Delapan

3.6K 726 68
                                    

Target nggak terpenuhi, tapi nggak apa-apa. Emak tetap rutin update mulai sekarang. Bukan apa-apa, emak lihat yang baca sama vote itu jomplang banget bedanya, emak curiga banyak sider. Tapi yasutralah...

Semoga sukaaa

Hepo reading lope~lope

***

Mala duduk di tepi tempat tidur, mendesah gusar, beberapa kali melirik pintu kamar mandi. Kenapa dirinya mendadak gugup seperti ini? Ini bukan yang pertama untuknya. Mala menyeka keringat di keningnya, memindai setiap sudut kamar. "Nggak ada AC ya di sini? Kok mendadak gerah sih," gerutu Mala kemudian berdiri, bermaksud untuk membuka jendela kamar.

Baru beberapa langkah, pintu kamar mandi terbuka. Seketika Mala berlari, tangannya bergerak membereskan tempat tidur. Padahal jantungnya berdegup seperti ingin lepas dari tempatnya.

"Kamu ngapain?"

Mala terperenjat, mengembuskan napas perlahan. "Ya beresin kasur lah..."

Sebelah alis Adam terangkat, mengulum senyum geli. "Sebelum kita pulang, Mama udah nyuruh asisten rumah ini buat beresin kamar." mata Adam berkilat geli, kakinya melangkah lebih dekat dengan Mala. "Apa emang kurang rapi?"

Mala menahan napas, merutuki kegugupannya. "Hem... tadi masih ada debu-debu waktu duduk di sini."

Bibir Adam membulat sempurna. "Saya jadi curiga."

Seketika Mala berbalik. "Curiga apa? Memang saya kenapa?"

"Kamu mengidap OCD?"

Kening Mala mengerut heran. "Apa itu?"

"Obsessive compulsive disorder, dimana kamu diserang kecemasan kalau nggak melakukan satu pekerjaan berkali-kali."

"Gangguan mental?" tanya Mala yang diangguki oleh Adam. Kerutan di kening Mala hilang, tatapan matanya berubah sengit. "Enak aja!" sembur Mala refleks. "Emang susah ya nikah sama dokter, bawaannya diagnosis orang terus."

Adam tertawa. "Terus, kenapa kamu beresin kasur yang udah bersihin dan udah rapi, hem?

"Ya emang tadi ada debunya, kok. Buat apa saya bohong, yee..."

Tawa Adam semakin membahana. "Orang yang lagi bohong, pasti mengaku dirinya nggak bohong. Nggak apa-apa."

Mala mencebik, mengentakkan kakinya kesal. Tangannya perlahan menarik bantal, tatapan Mala semakin menajam. Bibirnya menyeringai misterius. "Ini malam pertama kita, ya?"

Tawa Adam terhenti. "Iya? Kita mulai ritual?"

Seringai Mala semakin terlihat menyeramkan, tanpa aba-aba tangan Mala bergerak menghajar Adam dengan bantal tersebut. "Ritual bengeut maneh! (Mukamu)"

Adam meringis, mundur beberapa langkah. "Ini salah saya apa? Kenapa ditimpukin begini woy?"

"Salah situ banyak banget, nggak bisa dijabarin satu-satu!" Mala terus melayangkan pukulan pada Adam. Rasa gemas dan juga kesal bercampur satu.

Adam tergelak, menghindari pukulan yang dilayangkan oleh Mala. "Oke, oke, saya ngaku salah. Ya ampun..." Adam tertawa keras, nyaris terpingkal-pingkal setelah melihat ekspresi Mala yang menggemaskan. Adam duduk di lantai, masih tertawa. "Damai aja, sih."

Mala mencebik, melempar bantal sembarang. "Nggak ada perdamaian di antara kita, ya," tekan Mala dengan nada penuh peringatan.

"Kalau nggak ada damai di antara kita, boleh dong ada cinta di antara kita?" goda Adam dengan mata yang berkilat jahil.

Mala mengerenyit jijik. "Nggak sekalian aja jangan ada dusta di antara kita?"

Tawa Adam semakin membahana. Ini yang dia suka saat berdekatan dengan Mala, selalu ada tantangan sekaligus hiburan untuknya. "Oke! Maaf, maaf." Adam berdiri. "Sensi banget, Buk. Lagi datang bulan, ya?"

Pernikahan Semusim (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang