Part 1

54 16 6
                                    

🍁   Aku hanya takut jika kecintaanku pada_Nya akan berkurang, saat aku menghadirkan salah seorang makhluk_Nya.🍃🍁🌺

"Han, Hanif tungguin !" Pinta seorang gadis berambut sebahu dengan tersengal-sengal karna  mengejar pria dihadapannya. "Kenapa sih Lo? Dua hari ini lho setiap kali gue ketemu sama Lo selalu dikacangin. Kenapa? Kurang periksa THT? Apa gue punya salah makanya Lo sengaja ngediemin gue?. Coba dong cerita sama gue sedetail mungkin siapa tau gue bisa bantu."

Laki-laki itu menghantikan langkahnya dan merubah arah pandangannya menatap gadis yang sedari tadi mengejarnya tanpa harus terjadi kontak mata.

"Maaf Ara, ana hanya butuh ketenangan. Beberapa hari ini ana selalu gelisah."

"Kenapa?kan Lo bisa cerita sama gue siapa tau kegelisahan Lo itu bisa berkurang." ujar gadis cantik itu sembari melipat tangan didepan dada dan tersenyum miring "Kaya nggak biasa aja."

Ia cukup tersinggung dengan sikap laki-laki yang menjadi sahabatnya sejak kecil, karena baru kali ini ia merasa kalau kehadirannya mulai tak dibutuhkan.

"Bukan maksud ana seperti itu, Arafah. Masalahny_."

"Ya udah gue coba ngerti. Tapi inget, gue masih tetep terbuka kapanpun Lo mau bercerita." Kata gadis itu sebelum melangkah pergi." Gue kekelas dulu."

Jujur ia sedikit kecewa. Tapi ada masanya jika seseorang harus menyimpan sendiri masalanya.mungkin kali ini sahabat kecilnya tidak ingin semua orang mengetahuinya,termasuk sahabatnya sendiri.

"Baek-baek Lo,Han."

🍁🍁🍁

(Hanif's PoV)

Aku tersenyum mendengar gaya bicaranya yang terdengar seperti menyimpan kekecewaan. Namun, aku tidak tahu lagi harus mencari alasan seperti apa untuk menghindarinya?
Aku memang sengaja melakukan semua itu karna aku takut dengan perasaan sayangku sebagai seorang sahabat akan berubah menjadi perasaan_. Ahhh ntahlah.

Nilai aku sesuka kalian, karna mungkin hanya ini cara yang tepat agar perasaan aneh ini berhenti berkembang.

  Aku menatap kepergiannya. Reshalya Arafah. Ternyata gadis itu telah tumbuh dewasa. Ia bukan lagi anak kecil yang masih menangisi permennya yang hilang.

"Maafin ana,Ara. Ana hanya takut jika kecintaan ana pada sang Kholik akan berkurang saat ana mencoba menghadirkan anti didalam hati dan pikiran ana"

🍁🍁🍁

(Author'PoV)

Tidak adakah pekerjaan lebih penting daripada harus mendengarkan dentingan benda-benda yang berjatuhan dilantai dengan sengaja?ternyata linangan harta tidak menjamin kebahagiaan.

Reshalya Arafah, ialah salah seorang dari jutaan makhluk yang mengidamkan suasana rumah yang damai dan kedua orang tuanya bisa akur.

Banyak pecahan-pecahan dari benda-benda kaca yang berserakan dilantai,semuanya berantakan seperti baru saja ada sebuah pesawat yang jatuh tepat merobohi rumahnya. Tapi ini hal biasa menurutnya. Bahkan ia lebih sering menghabiskan waktunya didalam kamar dan menguncinya rapat-rapat atau malah tak jarang jika ia lebih memilih pulang terlambat .

Hari mulai gelap, memudarkan senja yang tengah menghias birunya langit. Sekarang waktunya malam begantian tugas dengan siang sebagai pemberi ketenangan untuk semua makhluk dibumi ini.

Sejak enam bulan terakhir, ia begitu merindukan bersalaman dengan kedua orang tuanya seperti rutinitas yang wajib dilakukan ketika pergi ataupun pulang sekolah,bukan dengan knop pintu yang tetap setia menantikannya agar cepat ia sentuh hingga menguncinya rapat-rapat. Seolah mengerti yang ia butuhkan adalah itu.

  "Begini kelakuan kamu sekarang,Arafah? Didikan macam apa ini?pulang sekolah terlambat, cara berpakaian kamu juga urakan seperti tidak terurus." Kalimat itu membuatnya mengurungkan niatnya meraih knop pintu. Ia berbalik menatap pemilik suara dengan sinis. Papa.

"Memang,Pa. Begini Ara sekarang. Lusuh, urakan dan parahnya seperti tidak terurus. Pikir pake logika,tanyakan kehati kenapa anak papa bisa kayak gini." Jawab Arafah tak biasa. Ia terkesan sedang menantang seseorang untuk beradu tinju. Hanya bedanya ada air mata yang mulai membanjiri pipinya.

Beberapa saat kemudian mamanya ikut bergabung dalam perdebatan antara anak dan ayah.

"Coba dong,bisa nggak sehari aja akur? Ara stres dengernya. Ini sama aja kalau kalian itu egois dan nggak pernah mikirin perasaan Ara. Kalau aja ada pilihan Ara bakalan milih keluarga yang hidupnya kecukupan tapi damai dari pada batas berlinang harta tapi rumit kayak begini."

PLAKK

Satu tamparan mendarat sempurna dipipi putih Arafah.

"Tampar lagi Pa!, ayo tampar!toh ini belum seberapa dibandingkan sakitnya hati Ara yang harus ngeliat kalian begini setiap hari." Miris sekali. Arafah mengelus pipinya yang terasa memanas. Hingga ia memutuskan untuk pergi menjauh mencari sedikit ketenangan diluaran.

🍁🍁🍁

(Arafah's PoV)

Aku tidak tahu harus mengikuti kemana lagi arah hatiku ingin melangkah. Kepada siapa aku harus mengadukan semuanya?

  Aku menatap sekeliling. Taman. Tempat ini cukup sunyi dan cocok untuk orang yang sedang kacau sepertiku. Ini bukan pertama kalinya aku datang untuk melampiaskan kekesalanku ditempat ini.

Aku duduk dikursipanjang dan mengeluarkan handphoneku dari saku seragam. Tidak ada yang dituju selain hanya menatapi layarnya yang mati dengan tatapan kosong.

"Hanif gue butuh Lo"  batinku didalam hati. Aku bingung harus berbagi laraku kepadanya atau tidak? Mengingat sikapnya yang semakin hari semakin mendingin seperti gumpalan es dikutub Utara. Selain itu aku juga sadar karena faktor keluarga aku  semakin mengabaikan pendidikan agama yang biasa aku kejar bersamanya dan itu membuat kita jadi mengurangi waktu berjumpa,mungkin harapan kecil kita berdua untuk membangun pesantren akan terkubur dalam-dalam karna perbedaan pikiran kita yang semakin nampak jelas.

Huft,,impian yang berlalu. Mataku panas jika mengenang semua itu.

Aku menyalakan layar handphoneku mengarahkan pada kontak yang sengaja ingin ku tuju.

AraTantik❣️💞
Han,gue butuh Lo. Tolong kali ini Lo Dateng buat jadi pengokoh gue.

KakAwi
Kenapa?

Ketika aku hendak menarikan jari-jari diatas layar dan berniat untuk membalas tiba-tiba aku terkejut dengan keberadaan sebuah tangan yang sedang bersinggah pundakku.

"Apa Hanif ada didekat sini?" Pikirku. Jika memang iya berarti dia masih peduli denganku.eh? Apa urusannya.

"Han,Lo Dateng?" Ucapku kegirangan. Namun saat aku menoleh. Sepertinya Hanif tidak setinggi itu.

"Han?Siapa?" Tanyanya dengan mengangkat kedua alis tanda kalau ia kebingungan.

Bukannya menjawab aku malah diam tak menjawab.

Jangan lupa lima waktunya ☺️
Tinggalkan jejak dipojok kiri⭐⭐
Komentar dan kritiknya untuk dijadikan guru💞❣️

ArafahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang