Hari Yang Buruk

1 0 0
                                    

“Jauhi Billy,” ucap Bram sambil menatap ku dengan serius. Aku yang mendengar permintaan Bram hanya menjawab dengan mengerjap-ngerjapkan mataku.

(teeetttt) suara bel sekolah berbunyi menandakan pelajaran sekolah akan dimulai, memotong pembicaraan kami yang belum selesai.

“kenapa aku harus menjauhi kak Billy?” tanyaku dengan bernada tegas.

Jika dia sangat membenci kakaknya, benci saja sesuka hatinya tapi tidak menggunakan cara ini. Billly menyukai ku dan dia menyuruhku untuk menjauhi Billy supaya Billy patah hati atau … ah sudahlah aku malah semakin banyak pikiran dibuatnya. 

“bukan nya sudah jelas, Billy itu anak yang bermasalah jadi lebih baik jangan dekat-dekat,” kata Bram santai sambil membuka kembali bukunya.

Entah kenapa muncul perasaan kesal di benakku, maksud ku enak saja dia main memperintah ku sembarangan, aku tahu kak Billy emang playboy dan bandel. Tetapi itu kan masih pilihan ku untuk tetap ramah dengan nya atau tidak.

“enggak mau, siapa kamu berani ngurusi kehidupan ku,” ucap ku kemudian berdiri dari bangku yang ku tempati “aku bakal gantiin uang kaus ohlaraganya” kemudian aku langsung pergi meninggalkan nya.

Aku yang seharusnya berjalan lurus ke depan untuk sampai ke kelas justru menaiki tangga. Baru beberapa pijakan tangga, kaki ku tersandung oleh tangga dan tubuhku kehilangan keseimbangan, membuat ku terjatuh tepat disiku ku yang bertabrakan dengan lantai keramik. Aku meringis kesakitan menahan rasa sakit dari siku ku itu, aku bahkan enggan berdiri.

“please jangan sampai dilihat dia, pleaseeee” batin ku tanpa menggerakkan tubuh ku sama sekali.

Entah darimana tangan itu tiba-tiba muncul membantuku berdiri, aku berdiri pelan-pelan dengan bantuan tangannya. Darah mengalir melewati betisku, sakit sekali   rasanya sampai membuat mataku berkaca-kaca. Aku melihat ke arah tangan yang membantuku tadi ternyata itu adalah Bram. Aku menggigit bibirku menahan malu.

“maaf ya” kata itu keluar dari mulut Bram.

“buat apa?”

Pertanyaan ku tidak digubris sama sekali, Bram langsung menggendongku ala pengantin wanita, spontan aku mengalungkan tangan ku dilehernya. Mataku melihat mukanya yang tidak jauh dari jarak mukaku. Aku mengeratkan tangan ku dan tidak bernapas beberapa detik.

“woah dia tampan sekali dilihat dari dekat seperti ini” ucapku dalam hati.

Bram menurunkan ku di atas kasur, aku langsung bangkit untuk duduk di tepi kasur. Penjaga uks yang adala adik kelas kami segera mengampiri kami berdua.

“kakak boleh ke kelas, biar kak Viona saya yang urus” ucap perawat itu se-profesional mungkin. Bram hanya mengangguk membalas perawat itu dan pergi dari uks.

“kok bisa jatuh si kak?” ucap nya sambil menempelkan kapas yang sudah dibaluri oleh alkohol di lutut ku
“kurang hati-hati aja” ucap ku menahan perih.
“enak ya digendong sama pacarnya kesini” dia tersenyum melirik ku
“dih bukan pacar ku kok, Cuma temen”
“masa sih kak?” ucapnya terus dengan nada menggoda
Tanpa basa-basi lagi langsung kujitak kepalanya, dia hanya mengaduh kemudian tertawa kecil.

“ya udah makasih ya” ucapku sambil mengetok pintu kelasku.
“iya sama-sama kak”
Aku masuk ke kelas, semua murid melihatku termasuk guru killer kami yang bernama bu Dwi yang ada tak jauh dari depanku. Aku tersenyum canggung kepada guru ku yang terlihat sangat murka. Setelah kujelaskan kepada bu Dwi dengan panjang lebar akkhirnya aku di persilahkan duduk. Kemudia bu Dwi melanjuutkan pelajaran.

“eh kamu dari mana saja? Kami khawatir loh sama kamu,” kata Desi yang cukup terlihat panik dengan luka di lutut ku
“ke toilet doang kok sampai jatuh gitu sih” sambungnya lagi.
“iya lantainya licin gitu lah” jawabku sekenanya.

SasaengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang