"Mah! udah lah, mungkin belum saatnya kita memiliki seorang anak." Yunia menghentikan langkahnya. Air mata dipipinya masih basah, mata nya pun sudah sembab.
Ia berbalik menatap wajah suaminya sendu."Belum saatnya? Pah, kita udah menikah hampir 7 tahun! dan papa masih bilang belum saatnya?
Romi tidak bisa menjawab. Apa yang dikatakan istrinya memang benar, mereka sudah menikah hampir 7 tahun lamanya dan Tuhan belum mempercayakan seorang anak pada mereka. Romi tau, seharusnya ia tidak berkata seperti itu. Itu salah!
"Maksudnya bukan itu Yunia. Mungkin Tuhan masih ingin melihat kita berdua seperti orang pacaran." Sebenarnya terdengar seperti sebuah candaan saat terdengar ditelinga Yunia, tapi tujuan Romi bukan itu. Dia hanya ingin istrinya berhenti menangis.
"Sayang sudah lah, ayo kita pulang. Ini sudah malam, gak baik untuk kesehatan kamu." Romi mencoba membujuk istrinya.
"Untuk apa? Untuk apa aku memikirkan kesehatan lagi, kalo anak aku udah gak ada? untuk apa?"
Menangis adalah satu-satunya yang saat ini Yunia tahu. Menangis dan menyesali semuanya.
Jika saja dia telaten terhadap sesuatu, mungkin sekarang calon bayinya masih berada dikandungannya. Tetapi dia sungguh ceroboh, dia membunuh janinnya sendiri. Yunia membiarkan calon bayinya pergi.
Air mata Romi turun tanpa disadari. Dia bisa merasakan kesakitan istrinya, kehilangan seorang anak untuk kedua kalinya.
"Setidaknya, pikirkan kesehatanmu untukku. Aku gak bisa lihat kamu kaya gini Yunia."
Yunia menggelengkan kepalanya. "Abaikan aku. Aku gak pantas jadi seorang istri, bahkan memberikan seorang anak aku gak mampu."
Suaminya mengambil langkah lebih dekat padanya, mengambil tangan istrinya untuk digenggam menyalurkan sedikit kekuatan untuknya. Mereka berdua sakit.
Romi menangkup kedua pipi istrinya dan menatapnya sendu. "Apapun yang terjadi, kita hadapi sama-sama. Kita udah satu Yunia, sakitmu adalah sakitku juga. Bahagiamu adalah bahagiaku."
"Satu lagi, aku gak mau dengar kata-kata itu lagi. Aku gak suka!"
Meninggalkan, kehilangan dan perpisahan adalah paket komplit untuk sebuah kesakitan. Jadi jangan ucapkan itu.
Mereka kehilangan buah hati lagi, mungkin ini adalah ujian untuk rumah tangga mereka. Untuk mengukur seberapa besarkah sebuah kesetiaan yang dimiliki kedua insan ini.
Tetapi satu yang harua diingat. Tuhan tak akan mungkin memberikan sebuah ujian melebihi batas kemampuan umatnya, akan ada jalan keluar nantinya.
~~~
Bagian tersusah adalah bikin prolognya, sumpah itu berapa kali delete, ketik, delete ketik dan hasilnya masih sama!-,
Buat aku semangat
Rumus:
Baca+komen+vote = BALANCE!!Good Night dari penulis yang mau tidur dijam 00:00, lidyaayua❤

KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong With Rai?
FantasíaBanyak yang mengatakan bahwa peri itu hanya tokoh fiksi, yang tidak ada dalam dunia nyata. Sebenarnya aku tidak percaya tetapi saat melihatnya sendiri aku percaya, satu hal yang aku tahu dia cantik dan aku jatuh cinta padanya. Story by L I D Y A A...