Chapter 2|| Harapan

293 33 6
                                    

Happy reading guys😘

Setelah kejadian menegangkan di gudang sekolah, Rana menjadi sedikit pendiam. Ketakutan selalu meliputi dirinya. Rana yakin, laki-laki kemarin bukanlah orang sembarangan, dia pasti bisa melakukan apapun. Sedangkan Rana, hanyalah orang biasa yang tidak bisa berbuat banyak. Rana takut laki-laki itu akan benar-benar membunuhnya.

Yang semakin membuatnya risau, beberapa hari ini, laki-laki itu seperti terus mengawasinya,di manapun, kapan pun. Beberapa kali Rana melihat laki-laki itu di sekitarnya. Saat Rana ke kantin, saat Rana menunggu angkot, bahkan saat Rana sampai di depan rumahnya.

Seperti saat ini, setelah turun dari angkot lalu berjalan menuju rumahnya, Rana merasa di ikuti. Tetapi saat Rana menoleh, di belakangnya tidak nampak siapapun. Saat rumahnya tinggal beberapa meter lagi, Rana segera mempercepat langkah. Setelah sampai, dia segera masuk lalu mengunci pintu rumahnya dari dalam kemudian menghembuskan napas panjang.

"Kamu kenapa, Ra?" Seorang wanita paruh baya yang duduk di atas kursi roda menyambut Rana dengan wajah pucatnya.

"Assalmu'alaikum, Bu." Rana mendekat, berjongkok di depan kursi roda ibunya, kemudian mencium tangan perempuan itu.

"Waalaikumsalam. Kok pertanyaan Ibu gak dijawab?"

"Gak papa kok, Bu. Rana cuma takut dikejar anjingnya Mami Merry." Rana tersenyum kecil. Dalam hati dia meminta maaf pada anjing tetangga dekat rumahnya itu karena menjadikannya kambing hitam. Padahal kan dia anjing. Haissh, Rana!

"Kamu, ini. Sudah, sana makan, Ibu masak sayur bayam."

"Loh, Ibu masak? Kan udah Rana bilang jangan masak, Bu. Biar Rana aja, nanti Ibu cape. Lagian kan, Rana udah beliin Ibu nasi bungkus buat Ibu makan sampe Rana pulang."

"Sesekali, Ra. Lagian kan Ibu masaknya juga sambil duduk di kursi roda ini, gak akan cape. Malah kamu tuh yang cape. Sekolah, ngurusin ibu, masak, kerja sampe malem terus masih harus belajar. Ibu malu sama kamu, Ra."

Rana segera memeluk Ibunya. "Gak, Bu. Rana gak pernah cape ngelakuin itu semua. Dengerin Rana, Ibu gak boleh ngerasa gak enak gitu, semua ini udah tugasnya Rana sebagai anak Ibu. Rana gak pernah ngerasa dibebani sama semua ini, apalagi sama Ibu. Rana akan lakuin apapun asalkan Ibu sembuh. Ya Bu?, pokoknya Ibu gak boleh mikir kaya gitu lagi!"

Fatma, Ibu Rana, segera membalas pelukan putrinya. Tidak pernah dia berhenti bersyukur mendapatkan anak seperti Rana. Semenjak sang suami meninggal dan dia di vonis mengidap gagal ginjal, Ranalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Masak, membereskan rumah, bekerja sepulang sekolah, semua itu Rana lakukan tanpa pernah mengeluh barang satu kali pun.

"Terima kasih ya, Nak. Terima kasih."

"Rana sayang Ibu. Ibu harus sembuh ya, Bu?"

Fatma hanya mengangguk kaku. Bukannya tidak menghargai usaha Rana, tapi penyakitnya memang sudah sangat parah. Cuci darah tidak akan membuatnya sembuh, mungkin hanya memperlambat kematiannya saja. Satu-satunya cara agar dia bisa kembali sehat adalah dengan melakukan transplantasi ginjal, tetapi dari mana mereka mendapatkan uang untuk melakukan itu?

"Ibu juga sayang Rana."

🍒🍒🍒

Setelah mandi dan membersihkan rumah, Rana berangkat bekerja menggunakan angkot. Karena jarak tempatnya bekerja memang agak jauh. Sudah 2 tahun dia bekerja paruh waktu di sebuah kafe sebagai pelayan. Jam kerjanya di mulai pada pukul 4 sore, sampai pukul 9 malam. Baru saat hari libur dia akan bekerja full time dari pukul 8 pagi sampai 9 malam.

Setelah sampai, Rana segera berganti baju. Kafe terlihat ramai hari ini, dia harus cepat agar tidak ada pelanggan yang merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan.

Baru saja keluar dari ruang ganti, suara seorang perempuan memanggilnya membuat Rana langsung mendekat.

"Kenapa, Mba Sinta?"

"Kamu udah siap kan? Ini pesanan meja 10. Jam kerja aku udah selesai, aku harus buru-buru, Adikku masuk rumah sakit." Perempuan bernama Sinta itu menyerahkan penampan berisi dua gelas kopi kepada Rana, kemudian pergi begitu saja.

Rana yang ditinggalkan hanya tersenyum kecil. "Ayo Rana, semangat!" ucapnya pada diri sendiri kemudian mulai larut pada pekerjaannya.

Tidak pernah terlihat raut lelah di wajahnya. Semua ini dia lakukan dengan ikhlas, semata-mata hanya untuk membuat ibunya kembali sehat seperti semula.

Tbc

Aku sendiri kagum sama Rana. Gak neko-neko, gak kaya yang nulis. Susah dikit langsung ngeluh heheh😁
Jangan lupa vote+komen ok😍
See you❤️

Salam,
Jhangiani

Tegal, 28 Mei 2020

Drugs in love (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang