Ressa melangkah gontai di lorong rumah sakit sembari membawa alat pel, barusan ia selesai membersihkan beberapa kamar pasien yang sudah kosong yang akan di isi pasien baru. Hari ini Ressa sama sekali tidak semangat padahal jam kerjanya akan habis dan ia bisa bernafas lega bisa pulang ke rumahnya yang nyaman namun rumahnya yang nyaman kini berubah rumah angker karena keberadaan Valentin Nikolaus yang sejak kemarin enggan pergi dari rumahnya, bahkan lelaki itu sangat rakus makan di tempatnya hingga bahan makanan untuk satu minggu ludes tidak tersisa.
Semoga saja lelaki itu sudah meninggalkan rumahnya mengingat di dalam lemari pendinginpun makanan sudah tidak ada. Valentin tidak mampu bertahan dengan rasa laparnya seperti singa rakus.
Ressa yakin Valentin sengaja bersembunyi di tempatnya karena dendam selama ini Ressa tidak berlaku baik, bahkan Valentin sengaja memerasnya untuk minta di belikan daging terus menerus hingga uang Ressa pun terkuras. Sungguh lelaki kejam.
"Minggir!" Beberapa perawat melewati Ressa mendorong ranjang brankar yang di baringi seorang lelaki yang berteriak tidak jelas. Lelaki itu terpaksa tangan dan kakinya di ikat dan di bawa ke sebuah ruangan.
"Ressa!" Seru seorang wanita sembari menepuk bahunya mengejutkan Ressa yang menoleh pada rekannya bernama Tasya.
"Ngapain melamun di tengah lorong?" Tanya Tasya.
"Ah tidak, barusan beberapa perawat lewat membawa seorang lelaki, pasien baru?" Tanya Ressa penasaran.
"Iya, dia terlibat kasus pembunuhan tunggal, memakan daging korbannya, karena tidak bisa di tenangkan makanya di masukan ke sini." Jawab Tasya bergidik.
Ressa meneguk salivanya, kalimat memakan daging korbannya berputar putar di kepala Ressa, hampir saja tubuhnya terhuyung kalau saja Tasya tidak menahannya.
"Kamu kenapa?" Tanya Tasya cemas di balas gelengan kepala Ressa.
"Kamu terlihat pucat Ressa, sebaiknya kamu pulang jam kerjamu sudah habis." Kata Tasya menatap jam tangannya.
Ressa mengangguk samar, menyeret tubuhnya lagi dengan lunglai menjauh dari Tasya yang masih menatapnya.
Tasya sebenarnya curiga dengan perubahan sikap Ressa yang sering murung. Bahkan pagi tadi Ressa datang ke kosannya hanya untuk numpang mandi, saat Tasya mempertanyakan Ressa hanya menjawab air di rumah kontrakannya mati. Selama Tasya berteman dengan Ressa baru kali ini Tasya mendengar air di rumah kontrakan Ressa mati hingga sampai Ressa numpang mandi di kosannya.
Ressa memang cukup tertutup masalah pribadi. Mungkin karena pengalaman hidupnya yang pahit hingga Ressa tidak mudah percaya pada siapapun untuk berbagi keluh kesah termasuk Tasya sendiri yang bisa di bilang sudah sangat akrab sejak Ressa bekerja di rumah sakit ini.
Ressa sudah menyimpan alat kebersihan, ia mengambil tasnya dan melangkah ke parkiran menyeret sepedanya meninggalkan area rumah sakit jiwa.
Saat Ressa ingin membonceng sepedanya seorang lelaki menghampirinya seraya tersenyum manis padanya. Lelaki itu bernama Arman seorang OB yang baru tiga minggu bekerja di rumah sakit jiwa.
"Ressa aku punya dua tiket gratis nonton di bioskop, apa kamu ada waktu besok malam?" Kata Arman berbinar.
"Maaf aku kurang enak badan Arman. Ajak yang lain saja. Permisi." Tolak Ressa halus berlalu dari Arman yang berubah lesu.
Arman menatap tiket di tangannya menghela nafas lelahnya.
"Di tolak lagi." Gumamnya sedih sudah berapa kali ajakannya tidak pernah di terima Ressa, mungkin ia harus lebih gigih lagi meluluhkan hati wanita itu.
Ressa mengayuh sepedanya dan akhirnya sampai di depan perkarangan rumah kontrakannya. Ressa turun dari sepeda menatap horor pada rumahnya, menyeret sepedanya ke belakang rumah dan menaruhnya di sana. Ressa menaiki teras, tangan Ressa terulur menyentuh ganggang pintu sebelum ia pergi kerja memang pintu tidak ia kunci karena Valentin masih di rumahnya. Ressa hanya berharap kali ini Valentin sudah pergi dan tidak kembali lagi.
Klek!
Pintu di buka dan di dorong, Ressa menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan yang sepi. Ressa bernafas lega karena keberadaan Valentin tidak nampak sedikitpun. Ressa melangkah masuk dan mengunci pintunya.
"Baru pulang!" Sapa suara lelaki mengejutkan Ressa, ia berbalik menatap Valentin yang berdiri menjulang tidak jauh darinya membuat kedua kaki Ressa lemas seketika.
"Kau, kau ternyata belum pergi juga!" Kata Ressa frustasi.
"Aku masih betah di sini." Sahut Valentin santai.
Betah dia bilang, tapi tidak aku! Jerit Ressa dalam hatinya.
"Aku tidak punya uang membeli daging lagi, lebih baik kamu pergi!" Usir Ressa lantang. Valentin malah terkekeh ia mendekat membuat Ressa memundurkan langkahnya. Sekejap Valentin menangkap tangan Ressa dan menyeret wanita itu ke dapur.
"Apa yang kamu inginkan hah, kamu akan di penjara dan hidupmu akan suram bila memakan dagingku!" Jerit Ressa menolak ikut namun tubuhnya terlalu lemah dengan kekuatan Valentin yang terus menyeretnya.
Ressa terus menolak dan brontak sampai Valentin memaksanya duduk di kursi menghadap meja yang penuh dengan makanan. Ressa terdiam menatap heran pada banyak makanan memenuhi mejanya.
"Seperti janjiku, aku akan menganti semua kerugianmu, lemari pendinginmu pun sudah ku isi." Tunjuk Valentin membuka lemari pendingin yang tadi kosong kini penuh dengan beberapa daging beku, sosis, sayur dan buah segar.
Ressa tidak mampu berucap sepatah kata ia kembali menatap Valentin.
"Jadi biarkan aku tinggal lebih lama di rumahmu." Kata Valentin dengan senyum paling manis meraih tangan Ressa dan mengecup telapak tangannya.
"Tidak!" Jerit Ressa menarik tangannya dan meremas rambutnya kuat.
Tbc