Hari sudah menunjukkan pukul empat sore. Di luar terlihat sekerumunan orang-orang yang berlalu-lalang, suasana sangat riuh. Kebanyakan dari mereka didominasi oleh pekerja kantoran yang baru saja pulang bekerja dan beberapa anak sekolah menengah. Belum lagi suara bising kendaraan membuat keadaan semakin riuh.
Namun keadaannya berbanding terbalik dengan sebuah bangunan yang cukup besar yang berada di seberang jalan. Bangunan itu berwarna putih sedikit kekuningan dilengkapi halaman hijau yang cukup luas. Suasana di dalamnya begitu tenang, lebih tepatnya di dalam sebuah ruangan yang lagi-lagi berwarna putih.
Terlihat puluhan pasang mata sedang menatap serius objek di depannya. Namun tidak sepenuhnya mereka benar-benar berkonsentrasi. Sebagian dari mereka memang memandang ke depan namun pikirannya melayang kemana-mana. Bahkan di bangku paling belakang, ada yang sampai tertidur. Maklum saja, ini adalah kelas terakhir untuk hari ini. Sejak pagi tadi, penghuni ruangan ini sudah memeras otak untuk belajar sampai sore ini.
Wajah-wajah mereka terlihat merengut dan lusuh. Terlihat guratan-guratan kelelahan di bawah mata mereka. Namun seketika sebuah senyum kegembiraan menghiasi wajah mereka dikala mendengar sebuah bunyi penyelamat mereka, penyelamat jiwa, hati dan pikiran.
"Baiklah. Kelas kita selesai untuk hari ini. Pastikan kalian mengulang setiap materi yang baru kita bahas. Sampai jumpa dipertemuan minggu depan." ujar pria gendut dengan kepala beruban setengah botak dan berkacamata tebal.
"Siap, pak!" antusias mereka serentak dengan wajah gembira.
"Ah, membosankan. Aku benci kelas kimia," tukas seorang gadis sambil membenahi buku-buku di hadapannya.
Seseorang yang berada di sampingnya mengulum senyum dan ikut membenahi buku-bukunya. "Bukankah kau membenci semua kelas yang kita masuki?" ucapnya terkekeh.
"Yak! Kwon Yuri kapan aku berkata seperti itu?"
"Kau tidak pernah mengatakannya. Namun, kau selalu mengeluh disetiap kelas yang kita masuki."
Yoona mendecih kesal melihat Yuri yang sedang mentertawakannya.
Melihat wajah murung Yoona, Yuri semakin tertawa. Menurutnya wajah Yoona sangat menggemaskan dengan ekspresi seperti itu, sehingga tangannya gatal ingin mencubit pipi gembung milik Yoona.
"Aww.... Sakit!" Yoona menepis tangan Yuri sambil meringis memegangi pipinya.
"Kau lucu sekali," ujar Yuri dengan wajah tanpa rasa bersalah malahan suara tertawanya semakin keras.
"Yak!" bibir Yoona semakin melengkung ke bawah.
"Maaf...maaf. Aku hanya bercanda." Yuri memasang wajah seimut mungkin menatap Yoona.
"Ihh, tidak cocok sama sekali." sargah Yoona datar. Namun kemudian, kedua gadis itu saling bertatapan dan tawa mereka langsung pecah.
"Kau tidak imut, Yul. Berhentilah menunjukkan ekspresi seperti itu. Hahaha." ujar Yoona sembari cekikikan. Mendengar tawa Yoona, Yuri ikutan tertawa.
"Apa kau sering menunjukkan ekspresi itu kepada Kyuhyun Oppa?" tanya Yoona.
Yuri tersentak, "Tentu saja tidak!" Rasanya sangat memalukan, batin Yuri.
Yoona tersenyum mengejek, "Kenapa tidak?"
Yuri bergumam sendiri sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Huh? Kau bilang apa?" tanya Yoona.
"Itu sangat memalukan. Lagipula untuk apa aku harus berekspresi seperti itu kepada Kyuhyun." cicit Yuri sambil mengalihkan perhatiannya kepada buku-buku yang sudah tersusun rapi di dalam tas di atas meja.