Dewi mengikat simpul kain tuk wadah kuenya yang akan dibawa ke rumah Susi, setelah selesai Dewi pun siap pergi ke rumah Susi.
"Pak! Buk! Dewi pamit ya, Dewi mau anter kue ke rumahnya Susi," kata Dewi pada ibu dan bapaknya yang sedang duduk di ruang tamu rumah mereka.
"Iya, Wik. Hati-hati ya di jalan," jawab ibunya pada Dewi.
"Iya, Buk. Assalammualikum!" Pamit Dewi.
"Wa'alaikumsalam."
⭐⭐⭐
"Assalammualaikum!"
"Wa'alaikumsalam! Eh Dewi! masuk-masuk, ini kue pesanan Susi ya?!" Ibu Susi menunjuk wadah dengan balutan kain yang Dewi genggam.
"Ee iya, bu." Dewi mengansurkan wadah kue yang ia bawa.
"Eh! Dewi, kapan sampai?" Tanya Susi yang baru keluar dari kamar dan berjalan ke arahku.
"Baru aja kok, Sus," jawabku pada Susi.
"O ya hari ini kan, kita mau cari calon buat kamu!," kata Susi dengan semangat, "tapi kok kamu pakai baju kayak gini sih?!"
Memang apa yang salah sama pakaian yang kupakai.
"Memang kenapa, Sus? Ini pakaian terbaik yang aku punya."
"Ini ketinggalan jaman banget, Wik. Ini katanya pakaian terbaikmu," kata Susi sembari melihat dari ujung kaki sampai kepala.
Iya sih, memang bajuku ini ketinggalan jaman. Maklum untuk makan aja susah apalagi beli baju.
"Gini aja! Kamu pakai baju kebayaku aja Wik," kata Susi sembari menarik tanganku menuju kamar.
Setelah memakai baju kebaya pinjaman Susi, akupun keluar dari kamar mandi; tempatku berganti baju.
"Ya ampun! Pas banget, cocok sama kamu, Wik." Puji Susi, "Nah, tinggal di dandan-nin aja lagi. Sis! Bisa dandanin temen aku gak? Kalo masalah biaya, tenang aja," kata Susi pada pria setengah jadi a.k.a banci di belakangnya.
"Kalo masalah itu mah! Beres!"
"Nah! Wik." Susi menarik tanganku menuju meja rias tempat pria setengah jadi itu untuk mendandaniku, "dandan-nin yang cantik ya, Sis!"
"Beres itu mah!"
⭐⭐⭐
Setelah acara mitoni selesai. Di sinilah aku, membantu para kerabat Susi menjaga hidangan untuk para tamu undangan.
Aku melihat Susi yang terlihat bahagia bersama suaminya di atas panggung. Senyum tak pernah lelah ia umbar kepada tamu yang silih berganti memberi selamat padanya.
Susi melihat ke arahku, melambaikan tangannya menyuruhku mendekat padanya.
"Mbak, aku permisi dulu ya! Mau nyamperin Susi," izinku pada Mbak di sebelahku.
"Iya."
Aku pun menghampiri Susi di atas panggung.
"Kenapa, Sus?" Tanyaku pada Susi.
"Wik, boleh minta tolong ambilin aku air putih? Aku haus." Pinta Susi
"Iya," jawabku dan berlalu pergi mengambil air putih yang diminta Susi.
"Ini Sus." Kusodorkan air putih yang kuambil tadi ke Susi.
Susi pun mengambil air putih yang kusodorkan tadi padanya. "Makasih ya, Wik!" Dan meminumnya.
"Joko!"
"Heru!!!"
Suara kaget suami susi membuat aku dan Susi mengalihkan pandangan kami ke arah suami susi yang sedang berpelukan erat dengan seorang lelaki sembari menepuk bahu lelaki itu.
"Selamat ya!" Ucap Sang lelaki setelah mereka melepas pelukan.
"Iya, mkasih ya!" Sahut suami susi.
"Sus," panggil suami susi pada Susi.
"Iya mas?"
"Kenalin temen + rekan bisnisku, Heru." Suami susi memperkenalkan temannya pada susi, "Heru! Ini istriku, Susi." Suami susi merangkul Susi, "dan di sebelahnya temen istriku, Dewi." Tunjuk suami susi padaku.
Kami pun berjabat tangan; memperkenalkan diri.
Setelah acara memperkenalkan diri, kami ber-empat pun berbincang-bincang.
Dari perbincangan kami dapat diketahui bahwa teman suami susi ini seorang pengusaha furnitur yang sukses dan juga yang tak kalah penting; dia seorang duda, biar ku-ulang D U D A; duda anak empat lebih tepatnya. Umurnya lebih muda sebelas tahun dari suami susi yang berumur enam puluh tahun. Dan yang tak kalah pentingnya dia sedang mencari istri.
"Terus sama yang terakhir, gimana?" Tanya Juragan joko pada Mas heru.
"Gagal. Nggak cocok," jawab Mas heru.
"Kenapa?!"
"Ada lah! Nggak usah dicerita-in."
"Mas heru masih cari calon istri?" Tanya Susi pada Mas heru yang otomatis menoleh ke Susi. Mendapat jawaban anggukan kepala dari Mas heru, membuat Susi tersenyum sembari merangkul bahuku dan menepuknya kecil.
"Pas banget! Temenku juga lagi cari calon suami!" Kata Susi. Yang membuatku menahan malu yang amat sangat.
"Oh ya!" Tanggap Mas heru. "Emang dia mau sama saya, Mbak sus? Udah tua; tuwir gini!"
"Aduuh!! Jangan merendah kayak gitu Mas. Ya pasti mau-lah, ya kan Wik? Masih gagah kayak gini kok!" Kata Susi yang membuat suaminya berdehem. "Ya walau pun masih gagah suami saya." Susi merangkul lengan suaminya.
"Kalo saya sih, ayok lah! Masalahnya itu temen mbak mau nggak sama saya? Yang tua gini."
"Ya pasti mau lah, ya kan Wik?" Tanya Sus sembari menyenggol lenganku.
"Hmmm sa----" belum sempat kujawab, Susi sudah menyela duluan.
"Dewi pasti mau Mas. Gini aja Dewi sama Mas heru pendekatan dulu aja; sebulan-dua bulan gitu. Syukur-syukur sampai pelaminan kalau nggak ya nggak papa," kata Susi memberi saran.
"Baiklah kita coba, gimana kamu Dewi?" Tanya Mas heru padaku.
Aku hanya mengangguk kecil menanggapi Mas heru.
"Bagus lah," ucap Susi senang, "semoga sampai pelaminan beneran." Doa Susi.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan dan doa Susi.
〰〰〰〰
Makin tua makin jadi nih😅
Oh ya guys! Kalo ada kesalahan dalam hal PUEBI di cerita ini! Mohon dikoreksi ya! Saya menerima kritik dan saran.😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Tua❤Muda
Non-FictionKarena ekonomi keluarga dia rela menikah dengan seorang pria tua; duda anak empat dengan rambut hampir semua memutih dan berperut sedikit buncit. Start : 6 Juni 2020 Finish : Cover : facebook (Wattpad Indonesia)