang tembok, barulah ia melompat menggapai sisi teratas tembok, dipanjatlah olehnya. Dengan sekali hentak, ia berhasil bertengger di atas tembok.
Ia mendarat tepat di kedua kakinya. Tangannya meraih tas yang tergeletak di dekatnya. Diselempangkannya tas itu di pundak kanan.
Kepalanya menoleh ke sana kemari. Kakinya dibawa melangkah mengendap-endap. Ia melewati koridor belakang sekolah setelah melewati gudang belakang sekolah.
Ia merapatkan tubuhnya di tembok, kepalanya melongok, mengecek apakah ada seseorang di sana.
Nihil. Tak ada siapapun.
Pemuda Park itu menghela napasnya lega. Ia kembali melanjutkan langkahnya.
Koridor pun sepi. Kosong melompong, tak ada yang berkeliaran di luar kelas setelah bel masuk berbunyi. Mereka masih harus menunggu sekitar lima belas menit sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung di kelas. Tentu saja tak ada siapapun di koridor sepanjang ia berjalan.
Dia melihat jam tangannya. Pukul 08.36, yang artinya jam pelajaran sudah berlangsung. Salahkan saja dirinya yang terlambat bangun karena mengira kalau hari ini sudah hari Sabtu, padahal sekarang masih hari Jumat.
Ia mengendap-endap. Melangkah pelan dan hati-hati seperti seorang agen rahasia yang sedang menjalankan misi. Atau malah jadi seperti maling?
Entahlah. Biarkan para reader yang menjawab.
Baru beberapa langkah, ia langsung berjengit kaget karena ada yang menjewer keras telinganya.
"Aduh, aduh!"
Ia langsung menoleh ke samping, matanya melirik pelaku penjewerannya. Yang tak lain dan tak bukan adalah Bu Yeni, guru BK tergalak di SMA Permata Tegar Jaya. Ribet memang nama sekolah ini. Jadi kita singkat saja menjadi SMA PTJ.
"Kamu lagi, kamu lagi! Kamu itu ya," orang itu berdecak sambil menggeleng beberapa kali, tak paham akan kelakuan anak yang satu ini.
"Bu, Bu, lepasin dulu dong. Sakit nih!" keluhnya.
"Nope. Sekarang, ayo ikut Ibu ke lapangan."
"Hufttt... Huhhh..."
Helaan napas kasar sesekali terdengar darinya. Ia harus menyapu lapangan upacara yang super duper mega luasnya seorang diri. Yang ia perkirakan akan selesai setelah jam istirahat. Yeah, itu konsekuensi atas perbuatannya.
Sudah dua pertiga lapangan itu disapunya, hampir selesai.
Ia berkacak pinggang setelah memasukkan sampah yang ada di serokan. Ia menghela napasnya lagi, memandang lapangan yang sebegitu luasnya ia yang membersihkan. Ia memasang wajah bangga, setidaknya ia melakukan perbuatan baik hari ini. Itu menurutnya, ya.
Bel istirahat berbunyi, semua murid berdesakkan keluar kelas bagai ayam baru yang keluar kandang. Celotehan terdengar di sekitarnya.
Ia sama sekali tak peduli jika diperhatikan, persetan dengan omongan orang yang tidak baik tentangnya. Ini hidupnya, tak usah sibuk dengan urusan miliknya. It's not your own business.
"Owh, ternyata ada yang dihukum? Pantesan gue cari di kelas kagak ada."
Park Hyungseok menoleh dan menatap tajam orang yang berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy, 'Not' Bad Guy!
FanfictionMerasa tersaingi rekor sebagai 'pembuat masalah'-nya, ia tak terima. Berbagai cara dilakukan agar ia tetap berada di posisinya. Dia itu bad boy, bukan bad guy! Sampai di suatu waktu, ia terpaksa lahir dan batin untuk menuruti sebuah kegiatan yang ia...