Part 01: Bucin Sebelah Tangan

16.9K 3.8K 1.1K
                                    


Part 01: Bucin Sebelah Tangan



Menurut kepercayaan gosip, hampir semua cowok IPS 1 pernah naksir sama Cessa.

Aryan Amir Malik, si cassanova yang diakui sebagai bosgengnya sekolah pernah mendekatinya dulu. Jeirandi Kahendra, cowok yang digadang-gadang paling ganteng sesatu sekolah. Sampai Ezra Adrian si Ketua OSIS itu?

Tak munafik di hari pertama, Chantika Cessa adalah siswi yang menarik perhatian semua laki-laki di sini. Dia pendiam dan terkesan misterius, kalem yang dingin.

Ada juga gosip lain yang beredar bahwa diantara semua, Jonathan Edward yang berhasil memikat Chantika Cessa melihat Cessa selalu bersama Jonathan. Katanya juga, mereka dekat dari SMP.

Sampai gosip itu patah saat Jonathan terlihat punya pacar cantik dari sekolah lain.

Lalu kembali muncul berita lain Cessa dekat dengan Marten Kenandra, si dancer yang suka ikutan futsal itu. Tapi lagi-lagi, berita ini dipatahkan gara-gara Marten juga punya pacar dari kelas lain.

Chantika Cessa, gadis cantik yang seakan sempurna. Aktif di cheerleader dan taekwondo, banyak murid yang selalu merasa penasaran. Dia terkesan galak dan dingin, padahal saat disapa senyum manis dan ramahnya terlukis jelas. Bahkan, punya eye smile.

Selalu saja ada bahasan tentang Cessa yang tak pernah ada jawaban pasti. Cewek itu selalu misterius.


Sampai tak lama... Perlahan para murid menyadari sesuatu.


Selalu ada Dafa Ardhana di manapun Cessa terlihat.


Kalau ditanya apa pacaran atau nggak, jawabnya selalu 'Cuma temen'.

Kata Cessa, Dafa sama seperti Jonathan atau Marten, teman cowok biasa. Kalau kata Dafa pun, Cessa juga teman baiknya.

Tapi jelas-jelas semua orang bisa lihat tak pernah ada jarak antara Cessa dan Dafa seperti mereka pada teman lain. Duduk bersampingan saat main bersama yang lain, sering berangkulan, jika poto berdempetan, selalu berboncengan, Dafa yang selalu sigap mengantar jemput, dan Cessa yang selalu menurut pada ucapan Dafa.


Di pertengahan semester satu kelas sebelas ini, Dafa lebih agresif dan intens. Tak jarang menunjukan perasaan 'sayang' dan perhatiannya terang-terangan.

Sampai anak kelas 11 IPS1 jadi miris merasa Dafa bucin bertepuk sebelah tangan. Udah bucin tuh terdengar ngenes, ditambah bertepuk sebelah tangan. Kan kasihan.

Tapi ya yang bikin gemes tuh, sih Cessa sama sekali nggak keliatan keganggu. Malah nurut kalau Dafa udah mode protektif.



Kayak hari ini.


"Mau kemana?" tanya Dafa sekali lagi. Raut wajahnya nggak suka mandang Cessa dan Marten di depannya.

"Red club," jawab Marten polos, "abis itu nginep di apart Alvine. Mau ikut lo?"

Dafa mendelik, lalu menoleh pada Cessa. "Lo ngapain ikut?"

"Ya nggak papa," jawab Cessa santai, "ada Aya."

"Terus kalau Aya pergi lo juga pergi?" tanya Dafa memerotes, membuat Marten jadi melirik keduanya bergantian dan memundurkan diri duduk di taman sekolah siang itu.

Cessa mendecak, "Red Club tuh nggak kayak pub yang lain. Ada batesan buat anak-anak di bawah umur 19 tahun. Bukan Cuma clubbing, ada tempat nongkrong sama billiard juga," katanya membela diri, dengan Marten yang mengangguk-angguk membenarkan.

Dafa tenganga, "ya tapi kan tetep aja nggak bener, pasti banyak orang mabok. Belum lagi nyebat dimana-mana. Dan lo juga nggak mungkin kan pake baju tangan panjang sama jaket kesana?" katanya mulai sewot, mengomel dengan gaya ngotot andalannya.

"Yaudah sih santuy lo nggak usah ikut," kata Marten tanpa beban, "si Cessa dulu dah pernah kesana kok, nggak ada elu," sambungnya membuat Dafa melotot mengancam menyuruhnya diam.

"Nggak. Nggak ada club club," kata Dafa menolak tegas.

Cessa merenggut, membuat Marten melihat itu jadi mendelik.

"Yaudah sih Sa biarin aje, lo ikut mobil gue aja," kata Marten santai. "Dia bokap lo apa gimana dah."

"Diem lo ya anjir," umpat Dafa mengomel. Ia mendengus dan membuang muka. Cessa jadi menggigit bibir memandangi itu.

Dafa itu memang beda dibanding temen cowok Cessa lain. Dia nggak ngerokok (satu-satunya cowok di geng mereka yang nggak nyebat), dia nggak suka pulang malam, dia nggak suka bolos, dia nggak ikut tawuran, dan dia juga nggak minum alkohol. Tapi, dia tetap bisa berbaur sama berandal-berandalnya IPS1 yang disebut sebagai markasnya badboy EHS.

"Gue mau ikut, Daf," kata Cessa berkata sekali lagi, "mau ikut nginep tempat Alvine."

Dafa menghela nafas berat mendengar itu.

Cessa agak menurunkan intonasi, "nggak aneh-aneh kok. Pengen lepas penat juga sesekali..."

Dafa menipiskan bibir. Cowok kurus jangkung itu menoleh, memandang gadis itu lekat. "Terus, ngapain di club?"

"Tadarus, Daf," celetuk Marten yang padahal sudah sibuk dengan hapenya tapi tak tahan ingin menyeletuk. "Elu entar duduk aja lah, biar kita kita aja joget sama teriak teriak. Elu diem."

"Emang setan sesat ya lu," umpat Dafa membuat Marten mengangkat wajah dan langsung mendelik tersinggung.

Cessa melengos, "yaudahlah lo ikut apa nggak? Gue tetep ikut," katanya tegas membuat Dafa menegakkan tubuh.

"Nggak bisa gitu dong, lo ikut ya gue harus ikut," kata Dafa ngotot.

"Tapi lo nggak mau kan?" balas Cessa tak kalah ngegas. Marten memutar bola mata dan kembali merunduk pada hape tak mau ikut-ikutan.

"Terus yang jagain lo siapa?" balas Dafa membuat Cessa merenggut.

Dafa mendengus, menggeram kecil dan membuang muka. Cowok itu menghembuskan nafas berat, melirik kecil. "Jangan aneh-aneh," katanya akhirnya mengalah, membuat wajah Cessa langsung merekah.

Marten yang merasa jadi orang ketiga di meja itu diam-diam merapatkan bibir. Pengen ngatain, tapi udah biasa. Nggak tau di hubungan mereka tuh yang nggak jelas Dafa atau Cessa. Temen? Mana ada temen yang protektif gini.

Kalau ada Alvine atau Soraya di sini, Marten pasti udah julid abis-abisan punya temen gibah.






Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Chantik (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang