Identity

184 25 52
                                    

Thailand, 13 Februari 2016.

Aku baru saja kembali dari Hokkaido, tempat di mana aku dan seluruh karyawan perusahaanku menghabiskan waktu liburan untuk sekadar melupakan tugas-tugas perkantoran yang menjemukan. Kembali ke rumah setelah sekian barang-barang yang sudah kutata kukembalikan rapi-rapi, juga demikian pekerjaan kantor dengan segala awan gelapnya yang sebentar lagi akan menghujani.

Aku masih saja terpukul, pedih menerima kenyataan akibat gagal pergi ke festival salju di Sapporo. Percayalah, aku sudah berbulan-bulan merencanakan liburan ini, tepat setelah perusahaan mengumumkan di mana kami akan berlibur, termasuk Sapporo dengan festival saljunya.

Memang, pergi ke festival salju adalah cita-cita yang aku pendam sejak lama. Setidaknya aku ingin itu terjadi sekali seumur hidupku. Awalnya, kami berencana untuk pergi ke Jepang selama dua hari satu malam.

Hari pertama kulalui dengan indahnya, bersama rekan-rekan terdekatku yang saat itu juga mempunyai mimpi besar untuk melancong ke Negeri Sakura. Menyusuri jalanan Otaru, hingga menaklukan menara puncak TV Tower yang menjulang tinggi menyaingi langit biru.

Namun pada hari kedua, saat karyawan beserta jajaran staf-stafnya akan berkunjung ke festival salju, mendadak semua menjadi abu-abu. Aku sungguh tidak bisa mengingat kejadian demi kejadian yang ku alami saat itu. Yang kuingat hanyalah aku yang sedang berdiam diri di kamar, tak bepergian kemanapun.

14 Februari 2016.

Pagi itu perusahaan mulai untuk mengoperasikan roda perekonomiannya lagi setelah pulang dari liburannya dalam usaha untuk kembali menggaet klien lebih dari yang mereka harapkan.

Di tengah jam kerja yang padat serta para karyawannya yang dibutakan dengan layar komputer di hadapan mereka itu, Joy merengek padaku meminta semua foto saat kami di Hokkaido agar ia bisa segera mengupload foto-foto tersebut dalam laman Instagram-nya dengan resolusi yang bagus yang ditangkap langsung melalui kamera HP ku.

"Nanti sajalah, saat jam istirahat," ketusku.

"Apa kau yakin? Kau tau jam istirahat di sini sangat sempit sehingga digunakan untuk makan saja terkadang sampai molor?"

"Kau tidak lihat kita sedang sibuk? Barangkali kau senggang lebih baik bantu aku selesaikan laporan nomor 24!"

"Eh, sebentar saja kok. Lagipula apakah kau tak sedikitpun menyimpan penat dalam otakmu yang kaya akan akal bulus itu?"

Benar juga. Setelah kupikir, tidak ada salahnya beristirahat sejenak dan memenuhi keinginan Joy untuk mengiriminya foto-foto liburan di tengah gencarnya teror oleh tugas demi tugas yang dilimpahkan kepada kami sebagai divisi marketing. Hp yang menanti dalam tas segera aku ambil untuk kutelusuri segala ingatan dan kenangan yang tertinggal di Hokkaido tempo hari.

Bersamaan dengan itu, aku tersentak bukan kepalang saat merogoh-rogoh isi tasku. Kudapati kertas itinerary buatanku itu terisi oleh berbagai stempel perjalanan yang berbeda-beda sesuai dengan yang aku rancang sedemikian rupa, tanda jika telah singgah dan berkunjung ke tempat-tempat tersebut.

 Kudapati kertas itinerary buatanku itu terisi oleh berbagai stempel perjalanan yang berbeda-beda sesuai dengan yang aku rancang sedemikian rupa, tanda jika telah singgah dan berkunjung ke tempat-tempat tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
One Day, Another DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang