Hari ini aku petik sebuah kisah yang sebenarnya sudah lama aku niatkan untuk menulisnya dengan segera, namun maafkanlah aku juga manusia biasa dengan segala keterbatasan. Maaf ya sayang, jangankan dengan dirimu, terkadang dengan diri sendiri saja aku juga lupa bahwa aku sedang terluka. Luka itu tidak ada obatnya. Iya, semua akan terluka, terlukai luka-luka yang menganga akibat ulah manusia.
Silahkan dibaca dan jangan dulu bertanya. Kalau pun ada akan kujawab lain hari saja.
Hidup ini serasah jauh dari nilai esensinya, semua sibuk dengan catatan biografinya. Tak heran kadang menyingkirkan yang lemah demi menikmati glamour fasilitas yang ada. Dunia dan seisinya seperti hanya itu-itu saja, saling menimbulkan, menyebarkan, bahkan mewariskan kebencian, ketidaknyamanan, keangkuhan, permusuhan, dengan tujuan menyalahkan yang lain lalu sibuk dengan kebenaran masing-masing. Terkadang aku merasa jengkel dengan mereka. Sering melupakan peristiwa-peristiwa yang jarang terpikirkan. Bagi mereka semua hanya tentang kepalsuan. Cinta yang palsu, pengabdian yang palsu, jati diri yang tidak menemukan jalan terang. Menyelesaikan ketuntasan lalu melupakan kemaksimalan. Semua hanya tipuan belaka. Sekadar percaya namun tidak mempercayakan. Yang kekal dianggap biasa, yang fana justru dianggap luar biasa. Bahkan pendidikan yang katanya adalah kunci puncak peradaban kini telah mengalami kemubaziran. Negeri impian yang gagal diwujudkan hanya karena nafsu dan keinginan. Kearifan sudah tercampur kebinatangan. Sebuah elegi yang jauh dari maksud kebenaran dan mengesampingkan harapan yang diwariskan. Coba bayangkan pelan-pelan dan jangan menyalahkan keadaan. Bahkan justifikasi kesalahan lebih unggul dari klaraifikasi kekeliruan. Kata bapak kehidupan "isyma syi'ta," kemudian berlalu terbatas segera terkuburkan. Sebuah impian tidak sesuai harapan. Sebuah eutophia berubah menjadi pulau kehancuran. Para leluhur pernah bilang, "wahai pemuda dan umat manusia, tujuan kita ada di ujung sana. Sebuah pulau dengan pohon kelapa menjulang tinggi ke angkasa. Puncak keadilan dan kebenaran peradaban. Tapi kali ini aku tak bisa antarkan, kalian lanjutkan saja perjuangan dan jangan berhenti di tengah jalan. meskipun perjuangan tidak segampang dengan apa yang dibayangkan."
Semua rasa memang tidak terwakilkan oleh satuan kata. Aku memang bukan seorang ahli cinta dari negeri paling romantis, misalkan. Tapi percayalah aku bisa rasakan apa yang tidak mereka bayangkan, yakinlah.
Semua ini tentang rasa yang rahsa, mengenai nama aku masih menimbangnya. Intinya ini adalah tentang rahasia dunia. Dunia dari sudut pandang mereka yang dikira menyenangkan. Namun ketika sudah jauh aku merasakan, ternyata hanya tipuan dan kepalsuan.
Aku memang masih muda dan tidak terlalu tua. Tapi entahlah, hari ini aku merasa sedang tidak selera dengan dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Membaca Narasi Rahsa
RandomSebuah seni dalam membaca setiap pengalaman hidup manusia, asmara misalnya. Kenapa? Karena cinta adalah sebuah masa yang semua orang mengalaminya, ia adalah hal yang paling fundamental dalam kehidupan. Ini adalah paradigma penulis dalam memandang ci...