Bangtan memulai konser World Tournya lagi. Mereka kini sedang bersiap-siap untuk pergi ke Amerika. Namun, sebelum itu mereka tengah bersyukur karena bisa menghabiskan waktu libur dua hari setelah konsernya di London selesai. Para member bebas pergi ke mana saja yang penting maasih dalam pengawasan staff. Tapi semua itu tak menarik bagi Jung Kook, menurutnya sama saja. Pergi berlibur dengan diawasi staff sama saja pergi bekerja. Si maknae itu memutuskan untuk tinggal di hotel karena malas bepergian. Ia hanya menghabiskan waktu tidurnya untuk bermain game kesayangannya.
"Serius kau tidak ingin keluar?"
"Em..."
Jawab Jung Kook malas dengan mata masih menatap layar ipadnya.
"London Tower sangat bagus di sore hari...kau mau nganggurin kameramu?"
"Aku malas...lagipula ada Jung hyung...sama saja aku bekerja..." (Jung hyung si manager)
"Hais ya sudah..."
Tae Hyung mengabaikan Jung Kok yang sudah sibuk dengan gamenya. Ia sendiri pergi menikmati pemandangan kota London bersama Jimin. Kini hanya tinggal dia sendiri di hotel. Menikmati waktu privasinya bersama semua makanan yang sudah tersedia di kulkas. Para hyungnya pergi dengan rencana masing-masing. Mereka tak bisa memaksa Jung Kook karena memang anak itu keras kepala. Satu jam dua jam berlalu tanpa ada perubahan, Jung Kook mulai bosan dan melempar ipadnya ke kasur. Ia menjatuhkan kepalanya ke bantal. Semua beban kepalanya terasa terhempas. Lelahnya perlahan hilang karena seharian dia sudah menghemat energi untuk tidak berjingkrak-jingkrak di panggung seperti biasa. Ia memandang jam yang menunjukkan pukul empat sore. Ia beranjak lalu melihat pemandangan yang tampak dari jendela. London sore begitu indah. Ia juga bisa merasakan sengatan hangat senja waktu itu. Dan tiba-tiba perutnya berbunyi. Ia segera membuka lemari es dan mengambil makanan apa saja yang menggugah seleranya. Membuka kameranya iseng-iseng dan bernostalgia dengan semua hal-hal yang sudah ia foto selama perjalanan ke London. Pikiran Jung Kook melayang. Ia menjatuhkan pandangan ke semua arah dan memastikan tidak ada siapa-siapa di sana. Tiba-tiba ia beranjak dari tempat duduknya dan bersiap-siap. Memasukkan semua barang yang perlu ke dalam tas dan membawa kamera kesayangannya keluar. Keluar hotel yang sebenarnya agak sesak karena ia tak bisa berbuat apa-apa di sana. Dengan topi, masker, dan jaket hitam yang membalut semua tubuhnya, ia sukses kabur dari pengawasan para staff. Jung Kok pun menuju jalanan London yang ramai. Ia merasa sedikit lega setidaknya tidak banyak orang London yang mengenalnya. Matanya berbinar. Senyumnya melebar melihat kebebasan. Udara begitu segar. Ia pun melepas maskernya sejenak demi merasakan atmosfir London yang begitu menenangkan.
"Wah..."
Ia melihat sekeliling, dan tertawa simpul. Bahkan tak ada yang peduli dengan dirinya. Ia memastikan lagi ekspresi orang-orang yang melihatnya acuh. Ini adalah momen ternyaman yang pernah ia rasakan di London. Semua jalanan yang ia lalui begitu mulus. Tak ada sasaeng, tak ada paparazi. Semua seperti berdamai dengannya. Ia mengehentikan langkahnya di depan sebuah bangunan menjulang tinggi. Matanya memucuk pada puncak gedung yang tertutupi sinar senja sore itu. Sebuah jam raksasa terpampang nyata di sana.
"Big Ben?"
Wajahnya sumringah. Naluri fotografernya pun keluar tanpa disuruh. Belum lama dia di sana memori kameranya sudah dipenuhi dengan foto gedung legenda itu. Jung Kok merasa lelah setelah mengelilingi daerah sekitar gedung Big Ben. Sebuah kursi taman menjadi sasarannya. Ia melepas lelah sambil melihat hasil foto-fotonya. Dia lalu melanjutkan perjalan namun tersesat. Batterai ponselnya habis dan dia tak bisa menghubungi siapapun. Ia juga lupa membawa dompet. Ia terus mencoba mengingat-ingat jalan pulang ke hotel namun ia benar-benar tersesat.
**
Sementara di hotel, kekhawatiran muncul. Semua member bingung saat mereka pulang dari berlibur.