True Love(?)

109 22 42
                                    

23 Februari 2016.

"Masih setia dengan komputermu?" ujar Top dengan kedatangannya yang mengusikku.

"Tunggu dulu. Masih ada sebagian dari laporan yang belum beres."

"Berhentilah Nui. Aku sangat tidak suka punya anak buah yang ngotot bekerja saat jam istirahat. Kau bisa menyelesaikannya lagi nanti," ketusnya sambil terus menyandingku.

"Tak apa. Tak elok rasanya apabila masih ada beban yang ditanggung pundak."

"Ayolah, aku tak memerintahmu untuk menyelesaikan laporan itu seharian kan?"

Normalnya Top mendatangiku saat jam istirahat untuk membawaku keluar mencari makan sesekali menghirup udara segar di tengah kehidupan kantor yang menganiaya hati dan pikiran. Selalu seperti itu.

Aku melirik wajahnya yang kutangkap dari ekor mataku, masih terpasang paras yang dipenuhi tanda-tanya atas apa yang terjadi dengan kita beberapa hari yang lalu, ditambah dengan nada bicaranya yang gugup dan gelagapan tak seperti biasanya yang tegas dan penuh wibawa dimanapun bumi dipijaknya.

Seperti biasa, karyawan-karyawan lain melihat kami dengan sinis, namun seakan masih penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Baiklah, ke tempat biasanya?" jawabku sambil menatap layar komputer, sama sekali tak mengindahkan kehadirannya.

"Kau ingin pindah tempat? Tak masalah. Pilihlah sesuka hatimu."

Top dan Aku memang tak saling bertukar kabar belakangan ini. Sepertinya ia sengaja membiarkanku sejenak untuk menerima segala kenyataan yang terjadi atas peristiwa seminggu yang lalu. Di tengah perjalanan dalam mobil Top itu, Ia berusaha memulihkan keadaan. Berharap agar Aku segera membaik dan kembali seperti sedia kala.

"Katakan padaku. Kau masih marah karena tak jadi pergi ke festival salju? Atau karena hal lain? Kau belum menceritakannya padaku Nui,"

Aku tak menggubrisnya. Tetap tak menatap wajahnya sama sekali.

"Ngomong-ngomong, aku sudah bicara dengan Chu. Sepertinya hubungan kami sudah benar-benar berada pada ambang perceraian," jawabnya enteng sambil terus menyetir, memperhatikan jalanan yang ramai.

"Benarkah?" jawabku dengan bersemangat sampai mataku terbelalak. Sulit dipercaya. Sudah aku nanti-nantikan jawaban manis itu.

"Aku tak tau harus bahagia ataupun sedih untuk saat ini. Tapi, hei lihat! Kita punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama sekarang!" ucapan Top menjernihkan pikiranku.

Dan percakapan demi percakapan bergulir. Menuju tempat dimana Aku ingin terus menggalinya lebih dalam bersama gejolak rasa penasaran yang menyelimuti ruang pada segenap hatiku. Aku tau, ia pasti akan melakukannya untukku. Kelak.

***

"Sebentar, aku ingin..."

"Tom Yum?" suara Top memotong.

"Pilihan yang bagus!"

Semangkuk Tom Yum bersama kuahnya yang merah menggoda memang bukan favoritku, tapi Top selalu saja bisa mengubah keadaan yang semula pahit menjadi manis. Seperti selalu membawaku untuk menikmati hidangan terbaik di kota ini. Ia selalu tau akan hal itu.

One Day, Another DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang