Allen itu cowok paling populer di sekolahnya, dia pinter, ganteng, kapten basket, terus kesayangan guru-guru. Dan Rina cuma satu dari puluhan cewek yang naksir Allen si pangeran sekolah.
"Orang populer rata-rata bergaul sama orang populer juga, jadi...
Seorang wanita dewasa berpenampilan rapih terbalut apron berwarna biru itu sedang memasak untuk sarapan pagi ini. Bukan makanan yang lengkap, ia hanya memasak nasi goreng sederhananya.
Saat tengah sibuk memasak, tiba-tiba saja seseorang memeluk pinggang wanita itu lalu mengecup singkat pipi wanita itu.
"Morning sayang." orang yang memeluk itu, si wanita tersenyum.
"Morning, kamu udah mandi kan? duduk gih, aku mau naro nasi gorengnya ke piring dulu." ucap si wanita, namun pria itu tetap mengeratkan pelukannya.
"Ngga ah aku masih mau gini dulu, aku kangen sama kamu. Udah sebulan ini aku sibuk ngurusin pembuatan film di luar kota."
"Hm iya tuan sutradara, tapi duduk dulu ih sarapan, soalnya jam 9 aku mau ke kantor." ucap wanita itu. Si pria mengalah lalu duduk di meja makan, dan keduanya duduk berhadapan dengan sepiring nasi goreng untuk masing-masing.
"Oh iya, aku penasaran nih, film nya emang tentang apa?" tanya si wanita.
"Tentang benang merah takdir, konon disetiap jari kelingking setiap orang terlilit benang merah tak kasat mata yang menghubungkan dia sama cinta sejatinya. Walau itu bisa kusut, panjang, terpisah ruangdan waktu, tapi benang itu ngga akan putus." jelas si pria, wanita itu tertegun.
"Arthur... kalau misalkan kita terpisah karena sesuatu, terus kita dilahirkan kembali dengan tubuh dan nama yang berbeda, apa benang merah kita masih terhubung?" tanya si wanita dengan nada yang serius.
"Kok ngomongnya gitu?" pria bernama Arthur itu menatap wanita itu dengan bingung.
"Jawab aja." ucapnya tegas.
"Ya pasti. Benang merah kita itu ngga akan putus, kalaupun kita bakal dipisah jauh... aku bakal tetap nyari kamu."
Irene tersenyum menatap wajah teduh milik Arthur. Irene menumpu sikunya di atas meja lalu menyodorkan pinky promise pada Arthur.
"Janji?"
Arthur mengangguk sambil tersenyum sembari membalas pinky promise Irene.
"Janji seorang Arthur kepada Irene ngga akan pernah diingkari, jadi Irene percaya sama Arthur kan?"
"Lisa percaya kok sama Adit."
***
'Adit? Lisa?' nama itu sudah terbiasa ada di otak Rina, tapi orang yang dipanggil Adit sama Lisa itu, Rina bahkan ngga kenal mereka. Dia ngga punya saudara atau teman yang namanya Adit ataupun Lisa. Nama kedua orang itu muncul sejak umur Rina memasuki 12 tahun. Sejak umur 12 tahun, Rina sering memimpikan pasangan bernama Adit dan Rina itu walau tidak terlalu sering, setidaknya seminggu 2 kali mimpi itu selalu datang.
Dimimpi Rina, pasangan Adit dan Lisa itu adalah pasangan romantis yang serasi. Adit yang seorang sutradara ramah dan Lisa yang seorang pemimpin perusahaan tegas dalam berbicara. Walau mereka sering disibukkan oleh pekerjaan, tetap saja saat mereka memiliki waktu bersama romantisnya melebihi film romansa yang Adit sutradarai.
Hah! itu dia! Film!
Rina langsung membuka laptopnya, mumpung ia datang terlalu pagi ke sekolah, jadi ia punya waktu untuk bersantai. Saat laptop Rina menyala, Rina langsung membuka mesin pencarian dan mengetik kata kunci sutradara Aditya Fahreza di sana. Enter!
Bibir Rina melengkung ke bawah saat melihat hasil pencariannya, hanya ada tautan akun facebook orang lain di sana, tak ada film ataupun nama sutradara di sana. Apa mimpi Rina cuma bunga tidur bukan kenyataan?
Tapi kalau bunga tidur kenapa harus datang secara rutin?
"DOR!" Rina terlonjak kaget saat Vita dengan iseng mengejutkannya.
"Vita ih, aku kaget tau!" protes Rina sambil memegangi dadanya.
"Habisnya kamu kayak serius gitu, ngapain sih?" tanya Vita yang langsung duduk di bangku kosong di sebelah Rina.
"Sutradara Aditya Fahreza, kayak pernah kenal." gumam Vita saat membaca kata kunci yang ditulis Rina.
Rina dan Vita kini sedang duduk di pinggir lapangan basket yang tengah ramai karena hari ini tim basket Kebangsaan sedang melakukan latihan diluar jam latihan klub basket. Atau lebih tepatnya saat jam istirahat, saat sekolah tengah ramai dengan para siswi yang menjadi penggemar si kapten basket ataupun anggota basket yang lainnya. Tapi sorak-sorak yang mencolok untuk saat ini adalah sorakan semangat para siswi-siswi untuk Allen si kapten basket.
"ALLEN! ALLEN! ALLEN!" begitulah teriakan bising dari para penggemar Allen.
Namun beda dengan Rina, di saat Vita yang juga bersorak heboh disampingnya, Rina hanya duduk diam dengan pandangan yang terus mengekori ke mana Allen melangkah. Bahkan ia tersenyum dengan manis.
"Ya pasti. Benang merah kita itu ngga akan putus, kalaupun kita bakal dipisah jauh... aku bakal tetap nyari kamu."
Rina kini merasakan pipinya yang basah saat melihat adegan di depannya, seorang gadis dari dokter remaja mengeringkan rambut Allen yang basah itu dengan handuk. Dan saat melihat senyuman tulus Allen pada gadis itu membuat Rina tak bisa membendung air matanya. Walaupun Rina juga tak tau kenapa ia menangis melihat itu.
"Lisa percaya kok sama Adit."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.