Kang Mina tidak bisa untuk tidak berlari sesaat setelah mendapat telepon dari Lucas.
Tungkainya melangkah menyibak kerumunan orang-orang yang juga memedati jalanan, mata itu nyalang tanpa arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan segala pemikiran tentang Mark Lee.
Apa yang sebenarnya terjadi pada pemuda itu? Mengapa dia menyembunyikannya?
Mina tidak dapat menemukan jawaban atau hipotesa yang jelas, kepalanya malah semakin pening.Mungkin akibat terlalu keras berpikir, mungkin juga cidera otaknya belum sembuh total. Masa bodoh dengan itu, sekarang yang penting adalah kondisi Mark.
Seperti orang kesetanan, gadis Kang itu menyerobot orang-orang yang berada dipinggir terotoar bersiap untuk menyebrang.
Bahkan hujan yang paling dia benci pun ia lewati tanpa khawatir apakah bajunya basah atau tidak, tanpa peduli potongan kejadian mengerikan itu juga ikut terputar dalam otaknya, hujan menyapa kulitnya tanpa permisi, berpayung langit kelabu yang membuat hatinya juga ikut abu-abu.
Dengan berani tungkai gadis itu melangkah menyapa aspal jalanan. Tanpa peduli jika lampu penyebrangan sudah berubah warna menjadi merah, bahkan teriakan orang-orang dari seberang bagaikan dengung yang membuat pikiran Mina semakin kacau.
Suara klakson mobil itu memenuhi gendang telinganya, matanya menyipit mendapati lampu mobil yang menyebabkan pupil matanya mengecil. Lalu detik berikutnya, mobil itu menghantam tubuh Mina, tubuhnya terpental, keras permukaan aspal menggores kulit putih itu, kepalanya menghantam kerasnya benda hitam tersebut. Kemudian darah merembes turun dari kepalanya. Lalu semuanya gelap.
Bulan Juni. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, rintik hujan yang ia bawa kini mengulang kembali kejadian yang sudah hampir terlupakan.
Mina, maafkan aku.
Maafkan aku.
Tolong biarkan aku tidur.
Biarkan aku bermimpi sebentar saja.
Mina kalau kau marah tidak apa-apa, bahkan jika membenciku pun juga tidak apa-apa. Tapi tolong hentikan mimpi itu. Aku sangat takut.Tulisan-tulisan itu berdengung dalam pikirannya. Kang Mina, gadis itu seolah terjebak dalam ambang hidup dan mati.
Semuanya gelap, mulutnya tidak mampu terbuka, hanya suara itu yang diijinkan terus bergema di dalam sini. Semakin lama malah semakin menjadi-jadi, tanpa jemu masih menggerogoti pikirannya.
Bahkan ketika kedua tangannya sudah membekap telinganya, suara itu belum juga pudar.
"Mina, kau kenapa sayang?", suara wanita paruh baya yang sangat dia kenal kini memenuhi kepalanya.
"Ibu, ibu kau ada dimana?", tangannya meraba-raba udara, dapat ia dengar ibunya terisak sebentar lalu meraih tangannya. Tapi netra madunya belum juga mampu menangkap sosok sang ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Day Of June [Mark Lee]
Fanfiction"Manusia diciptakan oleh dan untuk manusia lainnya" copyright © June 2020