Benci?
Marah?
Benci pada siapa?
Marah pada siapa?
Sahabat? Haha rasanya aku lupa bahwa aku mempunyai sahabat. Kemana mereka saat ini, saat aku benar-benar membutuhkan mereka. Mungkin hanya aku yang menganggap mereka sahabat. Sahabat katanya? Friend until jannah katanya? Haha bolehkah aku terbahak. Ga ada yang namanya sahabat, Ga ada. Bukankah sahabat itu selalu ada saat suka maupun duka sahabat nya? Yang selalu mengawani setiap langkah kaki kemanapun sahabat nya pergi bukan? Yang selalu memahami perasaan sahabat nya, seakan ia adalah diri sahabat nya bukan? Yang selalu mendengarkan setiap angan dan cerita sahabat nya bukan? Lantas, kemana mereka saat ini? Haha ya, ini memang bukan salah mereka yang tak paham akan diriku, bukan salah mereka yang ga bisa ada saat aku benar-benar butuh seseorang saat ini. Bukan salah mereka karna mereka tak tau apapun tentang hidup ku.Lalu siapa?
Orang tua ku? Beliau memang alasan mengapa aku berada disini sekarang. Tapi sungguh aku akan benar-benar jadi anak yang durhaka jika menyalahkan beliau.Lalu siapa?
Takdir? Allah? Dua-duanya memang saling berhubungan, takdir adalah garis tangan ku yang udah allah tuliskan buatku. Tapi aku akan mendapat murka dari Allah jika aku menyalahkan Allah. Aku tidak mau mendapat murka dariNya, membayangkan nya saja aku tak berani.Lalu siapa?
Katakanlah aku marah kepada diriku sendiri, aku benci dengan diriku yang sekarang. Mungkin lebih tepat nya aku tak terima dengan takdir yang telah allah gariskan untuk ku. Takdir seperti mempermainkan ku, bukan kah hidup adalah permainan. Seperti game dalam sebuah permainan, kita harus menyelesaikan permainan hingga akhir hanya agar kita memenangkan game tersebut. Namun permainan seperti apa yang allah buat untuk ku? Allah membuat ku jatuh cinta untuk pertama kalinya hanya untuk mematahkan hati ku? Lalu untuk apa menghadirkan cinta jika untuk dipatahkan?Arrgggghh ingin ku berteriak sekencang-kencangnya saat ini jika saja tempat ini cukup sepi. Kenapa aku tak menerima takdir yang sudah allah buat untuk ku? Kenapa hatiku tak bisa berdamai saja dengan permainan takdir dan menjalani nya dengan suka cita? Kenapa aku tak mengikhlaskan saja hatiku yang jatuh cinta dan patah dalam bersamaan? Haha yaa seharusnya aku tak jatuh cinta sedalam ini, seharusnya rasa kagum itu tak ku biarkan berkembang menjadi sebuah cinta. Seharusnya aku menolak cinta itu seperti biasanya aku menolak nya.
Bodoh, bodoh bodoh. Haha bodoh memang, karna kebodohan ku disini lah aku sekarang. Berada jauh dari kehangatan orang tua ku, berada jauh dari sahabat-sahabatku.
Dua hari sudah aku berada disini, berada dikota orang yang sama sekali aku tak mengenal siapapun disini. Disini lah aku sekarang, yang mungkin akan memulai kehidupan ku yang baru.Disinilah aku duduk ditepi pantai yang entah aku lupa namanya, duduk seorang diri tanpa siapapun yang mengawani. Aku rindu kepada dia yang membuat ku suka menulis. Aku bukan seorang penulis, aku hanya seorang yang menyukai setiap goresan tinta milik seseorang. Ia yang selalu menghadirkan seutas senyum tanpa ku sadari. Yang selalu membuat ku candu akan senyum juga tawa nya. Ia yang dengan melihat nya dari kejauhan saja membuat ku tersenyum. Dia lah Muhammad hasan nur hambali. Laki-laki yang membuat ku jatuh sejatuh-jatuh nya dan patah dalam bersamaan.
"Penikmat senja?" Suara seseorang dibelakang syfa membuat nya berhenti menulis kemudian menutup buku bersampul warna merah muda berukuran sedang. Segera ia menghapus air yang sedari tadi terus saja mengalir dipipinya.
Seseorang yang syfa ketahui dari suara nya itu adalah seorang lelaki yang kemudian menghampiri, namun masih berdiri disamping syfa.Aku bukan lah penikmat senja, namun aku menyukai senja. Mentari yang akan tenggelam, membuat nya memancarkan warna yang indah. Yang selalu membuat siapapun yang melihatnya akan beribu-ribu mengucapkan tasbih. Aku mengagumi setiap keindahan yang Allah ciptakan, yang lagi-lagi membuat ku selalu bersyukur atas nikmat mata yang dapat melihat keindahannya. Ucap syfa didalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assyfa nurrul umma
Teen Fictionassyfa nurrul umma namanya, ga pernah jatuh cinta apalagi pacaran. dari kecil udah hidup di pesantren. bukan, dia bukan anak kyai. hanya saja orang tua nya yang sengaja mengirim nya kesana agar orang tua nya terutama abi nya tak cemas dengan hidup s...