― 六月 ―

75 11 0
                                    

"Who your parents are doesn't define who you are or what you are. It's you yourself."

✽✽✽

Seharusnya hari ini berjalan seperti biasanya.

Datang ke sekolah, mengerjalan tugas dari guru, terkadang mengganggu Shinsou, diakhiri dengan latihan sepulang sekolah yang belakangan ini ia lakukan bersama Shinsou. Setidaknya itulah keseharian Chiyoko pada umumnya. Hanya saja semuanya berubah drastis saat Chiyoko berjalan sendirian di lorong.

Biasanya dia selalu bersama Shinsou atau setidaknya teman sekelasnya. Berjalan berdampingan atau mengekor dari belakang seperti anak ayam. Fokusnya hanya pada teman-temannya saja, sehingga dia tidak begitu memperhatikan sekitarnya dengan seksama.

Hari ini berbeda. Dia berjalan sendirian di lorong. Dan pada saat itu dia mendengar semuanya. Ucapan mereka. Desas-desus yang mereka keluarkan sambil menunjuk Chiyoko.

"Itu dia."

"Oh, aku pernah mendengarnya."

"Murid departemen umum?"

"Namanya, Shirayanagi ...."

"Bukankah itu ...."

Biasanya Chiyoko hanya mengabaikan hal seperti itu. Bukan berarti ini adalah hal yang baru. Tidak. Chiyoko sudah terbiasa. Ini adalah hal yang biasa keluarganya terima semenjak kecil. Bagaimana orang menatapnya penuh rasa takut atau bahkan jijik. Jari yang menunjuk ke arahnya seperti menusukkan belati ke tubuh Chiyoko. Ucapan yang bahkan setajam silet, menyakitkan namun tidak meninggalkan luka.

Ya. Ini bukan hal baru. Chiyoko sudah terbiasa. Dia seharusnya sudah terbiasa dan tidak terganggu dengan hal ini. Tetapi dia tetap saja merasakan rasa takut begitu mendengarkan kalimat yang paling dia takuti.

"Penjahat."

"Putri dari penjahat."

"Putri seorang pembunuh."

"Menakutkan."

Langkah kaki Chiyoko berhenti. Dia bisa merasakan napasnya menjadi berat. Tangannya gemetaran. Keringat dingin mengalir dari kening. Kepalanya tertunduk, rasa percaya dirinya untuk berjalan dengan kepala terangkat musnah begitu saja. Tanpa sadar salah satu tangannya bergerak menutupi mulutnya sendiri.

Pada akhirnya dia berbalik dan melangkah cepat meninggalkan lorong tersebut. Satu tangan menutupi mulut, satu tangan menutupi telinga guna menghentikan ucapan pedas yang ia dengar barusan. Kakinya melangkah cepat dan panik. Jantungnya memompa dengan cepat, kian lama hanya membuat Chiyoko semakin tidak nyaman.

Begitu dia menemukan lorong yang sepi, tanpa pikir panjang Chiyoko menjatuhkan dirinya ke lantai. Dia duduk sambil bersandar pada dinding. Kedua tangannya ia dekapkan di depan dada, sambil merasakan jantungnya yang masih berdegup kencang. Kedua tangannya tidak berhenti gemetaran. Meski dia berusaha menghentikannya.

Detik berlalu, berganti menit. Chiyoko sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Setidaknya jantungnya sudah menenang. Tangannya pun juga mulai berhenti bergetar. Begitu merasakan dirinya menenang, Chiyoko juga merasakan energinya sedikit terkuras.

Perlahan ia mendekap lututnya di depan dada, memeluknya dengan sedikit erat. Walau dia mengingatkan dirinya untuk segera kembali ke kelas, Chiyoko merasa tidak memiliki energi untuk berdiri dari tempatnya. Tubuhnya menggigil saat membayangkan tatapan-tatapan di lorong barusan. Untuk pertama kalinya setelah memasuki UA, Chiyoko kembali merasakan rasa takut yang menghantuinya selama bertahun-tahun.

1 Semester || Shinsou HitoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang