Saya yakin kalian paham bagaimana cara menghargai seorang penulis.
.
.
.
"Eh itu siapa?" Tanya seseorang seraya menunjuk seorang gadis.
"Ga tau, anak baru kali, manis bener astaga!" Jawab seseorang yang lain dengan hebohnya.
Dengan sebuah senyum manis yang mengembang di bibirnya, gadis yang kini menjadi pusat perhatian itu, berjalan dengan anggunnya mengikuti seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah pemilik rumah kost tersebut.
"Ikutin yok, kak!" Ucapnya seraya menarik tangan teman di sampingnya.
"Eh, astaga! Pelan-pelan lah, dek!" Teriak seorang gadis yang lain.
Menunggu. Itulah yang dilakukan oleh dua gadis tadi setelah 15 menit yang lalu mereka sampai di ruangan dimana ibu kost dan anak perempuan tadi berbincang.
"Abel, Gavina, sini nak." Panggil sang pemilik rumah kost- Bu Isna biasa orang memanggilnya -kepada dua gadis tadi yang tengah melamun.
"Kenapa Bu? Anak tadi siapa Bu? Anak baru kan? Satu kamar aja sama saya dan Kak Abel, mumpung masih ada tempat buat satu orang lagi Bu."
"Heh! Diam dulu bisa ga? Ibu belum ngomong apa-apa astaga, dek."
Senyum tak berdosa pun menjadi jurus bagi gadis bernama Gavina itu jika mendapat amukan dari Abel.
"Udah nak udah, iya anak tadi anak baru di sini, dan berhubung kamar kalian masih sisa satu, dia sekamar sama kalian aja ya?"
Dengan senyum sumringah, mereka berdua menganggukkan kepala sebagai tanda setuju.
🔥
"Ini kamar kita sekarang, buat dirimu senyaman mungkin di sini, itu ranjang buat kamu. Tenang aja, di jamin bersih karena tiap hari selalu kami bersihkan..."
"...perkenalkan, aku Abellysa, panggil aja Abel biar simple. Dan yang lagi tiduran di lantai itu Gavina. Salam kenal, nama kamu siapa?" Jelas dan tanya Abel.
"Panggil Gavin aja ye, gue menolak dipanggil Gavina." Sahut Gavin dengan posisi yang masih sama.
"Hehe, iya kak, aku Levaza, terserah mau manggil apa, salam kenal juga." Ucapnya seraya tersenyum.
"Oke, cantik. Kita panggil lo Vaza aja. Jangan canggung sama kita, anggap aja seumuran, gue kelas dua SMA, Kak Abel tiga SMA. Lo kelas berapa?"
"Kelas satu SMA, kak. Gue ga pernah ngerasa canggung. Gue udah anggap kalian kakak gue. Tolong bantuannya dan perhatiannya selama gue di sini." Kata yang muda seraya mengambil posisi berbaring di samping Gavin.
"Asiiikk pake gue-lo. Ikut baringan juga sama gue, tos dulu sini."
Tawa pecah pun terdengar setelah Gavin dan Vaza saling mengaitkan tangan mereka.
"Gue paling tua berarti? Dan punya adek macam mereka berdua? Astaga, mimpi apa gue semalam?" Keluh Abel dengan membatin saat melihat tingkah dua manusia yang tengah berbaring di lantai itu.
Refleks, kaki Abel melangkah mendekati kedua manusia di lantai itu, dan Abel pun membaringkan tubuhnya di samping kedua adiknya. Membicarakan tentang apapun yang terlintas di otak mereka hingga akhirnya keheningan pun terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Temporary Love
SonstigesSepi. Keadaan inilah yang di rasakan oleh gadis tersebut. "Jadi, biarkan semuanya berlalu bagaikan angin, karena kehidupan diibaratkan seperti sebuah roda, tak selamanya menetap di atas, dan tak selamanya pula menetap di bawah..." Entah berapa kali...