Desperate Human

2K 220 45
                                    

"KAK DOYOON!!! BERHENTI!!!"

Jeritan seorang anak kecil berumur 3 tahun itu membisu tak terdengar, terkalahkan oleh deras suara deru air yang turun.

Pisau berlumur darah itu perlahan terjatuh dari tangan lelaki itu, ia tersungkur dihadapan mayat seorang wanita paruh baya.

Lelaki itu baru saja membunuhnya, membunuh ibu kandungnya sendiri.

Mayat ibunya tergeletak ditanah dengan bersimbah darah membuat cairan merah itu menggenang disekitarnya.

"Ibu, maafkan aku" lirihnya sembari terisak.

Lelaki itu menghampiri seorang bocah yang sedari tadi menjerit dan menangis, ia pun melepaskan tali yang ia lilitkan pada bocah itu. Bocah itu ketakutan, ia berusaha menghindar namun lelaki itu lebih cepat, ia menarik tangan dan menggendong bocah itu secara paksa menghiraukan betapa kencangnya jeritan dan tangisan dari bocah itu.

Bocah itu menangis sekencang-kencangnya namun suara itu diredam oleh deru hujan.

Doyoon bisa tenang.

Tidak akan ada tetangga yang menyadari ataupun mendengar mereka.

"Sshh, diamlah adikku, ini demi kebaikan hidup" bisiknya

Melihat adiknya menangis kesakitan membuatnya menyesal, tapi ini sidah terjadi, ia harus memulainya.

Doyoon menurunkan bocah itu dari gendongannya, kemudian ia tutup mata adiknya dengan sebuah kain dan kembali melilitkan tali pada kedua tangan adiknya itu. Lalu ia kembali tersungkur dilantai, dekat mayat ibunya.

Ia perlahan-lahan menyebar darah ibunya itu ke sisinya.

Lelaki itu menggambar sebuah lingkaran besar menggunakan darah, lalu perlahan-lahan, sebuah pentagram besar terbentuk.

Deru hujan semakin deras, ditambah suara petir yang sering keluar menggema menakutkan.

Akhirnya, gambaran itu selesai.

Sebuah bulatan diisi dengan pentagram besar menggunakan darah ibunya.

Ia menggendong kembali adiknya itu dan membawanya ke tengah pentagram tersebut. Bocah itu hanya bisa terdiam ketakutan sementara ia mengucapkan mantra-mantra tak jelas dari bibirnya.

Lalu ia mengambil sebuah kertas putih, pisau, dan tinta.

"Tuan, aku memanggilmu. Aku memiliki jiwa yang berkualitas untuk dijual"

Tiba-tiba lingkaran dan pentagram itu terbakar, Doyoon memekik kaget. Adiknya semakin ketakutan merasakan adanya kobaran api yang besar disekitarnya.

Kobaran api itu semakin membesar. Asap berkumpul disekitaran lingkaran itu dan munculah sebuah kaki hewan, tepatnya kambing, berwarna merah, sosok makhluk menakutkan yang ia panggil itu muncul.

Lucifer.

Simbol dari segala dosa dan cela didunia.

Doyoon ketakutan, tubuhnya bergetar hebat. Setan itu benar-benar ada dihadapannya.

"Lihatlah dirimu, kau yang memanggilku tapi kau begitu ketakutan? Bodoh." ucap setan itu lalu tertawa

Sang Lucifer mendekat ke arah seorang bocah di tengah-tengah pentagram tersebut. Bocah itu hanya terdiam lemah dengan tangan yang diikat dan mata yang ditutup.

"Apa yang kau inginkan dariku, sampai-sampai menumbalkan ibumu dan adikmu sendiri?" tanyanya

"T-tuan, a-aku ingin ketenaran" tutur Doyoon.

Iblis itu melepaskan balutan kain pada mata bocah itu, menampakkan tatapan mata tajam yang sedang ketakutan. Tanpa sadar mata merahnya tak henti menatap manik tajam yang sedang ketakutan itu.

"Kau ingin ketenaran, Doyoon?"

Doyoon mengangguk-angguk setengah ketakutan. Lalu ia menuduk dan menyambah penguasa neraka itu, "Aku menjual jiwa ibuku dan adikku, demi ketenaran yang kekal, tuanku."

Lucifer hanya diam, memperhatikan tingkah laku sang kakak dari bocah itu begitu putus asa.

Manusia itu begitu bodoh dan menyedihkan, pikir Lucifer.

"Campurkan darah dan tinta itu, lalu tuliskan namamu dikertas."

Doyoon dengan cepat mengambil pena didalam laci, kemudian ia melukai ujung jarinya lalu meneteskan beberapa darah ke dalam tinta, ia mengaduk tinta itu dengan terburu-buru. Perlahan ia menuliskan namanya dengan tinta darah itu.

Sementara sang Lucifer membawa bocah yang menjadi tumbal itu kedalam gendongannya. Tentu saja, bocah itu menjerit ketakutan.

Ia melihat wujud setan menyeramkan dari segala mimpi buruk umat manusia tepat didepan wajahnya.

"Aku menakutimu ya? Baiklah kalau begitu..."

Wujud menyeramkan itu berubah menjadi manusia tampan berbahu lebar dengan balutan jas hitam ditubuhnya, terlihat begitu sempurna seperti lelaki pujaan para wanita.

"Sudah, Tuanku" tutur Doyoon.

"Bakar"

Dengan cepat, Doyoon langsung membakar kertas itu dan kertas itu seketika lenyap.

Selesai.

Lucifer menyeringai.

"Bodoh sekali. Hei kau, sepertinya aku tertarik dengan bocah ini."

Mata Doyoon membelalak, tubuhnya mulai terasa hawa panas padahal ia sudah menjauh dari kobaran api. Ia mulai menjerit merasakan panas bara api yang menjalar ditubuhnya.

"T-tuan, apa maksud -AKHHHHH PANASSS"

"Aku tidak suka makhluk bodoh sepertimu, jadi lebih baik kau saja yang lenyap."

"Kumohon t-tuan tidak -AKHHHHHH"

Kobaran api itu menyambar tubuhnya, ia meronta-ronta kesakitan. Ini bukan api biasa, tapi api kekal dari neraka.

"Jangan menangis, kau akan menjadi pengantin iblis yang begitu mempesona, iya kan sayang?" ucap Lucifer pada bocah didalam gendongannya.

Rumah itu perlahan-lahan termakan api, dan iblis itupun ikut terbakar. Bocah itu semakin menjerit dan menangis ketika api mulai menjalar ke tubuhnya-

"BUKA PINTUNYA, SIALAN!"

Ketokan pintu yang begitu keras dengan umpatan yang dilontarkan seseorang didepan rumahnya membuatnya terbangun. Ia memegang kepalanya yang begitu sakit lalu menghela napas.

"Sial. Pasti bayaran sewa." keluhnya

Ia berjalan dengan lemas ke depan pintu rumahnya menemui seseorang yang sedari tadi mengumpatinya tanpa henti.

"Ada ap-"

"BAYAR UANG SEWAMU!"

"Aku belum punya uang, tenang saja pasti aku bayar" lirihnya.

"Dengar ya, Choi Yeonjun. Kalau besok kau tidak bayar, tubuhmu itu jadi milikku."

"Apa aku tidak-"

PLAK!

Sebuah tamparan melayang pada pipi Yeonjun, sangat menyakitkan.

Orang itu pun pergi meninggalkan luka yang begitu menyakitkan pada Yeonjun.

Tapi, Yeonjun tidak mengeluh atau bahkan menangis. Ia sudah terbiasa mendapat perlakuan seperti itu, lagipula dia ini emang manusia pendosa.

"Setidaknya disini aku bisa terjauh dari makhluk itu."

The RebelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang