Spring °Hwangmini°

246 22 8
                                    

Malam Musim Semi.

.
.
.
.
.
.
.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa seorang Kang Minhee membenci malam keempat di bulan kedua musim semi, sudah tiga kali pula ia melewati malam yang katanya terkutuk itu. Yang artinya, sudah tiga tahun semenjak ia kehilangan orang berharganya.

Selama itu juga Minhee bertahan didunia yang kejam ini.

.
.
.

Hari sudah menjelang siang biasanya Minhee akan makan di restoran sebelah toko bunga miliknya bersama sang sahabat --Lee Eunsang--, tetapi hari ini ia terpaksa makan sendiri didepan toko bunganya yang sengaja ia taruh bangku dikarenakan Eunsang izin untuk mengecek keadaannya di rumah sakit. Memang sejak kemarin Minhee perhatikan pemuda manis itu sedikit pucat dan lemas.

Toko sendiri sedang dijaga oleh Ham Wonjin, salah satu pekerjanya yang juga merupakan teman dekatnya. Minhee makan sembari memainkan ponselnya, membuka-buka folder lama di galerinya dan melihat-lihat. Begitu banyak foto ia dengan sang kekasih yang sekarang sangat ia rindukan.

"Minhee," yang dipanggil menoleh, mendapati Wonjin sedang duduk disampingnya.

"Masih belum bisa lupain dia?"

Pertanyaan itu membuat Minhee tersenyum tipis, ia menggeleng pelan sembari tangannya bergerak untuk menjelaskan isi hatinya pada Wonjin yang sudah tahu bahasa isyarat.

"Aku tidak pernah melupakannya"

.
.
.

Sudah sore Minhee tidak sadar bahwa perlahan matahari sudah mulai mengintip diujung sana. Minhee yang tadinya sibuk menata beberapa pupuk dan bibit bunga yang baru masuk tersadar bahwa hari sudah mulai senja, ia lantas bergegas untuk membereskan toko dibantu oleh Wonjin dan Hyeongjun yang membereskan bagian taman dibelakang toko sedangkan Minhee membereskan bunga-bunga yang dipajang di depan toko.

"Ah, maaf permisi apa tokonya sudah tutup?"

Seseorang menepuk pundak Minhee. Minhee menoleh, ia menggeleng pelan sembari mengambil ponselnya disaku celana dan mengetikkan sesuatu disana.

"Belum, kami masih beberes kalau anda ingin melihat-lihat masih bisa, silahkan"

Tulisnya yang mendapat anggukan, orang tadi menghela nafas lega. Ia tersenyum pada Minhee dan kembali bertanya.

"Apa kalian punya bunga lily putih? Aku butuh sepuluh tangkai," ucap pria tadi yang membuat Minhee berfikir. Ia mengingat-ingat apa bunga lily putih ditokonya masih ada sebanyak itu atau sudah tidak ada. Setelah ingat jumlah yang ada didalam toko Minhee tersenyum ia kembali mengetikkan sesuatu di ponselnya dan menyodorkan kembali kearah pria berjas hitam dihadapannya.

"Masih tuan, silahkan menunggu saya akan merangkai bunganya"

Pria tadi menghela nafas lega, ia mengangguk dan mengikuti Minhee masuk kedalam toko, selagi Minhee berkutat merangkai bunga pesanannya pria tadi hanya diam sembari menelisik seisi ruangan. Toko bunga bergaya vintage dengan sedikit sentuhan modern yang begitu kental diwarna cokelat dan merah muda itu memberikan kesan nyaman pada siapapun yang berkunjung, tak terkecuali dirinya.

Minhee yang sudah selesai merangkai bunga pesanan pelanggannya lantas membalikan badannya untuk memberitahu sang pelanggan bahwa pesanannya sudah jadi, ia terkesiap saat pandangan matanya bertabrakan dengan manik indah pelanggannya. Tubuhnya kaku saat mengenali mata itu, ia masih ingat bagaimana mata itu dulunya menatapnya dengan pandangan memuja.

"Sudah selesai?"

Pertanyaan yang terlontar membuat Minhee berjengit kanget, ia mengangguk kaku dan membawa dirinya menuju kasir untuk melakukan transaksi. Semua berjalan lancar pria itu melakukan transaksi dengan baik dan Minhee malayani dengan sopan.

Night < ProduceX101 >Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang