Part 2

32 3 1
                                    

Double update nih☺️
Happy reading!

.

.

.

Menundukkan kepala, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana dengan kaki yang terus berjalan menyusuri jalanan sepi di malam itu.

Menuju salah satu taman di kota tersebut, dan memilih untuk menidurkan dirinya di atas salah satu kursi di taman itu. Menatap gemerlap bintang di langit dengan pandangan kosong seraya merenungkan semua masalah hari ini. Mungkin.

"Hiks..." Isakan kecil keluar dari mulut gadis itu.

"Ck! Selalu aja gini, tiba-tiba nangis ga tau sebab." Ucap gadis itu seraya mengambil posisi duduk dan menghapus kasar air yang menetes dari matanya.

"Ngapain lo? Mau mangkal? Jangan di sinilah, di kamar gue aja lebih enak."

Gadis itupun spontan mendongakkan kepalanya saat tiba-tiba seorang lelaki tinggi berdiri di depannya.

Buram.

Satu kata untuk gadis itu kala tak dapat melihat dengan jelas wajah sang lelaki.

Menepuk kuat dahinya sendiri setelah ingat bahwa barusan dia melepas kacamatanya saat menghapus air mata tadi. Gadis itupun mengalihkan atensi pada kacamatanya untuk dibersihkan dan kembali menggunakannya.

Namun sebelum kacamata itu benar-benar terpasang di depan matanya. Sebuah tangan mendongakkan dagu gadis itu dengan maksud agar sang gadis menatap pemilik tangan tersebut.

"Lo habis nangis? Ada masalah?"

"Apaan sih?! Ga ada apa-apa, kepo bener." Jawab gadis itu seraya menyentakkan tangan sang lelaki dan kembali memasang kacamatanya.

"Ya udah sih, kalau gitu jawab pertanyaan gue."

"Udah gue jawabkan? Ga ada apa-apa."

"Pertanyaan pertama, Gavin sayang. Lo ngapain di sini?" Ulang lelaki itu dengan gemas.

"Dih, tiap hari gue ke sini kali. Seharusnya yang nanya ya gue, ngapain lo di sini? Biasanya kan lo nginep di rumah Bang David."

"Tau darimana kalau gue sering nginep di sana? Cieee perhatiin gue diam-diam ternyata."

"Pede bener astaga. Udahlah gue mau pulang, panas banget hawanya gara-gara ada demit di depan gue." Baru satu kaki melangkah, tiba-tiba Gavin merasa dirinya melayang kala lelaki yang ternyata adalah Vadrick itu mengangkat dirinya bagaikan karung beras.

"Woy! Turunin gue! Gue mau pulang!" Berontak Gavin seraya memukul brutal punggung Vadrick.

"Ahh!"

Mencubit pinggang Vadrick adalah yang dilakukan oleh Gavin sekarang. Bodoh. Iya, Vadrick bodoh karena dengan tidak berdosanya dia meremas bokong Gavin agar Gavin tak banyak gerak.

"Jangan dicubit, sakit..." Ucap Vadrick seraya mengusap bekas cubitan Gavin di pinggangnya.

"...gue anterin pulang, sayang. Udah jam segini ga baik cewek pulang sendiri, apalagi lo jalan kaki. Tapi niat gue buat anterin lo balik ke kost-an lo malah pengen gue bawa balik ke rumah, enak tu desahan kalau di resapi."

"Bodoh! Menghalu aja sono dah. Turunin gue ga?! Gue udah biasa pulang sendiri!"

Tak menghiraukan ucapan Gavin, Vadrick lebih memilih untuk mendudukkan Gavin di atas motornya. Kemudian memposisikan dirinya di depan Gavin, lalu menghidupkan mesin motor dan melajukannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1. Temporary LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang