Berlin, Jerman
Sama sekali tak terlintas dalam benak Sonja Verbrugge bahwa ini adalah hari terakhirnya di muka bumi. Susah payah ia mencoba mencari jalan di antara kerumunan turis musim panas yang berdesakan di trotoar yang penuh sesak di Unter den Linden. Jangan panik, katanya pada diri sendiri. Tetaplah tenang.
Berita dari Franz yang muncul di komputernya sangat mengerikan. Lari, Sonja! Pergi ke Hotel Artemisia. Kau akan aman di sana. Tunggu sampai terima kabar dari--
Berita itu menggantung. Mengapa Franz tidak menyelesaikannya? Apa yang terjadi? Malam sebelumnya, ia mendengar suaminya mengatakan kepada seseorang di telepon bahwa Prima harus dihentikan dengan segala daya upaya. Siapa Prima?
Frau Verbrugge sudah mendekati Brandenburgische Strasse, tempat Hotel Artemisia berada, hotel khusus untuk kaum wanita. Akan kutunggu Fran di sana, nanti dia akan menjelaskan kepadaku tentang masalah ini.
***
Ketika Sonja Verbrugge tiba di sudut jalan berikutnya, lampu lalu lintas menyala merah, dan ketika berhenti di trotoar, seseorang menabraknya sehingga ia terhuyung-huyung ke jalan. Turis sialan! Sebuah limusin yang diparkir tiba-tiba bergerak mendekatinya, menyenggolnya cukup keras hingga ia terjatuh. Orang-orang mulai mengerumuninya.
"Apa dia baik-baik saja?"
"Apakah dia pingsan?"
"Bisa bangun?"
Ambulans berhenti. Dua petugas bergegas datang dan mengambil alih situasi. "Kami akan mengurusnya."
Sonja Verbrugge merasa dirinya diangkat ke dalam ambulans. Pintu menutup, dan sesaat kemudian, kendaraan itu melaju kencang.
Ia diikat di atas usungan, dan ia mencoba bangkit dan duduk. "Aku baik-baik saja," protesnya. "Tidak apa-apa. Aku-"
Salah seorang petugas mencondongkan tubuh ke atasnya. "Tidak apa-apa, Frau Verbrugge. Tenang saja."
Sonja memandangnya, tiba-tiba waspada. "Bagaimana kau tahu namaku--?"
Ia merasakan tusukan tajam jarum suntik di lengannya, dan sejenak kemudian, ia menyerahkan dirinya pada kegelapan yang menganga menantinya.
***
Paris, Prancis
Mark Harris berdiri sendirian di balkon Menara Eiffel, tanpa memperhatikan hujan lebat yang mengamuk di sekitarnya. Sesekali garis kilat menyambar dan memecahkan tetes hujan menjadi air terjun berlian yang berkilauan.
Di seberang Sungai Seine berdiri Palais de Chaillot yang sudah tak asing lagi, serta Trocadero Gardens, tapi Mark tidak menghiraukannya. Seluruh perhatiannya tertuju pada berita mengejutkan yang sebentar lagi akan diumumkan ke seluruh dunia.
Angin sudah mulai mencambuk hujan menjadi badai dahsyat. Mark Harris menutupi pergelangan tangannya dengan lengan baju dan mengamati jam tangannya. Mereka terlambat. Dan mengapa mereka berkeras untuk bertemu di sini tengah malam begini? Ketika ia sedang bertanya-tanya dalam hati, ia mendengar pintu lift terbuka. Dua laki-laki menghampirinya, berjuang melawan angin basah yang kencang.
Ketika Mark Harris mengenali mereka, ia merasa lega. "Kalian terlambat."
"Cuaca buruk, Mark. Maaf."
"Nah, kalian sudah di sini. Pertemuan di Washington sudah diatur, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sidney Sheldon - Are You Afraid of The Dark?
Mystery / ThrillerApakah Kau Takut Gelap? . . Di New York, Denver, Paris, dan Berlin, empat orang tewas dalam empat kecelakaan berbeda. Benang merah di antara para korban adalah: keempatnya karyawan Kingsley International Group, perusahaan riset terbesar di dunia. Pe...