Aku tahu, aku masih berada didalam pesawat. Tapi kenapa tempat ini goyang, apa pesawat ini dalam keadaan buruk? Ah, tidak, aku menghapus semua pikiran burukku.Tetapi aku mendengar seseorang memanggilku dengan suara yang sedikit kecil. Dan aku mulai sadar, sedaritadi Kak Renjun membangunkanku. Tapi sepertinya dia tidak tega.
"Hey, Karlin, apa kau sudah bangun? Sebentar lagi akan sampai. Untunglah kau bangun, karena aku tidak tega membangunkanmu." Ucap Renjun.
Binggo, aku berhasil menebaknya, kkk.
"Ah, sudah mau sampai ya." Ucapku disusul dengan anggukkannya. Ha, benar-benar orang yang dingin sepertinya, kkk.
Akupun mulai menyusun barang-barangku dan merapihkannya. Dan akhirnya pesawatku mendarat dengan selamat.
Sekian lama dibandara, akhirnya kami berdua keluar dari tempat tersebut.
Sebelum kami pergi ke tempat tinggal, aku merasa ada yang aneh. Ya, ternyata, perutku bunyi. Ya, aku lapar, dasar tukang makan, hehehe.
Akhirnya aku membuka pembicaraan dengan Kak Renjun.
"Kak," sapaku. Dia hanya menaikkan alisnya mengisyaratkan 'apa'."Aku lapar, aku ingin makan," ucapku dengan muka memelas, karena sudah lapar sekali.
"Ya sudah, ayo kita cari tempat makan." Jawab Kak Renjun dengan matanya yang ikut tertawa. Matanya benar-benar sipit, jadi menggemaskan.
HALOE QAMU HALOE -author
Diam kamu sukijan. Yasudala sekali2 ada joke baku mulu gile men-karlin
Brisik kamu-authorAkhirnya kami memasuki sebuah restoran. Restoran tersebut menjual ceker ayam yang tulangnya sudah dilepas, jadi makannya tidak sulit. Kalau kata orang, 'tidak ribet'.
"Kamu mau makan ini?" Tawar Kak Renjun.
"Mau banget kak!" Jawabku penuh antusias. Iya dengan semangat banget, karena Karlin itu suka banget sama ayam. Apalagi dengan sambalnya. Hhh, jadi laper ni authornya.
"Sebentar ya, kamu cari tempat duduk dulu, nanti aku nyusul." Perintah kak Renjun.
Lalu aku pergi mencari tempat duduk yang dekat jendela. Soalnya, aku bisa melihat pemandangan yang indah, walau di kota ini sedang hujan.
"Ah, ga nyangka, aku bisa pergi kesini. Huhu pasti bakal seru banget, ndes." Batinku yang benar-benar senang.
"Lin," panggil Kak Renjun yang berhasil membuatku keluar dari lamunanku, alias, terkejut.
"E-eh, iya, kak," jawabku pada Kak Renjun. Muka Kak Renjun heran saja melihat wajahku yang kaget seperti ini. Hhh.
"Ini, makanannya," kata Kak Renjun sambil menaruh nampan ayam tersebut.
Saat aku sudah memakan beberapa suap ayam tersebut, aku berfikir, "Eh, aku makan ayam ini, siapa yang bayar? Jangan-jangan, Kak Renjun, atau aku? Kan aku yang pengen makan."
"Kak Renjun, ini yang bayar, Kak Renjun?" Tanyaku,
"Iya, kakak yang bayar." Jawabnya singkat.
Ah, tidak apa-apa, aku jadi tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Haha, licik sekali."Oh, nanti kita tinggal di apartment, ya. Aku sudah booking apartment itu dari minggu kemarin." Ucap Kak Renjun.
"Oh, begitu ya . . . " Jawabku dengan ber'Oh' ria saja. Aku tidak mau menanyakan yang aneh-aneh. Aku takut mengganggunya, selagi kami belum akrab.
Karena aku terlalu fokus dengan makanan dan tidak mementingkan caraku makan. Tiba tiba Kak Renjun berkata padaku, "Hey kamu, kamu anak gadis, makan yang rapih, ini tisunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertanda, Renjun Huang.
Fanfiction"Segalanya memang manis, tetapi lebih manis dirimu, Renjun, Huang" cr, @yenaiesm