Terkadang Yera juga tidak mengerti kenapa dunia tidak pernah barang sekalipun berpihak padanya. Seperti sekarang ini, gadis yang selalu menganggu pikirannya mucul dihadapannya, Winanda.
Gadis itu sungguh menyebalkan, paling menyebalkan ketika Winanda diunjuk sebagai panitia pembingbing kelompoknya.
Mengapa Winanda? Padahal kemarin ia tidak melihat sosok Winanda saat perkenalan panitia fakultasnya, lantas kenapa tiba tiba gadis angkuh itu muncul?
"Lo, siapa namanya?" Winanda menunjuk dengan gulungan kertas.
"Eum... sa-saya kak?" Yera menujuk dirinya sendiri. Sial, rasa gugup kini menyerang Yera.
Winanda berdecak kesal. "Terus menurut lo siapa?"
"Saya Yerazel Eshla kak, dari Teknik-"
"Gue cuman nanya nama, denger ga?"
Yera mengangguk, jantungnya berdebar tak karuan.
Seharusnya Yera yang bersikap galak pada Winanda, bila perlu Yera datang melabrak Winanda karena selalu menempel bagai benalu pada pacarnya.
Yera memang teramat tidak menyukai Winanda, tetapi ia harus menerima keadaan bahwa Winanda adalah seniornya.
Berulang kali Winanda membolak-balik daftar absensi, mencari nama seseorang yang akan ia serahkan tanggung jawab.
"Lo, Yerazel Eshla bakalan jadi ketua kelompok 12. Gimana, yang lain setuju?"
Mendengar pertanyaan Winanda, Yera mengernyit bingung. Kenapa ia tidak bertanya terlebih dahulu padanya? Apakah pendapatnya tidak diperlukan? Ah, terserahlah, pikirnya.
"Setuju kak!" Sahut sekelompok itu berbarengan.
"Karena semua udah setuju Yerazel jadi ketua, kalian sudah boleh melakukan diskusi kelompok. Ada yang mau ditanyain lagi soal tugasnya?"
"Sepertinya tidak ada kak!" Yuna menyahut dari sudut ruangan.
Winanda mengangguk. Ia pun berjalan mendekati meja Yera lalu menyerahkan tumpukan kertas putih.
"Tolong anterin ini ke ruangan BEM, serahin langsung sama ketua BEM. Gue ga bisa nganter soalnya gue masih ada urusan." Perintahnya.
Permintaan tersebut diterima oleh Yera, ia merasa bahwa tidak ada salahnya ia mengantar beberapa dokumen itu. Apalagi, Yera juga cukup penasaran dengan ruang kepemimpinan BEM Universitas Adipura. Tak lama, Winanda pun memperkenankan mereka untuk pulang.
Seseorang yang bersandar di daun pintu sepertinya sudah lama menunggu Winanda. Yera cukup meringis ketika melihat Winanda menggandeng Jaelandra dengan mesra.
Urusannya sama pacar gue ternyata...
***
Brug!
Gadis berpakaian serba hitam, dengan tato yang memenuhi tangan kirinya terjatuh beserta botol minuman yang ikut mengguyur kemejanya.
"Kalo jalan pake mata bego! Ck!"
"Lah kok ngegas?"
Beberapa detik kemudian Yera menyengir seperti orang bodoh. Ketemu juga, batinnya.
"Canda canda," sambungnya, sembari mengulurkan satu tangan membantu Karin berdiri.
"Tai lo!" Karin berdiri sendiri tanpa menerima bantuan Yera. Dengan wajah yang ditekuk, ia pergi menjauhi Yera tanpa mau menoleh kearahnya.
"Eh, siapa nama lo?"
Karin tidak menggubris, ia tetap melangkah berusaha menghindari Yera yang menguntitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hurricane | Haruto
Fanfiction[ON GOING] Mengikuti alur atau berjalan diluar alur, semua sudah ditentukan sang pencipta. Walau kadang terasa menyakitkan, mungkin itu menuju sumber kebahagiaan. -Written in Bahasa with broken english -Fiksi -Semua cerita, ide penulis