1. Days 1: Manusia tak bernama
Pagi itu, aku berdiri menunggu angkutan umum di pinggir jalan raya tempatku tinggal. Sendiri. Kebiasaanku saat saat menunggu angkot sendiri adalah bermain ponsel atau menghitung kendaraan yang memiliki jenis yang sama. Sesekali aku merutuki diri sendiri karena lupa dengan hitungan ku, atau menyadari betapa bodohnya aku. Haha, memang begitu, memalukan jika di ceritakan.
Ku ingat, hari itu Senin, tepat dimana hari libur yang harusnya kunikmati. Tapi, tuntutan sebagai anggota ekstrakurikuler harus aku jalani. Itu menyebabkan aku harus pergi ke sekolah meskipun hari itu adalah hari libur.
Ah ya. Namaku Keysha Nahfa Humaira. Kerap kali teman-teman memanggilku dengan sebutan Kekey, atau sebagian lagi memanggilku dengan sebutan Kena singkatan dari Keysha Nahfa.
Angkot yang kutunggu akhirnya mucul. Entah ini hari kurang beruntung ku atau hanya kebetulan saja, angkot yang ku naiki di penuhi dengan para penjual keset yang hendak pergi ke stasiun untuk pergi berdagang. Aku duduk tepat di kursi pintu angkot, bangku kayu yang muat hanya dua orang itu terpaksa ku duduki karena situasi yang tidak memungkinkan.
Selang beberapa meter, angkot berhenti. Seorang laki-laki duduk di sampingku. Pandanganku tertuju pada jalan. Jalanan ramai yang entah kenapa selalu membuatku berhitung secara reflek. Iya. Menghitung kendaraan yang memiliki jenis yang sama. Tapi hari itu beda, bukan lagi jalan raya yang menarik perhatianku tetapi seseorang di sampingku ini.
Mataku beberapa kali melirik kepada laki-laki ber hoodie hijau army itu. Ia nampak tenang dengan earphone yang terpasang di kedua telinganya, bolehkah aku memuji? Dia nampak lebih keren dengan earphone itu. Terkesan cool dan tampan.
Hari itu rasanya, aku ingin angkot melaju lebih lambat, aku ingin terus berhalunisasi dengan semua kemungkinan yang tak pernah akan terjadi bersama lelaki ini. Aku tahu, kebanyakan perempuan pasti seperti itu. Membayangkan kemungkinan yang sangat tidak mungkin untuk membuat hati mereka bahagia. Sama seperti ku.
Satu persatu penumpang turun, dan mengharuskan aku juga lelaki itu turun karena jalan yang terhalang oleh kami. Ia melepas sebelah earphone nya, kemudian tersenyum dan menyuruhku kembali masuk. Dunia ku terhenti. Terfokus pada satu titik hayalan. Semua bermula karena senyuman itu.
Jarak dua puluh lima meter, angkot kembali berhenti. Menampakkan seorang nenek dengan tubuh sedikit bungkuk dan kulit keriput yang hendak naik di angkot itu. Aku kembali turun, kali ini hanya aku karena lelaki itu sudah berpindah tempat di kursi panjang sebelah kiri– tepat di depan kursi kayu. Aku membantu nenek itu naik, dan mendudukkan nya di tempat yang semula aku duduki. Kini posisi duduk ku tepat di pintu masuk angkot, dan membuat sebelah kakiku sedikit keluar.
"Neng, itu kakinya hati-hati" Ucap nenek di sebelah ku. Aku tersenyum kemudian menjawab. "Iya nek, gak apa kok"
Tak jauh dari itu, halte dekat sekolah ku terlihat, aku bersiap untuk memberhentikan angkot. Ingatkan sepanjang jalan, fokusku hanya pada dia.
Aku turun, kemudian menyerahkan uang sepuluh ribu untuk membayar angkot.
"Aduh neng, uang nya gak ada yang kecil? Saya baru keluar, belum ada kembalian" Supir angkot nampak kebingungan.
Karena ku rasa tak ada lagi waktu, jadi tak salahkan jika aku memberikan semua uang itu untuk membayar angkot yang biasanya hanya memerlukan uang lima ribu rupiah saja. Jadi ya sudah.
"Oh, gak papa deh mang kembaliannya. Makasih" Ucapku kemudian pergi karena teman-teman ku pasti sudah menunggu.
Aku berlari ke lapangan. Ku lihat, teman-teman ku sudah memulai beberapa pemanasan. Oh aku lupa dengan yang satu ini. Aku adalah salah satu anggota tim basket sekolah. Kini aku duduk di bangku kelas tiga SMA jurusan Ilmu Pengetahuan Alam. Seharusnya memang kelas tiga tidak lagi bergabung dengan tim inti, namun aku memaksa pada pelatih, alasanya karena aku ini orang yang sama sekali tidak bisa terduduk diam di rumah saja. Aku harus selalu memiliki kegiatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Days
Teen FictionAku yakin, kamu pasti pernah bertemu dengan orang yang berhasil menarik separuh perhatianmu meskipun kamu tahu, orang itu bahkan tak bisa kamu wawancarai lebih lanjut. Maksudnya, jangankan untuk terus bertemu dan dekat dengannya, namanya pun tak per...