SATU

24 2 1
                                    

Reina

Plak plak

"Kamu masih berani sama papa. Anak bandel kamu ya, udah dibilangin, jangan sampe turun peringkat kamu," suara kulit yang saling beradu sangat mengerikan jika didengar.

" I..ii..yyaa pa, Reina janji nggak bakal turun lagi. Sakit pa," isakan tangis yang terus keluar dari seorang anak kecil yang berada di sudut ruangan. Dia meringkuk, menenggelamkan kepalanya kedalam kedua lutunya. Dia sangat ketakutan.

Bug bug bug

" Peringkat kamu turun pasti gara-gara temen kamu yang nggak jelas itu. Papa udah bilang, kamu kalau cari temen itu minimal yang sama kaya kita, jangan anak pinggir jalan kamu temenin,"  sepertinya papa anak tersebut belum ingin menghentikan kegiatan mengerikanya.

"I..ii..yy..aa pa, Reina janji,"

Hosh hosh hosh

Nafasku memburu saat mimpi buruk itu kembali lagi, mimpi yang dari beberapa hari ini mendatangi alam bawah sadarku.

Kulirik jam diatas nakas, jarum jam sudah menunjukkan di angka lima. Setelah merapikan selimut dan bantal yang aku gunakan, kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi.

•••

Kupatutkan sekali lagi diriku didepan cermin, tubuhku yang berbalut seragam sekolah berwarna putih dengan outfit dan jas yang berwarna hitam, dipadukan rok diatas lutut yang berwarna nude.

Dasi berbentuk pita, yang berwarna maroon dengan motif kotak-kotak bertenger manis dikerah kemeja sekolahku. Kutata sekali lagi rambut panjangku yang kukuncir menjadi satu. Setelah memakai bedak bayi dan lipblam, segera kupakai sepatu sneakers berwarna putih, hari ini adalah hari rabu jadi, seluruh murid disekolahku dibebaskan untuk warna sepatu.

Setelah dirasa penampilanku cukup, kulangkahkan kakiku keluar kamar, tidak lupa tas berwarna abu-abu sudah bertenger manis dipunggungku.

Dengan perlahan langkah kakiku menuruni anak tangga.

Kulihat papa, sudah beranjak untuk berangkat kekantor. Padahal, ini baru jam enam kurang lima belas menit. Selalu seperti ini semenjak mama meninggal, suasana dirumah ini berubah drastis.

Sifat papa yang berubah dingin terhadapku. Papa yang jadi ringan tangan, sangat berbeda dengan sifat papa yang dulu. Papa menjadi gila kerja, mungkin papa melakukan itu untuk mengalihkan rasa kehilangan papa terhafap mama.

"Non Reina, kok bengong aja, dari tadi bibi panggil-panggil nggak nyahut. Ayo non, sarapan, nanti telat loh kesekolahnya," suara Bi Minten menyadarkanku.

"Eh iya bi. Ck! Reina 'kan udah bilang jangan panggil Reina pakek embel-embel 'non', panggil Reina aja ok," kugandeng tangan Bi minten menuju meja makan

"Temenin Reina sarapan ya bi,"

"Iya non, eh maksudnya Reina," aku terkekeh saat bi minten masih ragu untuk memanggilku tanpa embel-embel.

•••

"Na!"

"Reina, ck! Tungguin dong," suara cempreng sahabatku, memanggil tatapan geli para siswa-siswi disepanjang koridor kelas. Bibirku menyunggingkan senyum untuk mewakili 'tolong maklumi ya, lagi rada stres dianya'.

WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang