Hanya Teman

2 0 0
                                    


Hiruk pikuk kota Semarang menemaniku mengawali hari, suara klakson kendaraan mendominasi jalanan kota. Tak hanya kendaraan bermesin tak jarang kendaraan yang bermodalkan tenaga manusia pun tak luput dari jangkauan mata.

Aku menatap gedung tinggi itu yang sudah 3 tahun belakangan ini menjadi tempatku menuntut ilmu, aku melangkah perlahan menuntun sepeda onthelku dan memarkirkannya perlahan ditempat biasa. Bergegas masuk ke kelasku 12 IPA 1 yang terletak paling ujung karena kurang lebih 15 menit lagi bel pertanda masuk ada dibunyikan.

Melangkah perlahan masuk ke dalam ruang kelasku, menuju bangku paling belakang deret sebelah kanan melihat seorang gadis sedang menenggelamkan kepalanya di meja.

"insomnia lagi?"

Perlahan mengangkat kepalanya, dan mengangguk.

"tidur gih, nanti kalau ada guru aku bangunin."

Menggeleng pelan dan beringsut mendekatiku. "kamu baca apa?"

Aku tersenyum melihat wajah penasarannya. "bukan hal penting hanya membaca ulang tulisan kemarin."

Dia hanya mengangguk dan membentuk mulutnya seperti huruf O.

Briya berbalik, gadis itu sabriya. Memang kalian pikir siapa lagi kalau bukan dia. Pandangannya lurus menatap lapangan basket, bola mata coklat terangnya menyorotnya dengan penasaran, sudut bibirnya sedikit terangkat.

"kenapa?"

Aku rasakan tubuhnya sedikit terguncang tadi, seperti kaget, mungkin dia mengira aku tak memperhatikan gerak geriknya sedari tadi. Ayolah bahkan buku ini hanya alibi ku saja, wajahnya lebih menarik ketimbang buku lusuh yang sudah semalaman ku baca.

"tak apa, hanya penasaran saja"

Aku manajamkan mataku, lebih teliti melihat objek yang sedang dia lihat.

Sebuah punggung tegap, tinggi badan kuperkirakan kisaran 180 cm, rahang tegas, hidung mancung, bibir tipis dan kulit seputih susu.

"Zidan Deyandra anak 12 IPA 3, kenapa? suka?"

Aku mengucapkannya dengan nada datar, namun berbanding terbalik dengan jantungku. Ada sebersit rasa tak rela sebenarnya.

Tidak mengangguk dan juga menggeleng, Sabriya hanya diam.

Tak lama datanglah seorang guru membawa setumpuk buku dan kelas di mulai dengan tertib dan hening.

Hari senin, tak terasa waktu menunjukan pukul 15:30.

Surganya anak sekolah, kenapa aku bilang demikian? Setelah seharian kita duduk dan berkutat dengan buku, tubuh yang terasa lelah dan otak yang sudah lemot karena berpikir, akhirnya semua itu diakhiri dengan bunyi bel pulang yang terasa merdu.
Sekarang aku dan Briya sedang duduk, tepatnya 15 menit yang lalu kami datang ke tempat biasa untuk melihat mahakarya Tuhan Yang Maha Esa yang amat sangat indah, perpaduan indah tat kala birunya langit bercampur dengan jingganya sinar mentari di tambah moleknya burung yang terbang di langit membuat siapapun enggan berpaling.

"Bumi"

Suaranya memecah keheningan diantara kami.

"Hmm"

"kamu pernah jatuh cinta?". Gadis itu memandangku lekat.

Aku tersenyum. "kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"

"jawab saja"

"pernah" jawabku kembali menatap buku.

"siapa?" tanyanya penasaran.

Aku hanya menggeleng. "kenapa?" tanyanya mendesakku.

"untuk apa aku ceritakan, bahkan kisahku ini terkesan memalukan" aku tersenyum kecut.

"kenapa kamu bilang begitu?, kamu tahu, tidak ada yang bisa menghentikan perasaan seseorang begitupun dengan kamu"

Aku hanya mengangguk dan tersenyum, tapi masih sama, senyum yang kecut dan hambar.

"sabriya, bagaimana denganmu?"

Dia diam, memilin ujung seragam putih abu nya. "entahlah, aku bingung"

"Andra?, dia cukup tampan"

Matanya membulat sempurna " apa terlihat sekali?" tanyanya terkejut.

"aku tahu hanya dengan melihatmu memandangnya, matamu berbinar"

"benarkah? Bagaimana kalau Andra tahu, bisa malu aku" ujarnya dengan panik.

"bagus, berarti kamu tak akan sepertiku"

"hey kenapa kamu bilang begitu? Apa perlu ku bantu biar kamu bisa dekat dengan perempuan yang kamu suka?"

Aku menghela nafas panjang. "tak perlu"

"kenapa?"

"oke aku akan memikirkan saranmu itu, terimakasih."

"sama-sama ini gunanya sahabat kan"
Ujarnya mengepalkan tanyannya ke udara seolah memberi kekuatan untukku.

Ada rasa senang ketika dia memberikan saran harus memperjuangakan dia yang tak lain adalah perempuan yang ku suka, namun lenyap sekektika ketika dia hanya menganggapku teman.

"yah ini gunanya sahabat, bukan begitu?"

Dia mengangguk semangat, dan menatap senja yang akan menghilang.

"ayo pulang"

Dia tak menjawab, hanya berdiri menggendong tas ranselnya, dan mengibaskan dan menepuk-nepuk rok panjangnya agar debu yang menempel jatuh.

Berjalan beriringan tanpa bertautan tangan ditemani suara katak dan gemuruh hati yang hanya bisa aku dengar. Aku kecewa, bukan pada Sabriya gadis itu tak tahu apa-apa. Aku kecewa pada diriku sendiri, kenapa melibatkan perasaan dalam pertemanan.

Senja kali ini terasa hampa bagiku, sinar terang berwarna jingga redup seketika ketika dia bilang sedang jatuh cinta dengan sosok pria bernama Andra.

Jangan lupa vote dan comment...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang