.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vote dan komen agar saya punya semangat buat lanjutin cerita ini :)
.
.
.
.
.
.Hidup itu tidak ada yang tahukan. Entah itu berjalan sesuai keinginan atau sebaliknya. Terkadang kita hanya bisa menikmati dan menjalani saja tanpa tahu resiko kedepannya.
Seorang wanita dewasa berjalan memasuki sebuah kafe. Wanita itu mengunakan setelan baju santai yang sangat pas di tubuhnya." Permisi, bisakan kau tunjukkan aku dimana meja untuk Tuan Yohan." Ia mendekati sebuah meja kasir disana.
" Mari Nona saya antara."
Kedua wanita itu menuju ke sebuah meja yang terhalang oleh sebuah kaca besar yang memisahkan ruangan dengan meja-meja di kafe tersebut. Disana sudah ada orang-orang yang menunggunya.
Huh sudah lama ya. Batinnya
Mereka berbincang-bincang ambil tertawa lepas seolah-olah tidak ada beban dikedua pundak mereka.
"Terimakasih"
"Sama sama nona." pelayan tersebut menjawab perkataan wanita tadi dengan sopan.
"Kau banyak berubah ya." Wanita tersebut hanya tersenyum mendengarnya. Sudah sangat lama ia tak bertemu dengan mereka. Mungkin sudah lima tahun lebih.
"Ah kau benar, ya kan Jeno." Seorang laki-laki tinggi menggoda Jeno yang saat ini sedang menutupi rasa gugupnya. Semua orang disana tersenyum melihat reaksi Jeno yang salah tingkah itu.
"Lama tak bertemu, Yeri." sapa Jeno. Yeri membalas sapaan Jeno dengan anggukan kecil dan senyum manis di bibirnya.
Ia masih merasa canggung dengannya. Mungkin ini semua karena kejadian yang terjadi lima tahun lalu saat mereka masih Senior High School. Dimana mereka masing-masing masih mementingkan kepentingan mereka sendiri. Egois memang tapi itulah kenyataannya.
"Kau tahu kali ini mereka tidak datang lagi seperti tahun-tahun sebelumnya." Yohan sangat bersemangat membicarakan mereka. Padahal raut wajah orang-orang yang ada dimeja itu sudah memancar aura kesedihan.
Sialan Yohan memang tidak tahu waktu yang tepat saat membuka mulutnya itu batin Jeno.
Ia menyenggol lengan Yohan agar pria itu sadar dengan perbuatannya. Jujur saja ia mulai gemas terhadap Yohan yang sudah mulai berbicara sembarangan. Jeno sangat ingin memukul kepala temannya itu agar Posisi otaknya benar kembali.
"Isshh, kenapa menyengg_ "
"Ya, kita harus bisa memakluminya-kan. Apa yang terjadi dulu, mungkin mereka belum siap bertemu kembali." ucapan Yohan terpotong oleh perkataan Somi.
"Kau benar, andai saja semua kejadian itu tidak terjadi." Yeri merasa bersalah dengan semua kejadian yang terjadi di masa lalu. Seharusnya ia tidak menjauh dia di saat dia membutuhkannya. Ia justru dibutakan oleh rasa cintanya yang tidak terbalaskan itu.
Mengingat masa lalu justru membuat mereka akan sakit sendiri.
"Sudahlah, bukankah kita disini untuk melepas rindu. Jika mereka tak datang, kita bisakan melakukan sendiri." Jeno berusaha membuat suasana kembali menjadi tidak canggung lagi. Ayolah pembicaraan tenang mereka itu sedikit sensitif.
"Kau benar, ah ya apakah kalian ada yang sudah akan menikah atau sudah punya kekasih mungkin."
"Hei Somi, apa kau lupa jika satu Minggu lagi adalah hari pernikahmu sendiri." Yohan sengaja menaik turunkan alisnya demi menggoda temannya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORIES
Fiksi RemajaHal di masa lalu tidak dapat di ulang lagi . . . . . Memories × Kim Yoo Jung