Chapter. 3

7.6K 827 152
                                    

Seharusnya, gue nggak usah berubah pikiran dengan ngajakin Grace makan bareng. Doi malah berisik banget kayak radio rusak.

Dari rumahnya, sampe ke resto yang ada di Mal PIM ini, Grace nggak berenti cerita. Dimulai dari peliharaan trio anjing yang ada di rumahnya yang bernama Olaf, Olay, dan Olla, sampe ke urusan makanan kesukaan.

"Aku penyuka biji-bijian, bukan cabe-cabean, Bang. Biji yang aku maksud tuh kayak wijen dan chia seed. Baik banget buat jaga kesehatan kulit," cerocos Grace sambil mengaduk-aduk salad sayurnya.

"Terus, aku suka coklat. Nggak suka kopi kayak Kak Joy, tapi kami cocok lho. Tahu gak, kopi sama coklat kalo dicampur jadi apa? Bener banget! Jadi Mocca! Wangi dan unik rasanya, sama kayak aku dan Kak Joy. Signature Chocolate di Starbucks paling enak, tapi menu baru kafenya Bang Leo dan Bang Chan juga nggak kalah enak lho, Bang."

Cewek itu makin aneh. Dia tanya sendiri, dia juga yang jawab sendiri. Heran.

"Dan yang lebih kerennya lagi, namanya itu diambil dari paduan nama kita berdua lho, Bang. Nama minumannya, Joyce. Singkatan dari Joy dan Grace. Keren kan, Bang?" cerita Grace dengan mulut penuh.

Sedaritadi doi ngebacot, gue udah ngabisin dua porsi makanan saking lapernya. Doi yang cuma makan salad aja, masih penuh di mangkok. Dasar cewek, kebanyakan ngoceh nggak jelas.

"Bang, nggak ada yang mau diceritain? Daritadi, cuma Grace aja yang cerita, kan jadinya gak enak," celetuk Grace dengan muka nggak enak hatinya.

"Daritadi kemana aja, Sis?" sindir gue tajam.

"Abisnya Bang Jo diem aja. Trus, Grace suka salting kalo lagi sama Bang Jo, jadi mendingan cerita-cerita aja, biar ada inputan," balas Grace lugas.

"Inputan?"

"He-eh, inputan Bang Jo untuk kenal Grace lebih dalam. Kali aja, ada yang kecantol, yekan?"

Gue cuma bisa ngurut dada liat Grace yang pede abis. Gokil amat jadi cewek, kalo ngomong sama sekali nggak pake filter. Etdah.

"Lu diem aja, gue udah cukup bersyukur, Grace," balas gue ketus.

Grace malah nyengir. "Grace kalo diem, itu tandanya nggak baik. Antara marah atau sakit hati. Kalo Grace banyak ngomong, itu artinya baik. Bisa senang, gemes, suka, antusias, pokoknya yang baik-baik deh."

"Kenapa harus gitu?"

"Kenapa nggak?"

"Karena suara lu cempreng, and of course, that's too annoying."

Kening Grace berkerut, seperti nggak setuju. Kemudian, dia terkekeh geli. "Dulu Grace pendiam, Bang. Serius deh. Apalagi waktu Papa udah nggak ada karena sakit, aku cuma bisanya diem aja di kamar. Terus, Bang Leo bilang kalo aku bisa ceria, dia janji mau bikinin strawberry cheesecake kesukaanku."

Gue menatap Grace dengan seksama. Cewek itu keliatan ceria dan nggak ada beban, tapi sorot matanya nggak bisa bohong. Ada kesedihan di sana.

"Bokap kapan nggak ada?" tanya gue akhirnya.

Grace menyuapi dirinya dengan suapan besar hingga pipinya mengembung. Ada sisa mayo di sekitaran mulutnya.

"Waktu aku masih kelas 6," jawabnya.

Gue refleks mengambil tissue dan menyodorkan pada Grace. Bukannya mengambil, Grace justru mendekatkan wajahnya dengan beranjak dan membungkuk ke arah gue karena kami duduk bersebrangan.

"Mau ngapain?" tanya gue ketus.

"Bang Jo kasih tissue supaya aku bisa lap mulut, kan? Tanganku kotor, tolong lap dong," jawab Grace sambil mengunyah.

SITUATIONSHIP (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang