01

13 1 0
                                        

Keringat membasahi pelipisku. Hingga terpaksa membuat aku terbangun. Tubuhku terasa panas karena aku pulang terlalu malam ditambah kemarin hujan. Kuraba keningku ternyata ada handuk kecil yang bertengger. Entah siapa yang menaruhnya yang pasti agar suhu ditubuhku cepat menurun.

Aku melihat jam di atas meja ternyata masih pukul 02. 00 pagi "waktunya sholat", gumamku. Dengan kepala yang masih merasa pening. Ku coba untuk mendudukan diri sambil mengucek - ucek mataku. Selepas sholat Tahajud. Ku sempatkan waktu untuk membaca mushaf kecil yang biasa kubawa saat bepergian.

Sekitar pukul enam pagi. Aku mencoba untuk ke dapur melihat apa yang bisa ku masak. Ternyata Rifqisyam Adnan Rasyid - Adikku - sudah berada disana entah apa yang dilakukannya. "Ngapain Qi?" tanyaku padanya. Meski hanya tinggal dengan Abi dan adik kembarku. Nyatanya aku tak pernah kekurangan kasih sayang. Malah adik ku satu-satunya ini yang amat cerewet tetapi juga perhatian membuat ku tidak merasa kekurangan apapun. Ia juga yang mengurus sebagian rumah.

Aku dan Qiqi hanya berselisih beberapa menit saja. Tapi kata Abi aku yang lebih tua darinya dan kami kembar identik. Harusnya seorang kakak lebih cerewet tapi nyatanya, adikku malah yang lebih cerewet.
"Ini lagi disuruh Abi bikin sup buat kakak, kata Abi kakak sakit kemarin." balasnya sambil memotong wortel. "Sini aku bantu." Beranjak dari tempat ku.
"Gak usak kak, kan kakak lagi sakit, nanti malah qiqi yang dimarahi sama Abi", sambil menuangkan sup ke dalam mangkok.
"Kalo gitu Qilla sakit terus aja, biar kamu masakin", jawabku sambil tersenyum.
"Yee, ini tuh soalnya Abi yang nyuruh, kalo Abi gak nyuruh mah, ya ogah." Sambil menyodorkan mangkok yang berisi sup, lalu beranjak pergi. "makasih," "Iya, sama-sama. Cepet sembuh ya twins" balasnya dengan berteriak.

. . .

Sekitar pukul jam empat sore. Aku dan Qiqi berkumpul dihalaman belakang rumah sambil menikmati risoles. "Qi, Abi mana?" "Entah, mungkin dikamar." Jawabnya sekenanya. Setelah kepergian Ummi, Abi seperti kehilangan separuh hidupnya. Tidak ada lagi guyonanan nya. Senyum hangatnya pun seakan telah pudar.

Memang, tidak ada yang mau kehilangan orang yang disayangi. Tetapi berlarut dalam kesedihan juga tidak baik. "Sesungguhnya mata akan meneteskan air dan hati akan bersedih. (Akan tetapi) kami tidak akan mengatakan kecuali apa yang akan diridhai Rabb kami dan sesungguhnya kami sungguh sangat sedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim." (HR. al-Bukhari).

. . .

Selapas sholat magrib aku dan Qiqi mulai menyiapkan makan malam. Karena kata Abi mau ada tamu. Entah tamu dari mana. Mungkin teman dekat Abi. Tak biasanya Abi tersenyum. Hatiku rasanya damai sekali melihat Abi bahagia. Bahagianya Abi juga bahagia ku. Karena sulit sekali melihat Abi tersenyum kembali.

"Assalamualaikum?"
"Wa'alaikum salam." lamunan ku buyar
"sehat kamu tief ?" tanya teman Latief Arsaq Rasyid - Abi - yang belum ku ketahui namanya. Dua orang pria yang satu seumuran dengan Abi. Tetapi yang satu sekitar berusia dua puluh tujuh sampai tiga puluhan. Di ikuti dengan satu Ibu paru baya seperti Ummi. Serta gadis kecil cantik yang pastinya masih di bangku sekolah. Tak lupa aku dan Qiqi ikut menyambutnya. "Oh ini yang namanya Qilla?" tanya ibu paru bayah yang bersalaman dengan ku. Ku cium tangannya dengan seluas senyum.
"Cantik." sahut gadis kecil itu.
"Iya... Seperti mbk Marwa."

Aku jadi ingat Ummi. Ummi pernah bercerita bahwa Abi adalah sosok yang lemah lembut dan penyayang. Selain wajahnya tampannya dan tubuhnya yang proporsional. Kata Ummi bahwa orang dengan dua orang anak ini - Abi - dapat memikat hati para wanita. Tapi Ummi yakin di dalam hati Abi hanya Ummi seorang yang ada di dalamnya.

"Alhamdulillah.. Sehat," jawab Abi dengan senyuman. Abi menyilakan tamunya untuk duduk. Dan sesekali Abi menawarkan jamuan yang telah disediakan.

Setelah kembali dari ruang makan. Pak Dayat - Teman Abi - mulai berbicara serius. Kami pun menunggu apa maksud kedatangannya.
"Nah karena hari sudah semakin larut, kami sekeluarga akan menyampaikan tujuan utama kami. Selain ingin bersilaturahmi... Niat Zidan yang akan melamar putri Abi, Qilla, malam ini,"

Jantung ku berdetak kencang karena ini pertama kali bagi ku. aku merasa kekurangan oksigen. Atmosfer ditempat ku terasa panas. Tubuh ku berkeringat dingin. Tidak mungkin ini terjadi. Apa aku tidak salah dengar?!
Seseorang tolong aku... Tampar aku juga tidak apa apa agar aku sadar, kalau memang benar katakan ini bukan mimpi! Mataku ku kedipkan beberapa kali, tapi tidak ada yang berubah. Ini benar terjadi kan? "Alhamdulillah... Saya senang mendengarnya. Tapi saya tidak menjawabnya. Semua saya serahkan kepada Qilla. Bagaimana, nak?"















Ciee nungguin ya 😁
Sekalinya update gantung pula, xixixi
Gimana menurut temen-temen tentang cerita ini?

Jangan lupa vote dan komen ya
Satu bintang dari kalian itu sangat berarti buat author

Love you ❤️

'in sha' allh huTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang