"Kak.." Kembali dengan dinda adik bungsu ku."kemarin dinda laper kak di sekolah, uang jajan dinda udah abis kak, jadi.."
Aku tau arah tujuan nya kemana, gatau kenapa tapi aku tau aja.
"jadi kamu mengambil nya dek?" Tanya ku berusaha tak menghakimi
"iya kak, dinda bener-bener laper."
dia menceritakan dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan
"mau dengar dongeng gak dek?" Tanya ku berusahan mengontrol suasana
"hmm?..mau kak." Seulas senyum mulai terlihat di ujung bibirnya.
Suatu hari, di tempat yang sangat jauh, ada gubuk reyot berdiri dengan kokoh. Halaman nya kecil, kemungkinan hanya sepetak, atap nya hanya jerami.
Pintu? Kemungkinan hanya 2 dilengkapi 1 buah jendela."intan lapar buk." Rengek seorang anak kecil, dengan mata bulat hitam bersinar dengan tubuh yang kecil, bahkan kurus.
"iya nak, sebentar ya, ibu masakin dulu untuk intan, sekarang intan tidur dulu aja ya."
"dari tadi intan coba tidur buk, tapi gabisa, cacing di perut intan, seperti demo buk."
"iya sayang, yang sabar ya."
Ibu paruh baya ini mengarah ke dapur, melihat tempat persediaan bahan makanan, tapi sayangnya kosong.
"ya Tuhan, apa yang harus aku masak untuk anak ku? Sudah 3 hari kami tidak makan, apa aku harus memotong tangan ku ya Tuhan? Hanya untuk mengisi perut yang di demo oleh cacing kecil ini?"
Kemudian...Hiks.. Hiks..
Suara tangis kecil terdengar sedu."kenapa dek?" Tanya ku demikian.
"dinda..hiks.. Malu kak, dinda..."
Tangis nya semakin menjadi-jadi, bahkan ucapan nya pun tak sampai di penghujung kata.
"kak, besok dinda mau bayar gorengan yang udah dinda ambil tadi kak, dinda gamau mencuri lagi kak.. Hikkss..."
"Syukur kalau kamu mengerti arti kehidupan dari dongeng yang belum selesai kakak ceritakan ini dek" Kata ku di penghujung kata
Dengan pelukan hangat sebagai penutupnya.