Kendalikan diri dan bersikaplah waras.Ressa menghela nafas panjangnya, bagai mimpi buruk baginya saat mendengar Valentin ingin tinggal lebih lama di rumahnya. Bahkan lelaki ini mengiminginya dengan bahan makanan yang banyak memenuhi lemari pendingin serta makanan menggugah selera yang sudah di olah tersaji di atas meja. Suara perut Ressa berbunyi nyaring hingga terdengar Valentin yang mengangkat alisnya menatapnya lekat membuat Ressa memerah malu.
Ia memang sangat lapar, uangnya sudah menipis, hari ini Ressa hanya makan sekali itu pun di traktir Tasya saat di kantin. Ingin sekali Ressa melahap makanan yang membuat air liurnya menetes di depan matanya, tapi ia harus menahan diri karena pertanyaan bersarang di otaknya.
Bagaimana bisa Valentin mendapatkan bahan makanan begitu banyak, jelas lelaki ini buronan rumah sakit jiwa. Saat pertama Valentin berada di rumahnyapun Ressa yakin Valentin tidak mempunyai uang sepeserpun atau jangan-jangan? Valentin mencuri.
"Perutmu berbunyi, kamu lapar, makanlah semua ini untukmu, betapa baiknya aku bukan." Kekeh Valentin mengeser kursi dan duduk.
"Uang siapa kamu curi?" Tanya Ressa tanpa basa basi hingga raut wajah Valentin yang tadinya berseri berubah datar. Manik mata lelaki itu menatap tajam pada Ressa membuat bulu kuduk Ressa seketika meremang.
"Aku tidak serendah itu,mencuri uang hanya menginginkan makanan tidak seberapa ini." Decih Valentin.
"Lalu, dari mana kamu mendapatkan uang?" Ressa kembali bertanya.
"Lupakah kamu siapa aku? Aku lelaki kaya, masalah uang sangat kecil bagiku dan uang akan datang sendiri." Kata Valentin angkuh.
Ressa menyipitkan matanya, apa dia tidak salah dengar uang akan datang sendiri, ucapan Valentin semakin membuat Ressa curiga. Lelaki ini pasti memelihara tuyul atau menjadi babi ngepet. Pupil mata Ressa membesar seharusnya dari awal ia menyadari Valentin memang mahluk berbeda. Bahkan Valentin bisa lari dari rumah sakit jiwa tanpa merusak pintu dan di ketahui siapapun.
Ressa mundur satu langkah hingga tatapan Valentin meneliti curiga.
"Kenapa denganmu?" Tanya Valentin mengerutkan keningnya.
Ressa berbalik mengambil langkah seribu berlari menuju kamarnya, ia merogoh tasnya mengambil ponsel untuk menghubungi pihak rumah sakit. Membujuk Valentin untuk kembali ke rumah sakit jiwa tidak membuahkan hasil, maka Ressa menyerah ia sendiri akan melaporkan agar perawat rumah sakit jiwa menjemput paksa Valentin.
Valentin yang bergeming di tempat duduknya terheran dengan sikap Ressa. Memang ada yang salah dengan dirinya? Sampai Valentin menyadari sesuatu yang janggal, ia mengumpat beranjak dari kursi dan berlari menghampiri Ressa. Valentin berhenti di ambang pintu kamar Ressa terbuka, manik matanya berkilat menatap punggung belakang Ressa yang sedang menelpon seseorang.
"Hallo saya ingin memberi informasi..." Ucapan Ressa terhenti saat ponsel yang ia pegang menempel di telinga melayang di rebut darinya.
"Berikan ponselku!" Teriak Ressa berusaha menggapi ponselnya yang berada di tangan Valentin terangkat tinggi.