Part 16

2 0 0
                                    

Syfa masih memeluk hasan, menangis di dada bidang milik nya. Mengobati semua rindu nya selama ini. Biarlah seperti ini beberapa saat, mungkin itu akan menjadi yang terakhir kali. Karna syfa sadar tak lama lagi, ia akan menjadi istri lelaki lain.

Lama syfa berada dipelukan nya, tak ada jawaban yang ia dengar dari mulut syfa. Tak sabar, hasan menundukan wajahnya agar melihat syfa. "Jadi apa kamu bersedia menikah dengan ku assyfa?"

Syfa menggeleng dan semakin mengeratkan pelukan nya, membuat hasan semakin bingung. "Maksud kamu apa syfa? Coba lepasin dulu, jelaskan padaku."

Mau tak mau syfa melepaskan pelukan nya dari hasan. Dengan masih menunduk syfa menggeleng. "Maaf.... syfa ga bisa... syfa ga bisa nikah sama kak hasan."

Hasan mengacak rambut nya frustasi, lagi-lagi jawaban yang sama namun tanpa penjelasan. "Tapi kenapa syfa?"

"Syfa... ga bisa...."
Sebelum syfa melanjutkan perkataan nya, pinggang syfa ditarik hingga menabrak badan seseorang yang menarik nya. Syfa mendongak melihat siapa pelakunya, seketika syfa melototkan matanya melihat orang yang menjadi penyebab ia tak bisa menerima hasan menjadi suami nya.

Orang itu mengacuhkan syfa, dia menatap hasan dengan tajam dan semakin mengeratkan tangan nya dipinggang syfa memeluknya dengan posesif. "Karna syfa akan menikah dengan saya." Suara berat seorang lelaki khas seseorang yang akan menjadi suami syfa menghancurkan hati syfa dan hasan.

Hasan tak langsung percaya dengan perkataan lelaki yang tak ia kenali itu, terlebih syfa yang berusaha melepaskan diri dari tangan kekar lelaki itu membuat hasan lebih tak percaya. Mengalihkan pandangannya menatap syfa, hasan menunggu penjelasan syfa. Namun syfa yang merasa ditatap, menunduk semakin dalam tak berani menatap hasan.

"Syfa apa bener kamu...." hasan melirik seseorang yang masih memeluk syfa dengan posesif.

"Dua minggu lagi kita akan menikah." Ucap seseorang yang masih memeluk pinggang syfa, membuat hasan mengepalkan tangan nya.
Ungkapan lelaki itu membuat syfa mendongak menatap nya. "Dokter adit tolong lepasin syfa, syfa mau menjelaskan semua nya dulu." Syfa berusaha melepaskan tangan adit yang memeluk nya.

"Ga perlu ada yang kamu jelasin syfa, ayo pulang. Kamu udah ga ada mata kuliah lagi kan setelah ini?" Adit menarik paksa syfa dengan masih memeluk pinggang syfa, membuat mereka menjadi tontonan disepanjang koridor ke area parkiran kampus. Sementara hasan masih mematung ditempatnya. melihat wanita nya dibawa pergi, ia mengepalkan tangan lalu meninggalkan tempat itu.

***

"Stop berhenti, aku bilang berhenti. Turunin syfa, syfa mau pulang sendiri!!" Syfa tiba-tiba berteriak setelah mobil yang dikendarai adit dan syfa melaju jauh dari area kampus.

"Saya ga akan berhenti, saya diamanahkan untuk menjemput dan mengantarkan kamu pulang syfa. Jadi diam lah!" Ucap adit dengan geram.

"Syfa ga peduli, syfa mau pulang sendiri. Kenapa kamu mencampuri urusan syfa, kamu bukan siapa-siapa buat syfa!!"

Adit diam beberapa saat, menghela nafas kasar untuk menghalau emosi nya. Adit tidak ingin berdebat dengan syfa sehingga terdengar kekanakan. Harus ada yang mengalah diantara mereka, jika tidak perdebatan itu akan semakin panjang dan berakhir ditelinga abi dan ayah syfa. Maka dia yang akan mengalah.

Menghembuskan nafas dengan kasar, adit menepikan mobil nya ke pinggir jalan lalu menginjak rem dengan tiba-tiba nyaris membuat syfa mencium dasbor mobil. "Baiklah, silahkan turun. Saya ga ingin memaksa kamu pulang dengan saya karna saya belum menjadi siapapun bagi kamu."

Mendengar itu syfa menatap adit dengan tatapan tajam. Kini mereka saling menatap, adit dengan tatapan datar nya dan syfa dengan tatapan kesal nya.

"Tunggu apalagi? Silahkan."

Syfa masih tak bergeming ditempat nya, ia masih menatap adit. Kini dengan tatapan tak percaya, bagaimana bisa adit yang notabene nya ialah calon suami syfa menurun kan nya di jalanan yang sepi yang sama sekali tak ada kendaraan umum.

"Kenapa kamu turunin syfa ditempat sepi kaya gini, harusnya kamu turunin syfa dijalan besar tadi biar syfa bisa naik kendaraan umum! " Geram syfa.

"Kamu mau balik lagi ke jalan besar tadi biar kamu bisa nyari kendaraan umum?"

Syfa tak menjawab, malah semakin geram dengan ucapan adit yang benar-benar diluar nalar syfa. Bukan syfa namanya, jika tidak keras kepala. Ia membuka pintu mobil dan turun tanpa mengucapkan salam lalu menutup pintu mobil dengan keras untuk menunjukan bahwa ia benar-benar kesal terhadap adit.

Syfa pikir adit tak akan benar-benar meninggalkan syfa sendirian dijalan yang sepi dan jauh dari jalan besar seperti ini. namun setelah syfa turun tadi, adit langsung menancap gas mobil nya dan melaju dengan kencang dijalankan membuat syfa ternganga.

Syfa menoleh ke kiri dan ke kanan namun tak ada satupun kendaraan yang lewat membuat syfa merinding. Biasanya syfa tak pernah lewat jalan itu walau setiap hari nya di antar jemput oleh supir atau kadang-kadang dengan abi atau abangnya. Karna syfa tau meski jalan itu jalan tercepat menuju rumah syfa namun jalanan itu cukup jarang dilalui pengendara.

Walaupun jam masih menunjukan pukul tiga lebih empat puluh menit, namun syfa tetap mempunyai pirasat buruk. Pikiran nya kacau terlebih ia tak bisa menghubungi siapapun karna daya ponsel nya benar-benar mati. Setetes air dipelupuk mata nya maluncur, kini hati nya diselimuti rasa takut.

***

Assyfa nurrul ummaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang