Worry

43 6 2
                                    

Hari ini saya memilih untuk izin dijam pelajaran terakhir. Saya merasa hari ini tidak enak badan karena semalam saya begadang hingga jam 2 pagi akibat mengerjakan tugas deadline dan mengulang materi 2 mata pelajaran untuk ulangan. Untung saja pelajaran seni budaya menjadi mata pelajaran jam terakhir dan gurunya pun cukup longgar. Hari ini juga bukan jadwal latihan. Jadi, saya akan pulang duluan untuk mengistirahatkan diri di rumah.

Di UKS saya tertidur hingga pulang jam sekolah. Saya mendengar suara bel sekolah yang berdering 3 kali tapi, saya memilih untuk tetap tertidur sebentar lagi karena kepala saya benar-benar pening sekali. Namun, setelah 20 menit suara bel sekolah berlalu tidur saya terusik oleh seseorang. Saya memang merasa ada beberapa orang yang masuk ke UKS dan seorang lainnya menyibak bilik tirai ranjang. Saya juga merasakan seseorang itu tiba-tiba menyelimuti tubuh saya dengan sesuatu, sepertinya sebuah jaket. Kemudian ranjang disebelah saya berderak karena dia duduk disana.

Saya yang merasa penasaran pun memilih untuk membuka mata dan melihat ada siapa diseberang saya. Lagipula dia sudah mengganggu tidur saya. Cukup menyebalkan sebenarnya.

"Eh, Kak Nilam, udah bangun? Gue ganggu ya? Maaf." Suara itu langsung terdengar ketika dia melihat saya membuka mata dan menoleh ke samping kanan.

Saya mengerutkan dahi. Ada Fajar yang duduk diseberang saya dengan wajah tidak enaknya. Jadi, dia yang memberikan jaketnya. Saya pun menarik jaketnya dan berusaha untuk duduk.

"Kakak sakit? Pucet banget." Tanyanya.

Saya hanya mengangguk, kepala saya benar-benar pening.

Dia malah turun dari ranjang dan menghampiri saya. Dia meletakkan punggung tangannya didahi saya. Saya memundurkan kepala saya.

"Panas." Gumamnya.

"Kakak demam. Kecapekan, Kak?"

"Kayaknya."

"Terus kenapa masih disini? Kenapa nggak pulang?"

"Nunggu jemputan." Jawab saya.

"Udah makan?"

"Udah sama roti dan susu kok."

Tiba-tiba dia menyentil dahi saya. Saya melotot kesal. Itu benar-benar sakit.

"FAJAR!!"

"Udah tau sakit, kenapa nggak makan nasi? Roti sama susu doang nggak cukup."

"Nanti aja gue makan di rumah."

Sebuah pesan langsung masuk ke ponsel. Saya pun mengecek ponsel untuk melihat pesan dari Kak Bana.

Kak Bana🧡🤪
Kakak sebentar lagi sampe ya, dek. Kakak jemput di UKS nggak?

Alnilam
Nggak usah, nanti aku tunggu di parkiran.

"Gue beliin makanan ke kantin ya, Kak atau mau bubur?" Fajar kembali bertanya. Raut wajahnya khawatir. Saya pernah melihat raut wajah itu ketika dia melihat Adis yang terjatuh kemudian terkilir cukup parah.

Saya tersenyum, mencoba menunjukkan saya baik-baik saja. Sebenarnya saya memang masih baik-baik saja dan cukup kuat.

"Nggak usah, Jar. Yang jemput gue juga sebentar lagi datang kok."

Fajar mengembuskan napasnya, "Udah minum obat? Kalo gitu gue beliin roti lagi aja ya? Buat ganjel perut aja, Kak."

"Ngg-"

"Tunggu sebentar ya, Kak."

Belum saya mencegahnya lagi, dia sudah bergegas keluar dari UKS. Kemudian saya mendengar beberapa suara langkah kaki terburu lainnya yang masuk ke UKS. Tirai pun tersibak dan menampilkan wajah Dara, Rara, Chandra, Arjuna, dan beberapa anak lainnya.

Younger Than MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang