Part 05: Jatuh Cinta Lebih Dulu
Cessa menyisir rambutnya pagi ini, berdiri di depan cermin lemari bajunya sudah siap dengan seragam biru navy Epik Highschool. Barusan melihat chat baru yang muncul di pop-up message hapenya.
Dafa: udah siap kan? lima menitan ya
Cessa diam, agak ragu. Tapi kemudian gadis itu melengos juga, berbalik meraih hape dan akhirnya membalas. Mengiyakan hal itu.
Sebenarnya, Cessa ingin menghindar. Tak ingin pergi bareng ke sekolah pagi ini bersama Dafa. Ya biar gimanapun Cessa perempuan. Masa tidak ada efek apa-apa atas kejadian kemarin itu?
Cessa membentaki diri sendiri bahwa dia bisa bersikap santai, seakan tidak apa-apa. Jangan sampai ia merasa canggung dan menghindar. Cessa tak ingin Dafa tau apa yang sebenarnya terjadi.
Cessa tak yakin Dafa ingat semuanya.
Gadis berambut panjang kecokelatan itu menggeleng kecil, menguasai diri. Ia meraih tas sekolah dan hape, lalu melangkah keluar kamar. Sambil meraih helm di ruang tamu, Cessa menyiapkan diri akan kembali bertemu Dafa.
Munafik sekali kan kalau bilang Cessa tidak pernah baper atas perlakuan cowok itu selama ini?
Mereka tak punya hubungan darah atau keluarga, apa hati Cessa bisa semati itu tak pernah tergerak?
Dan malam itu Dafa menciumnya.
Cessa meraih sepatu, duduk di teras rumah menunduk memakai kaos kaki dan sepatu abu-abu gelapnya. Tapi tetap saja, pikirannya bercabang.
Bagaimana Dafa memeluk leher gadis itu di lift, menyender bahkan mengusel kecil di leher Cessa. Ataupun saat Dafa ditidurkan di sofa terus memegangi lengan Cessa, sampai pada akhirnya Cessa duduk di lantai depan sofa, menemani pemuda itu semalaman.
Saat Dafa sudah terlihat terlelap dengan teman-teman lain yang belum mendekat datang, Cessa berucap lirih. Gadis itu tak tau Dafa mendengarnya atau tidak. Pemuda itu hanya bergumam kecil, memejamkan mata dengan lelah.
"Dari dulu udah gawat Daf... Gue yang rasain duluan."
Cessa mengangkat wajah. Gadis itu menghembuskan nafas berat dan panjang. Kadang, merasa malu sendiri.
Bagaimana orang-orang berpikir bahwa Dafa itu bucin sepihak, bagaimana orang-orang pikir Dafa mengejar-ngejar Cessa yang menolaknya.
Ah, bodoh.
Padahal dalam kasus ini, Cessa lah yang bertepuk sebelah tangan.
Suara motor datang membuat Cessa agak terlonjak. Gadis itu segera menguasai air muka, mendongak dan berdiri dari tempatnya.
Dafa, seperti biasa, dengan jaket abu-abu khas Epik Highschool dan helm bogo abu gelap di atas motor matic hitamnya sudah berhenti dan menunggu. Kaki panjangnya menapak aspal menahan motor, dengan tangan memakan sisa roti lapis.
"Belum beres makan kenapa berangkat sih," omel Cessa setelah menutup pagar rumah.
Dafa langsung memasukkan semua sisa roti ke dalam mulut, membuat pipinya membulat penuh. Kini hanya mesem menyipitkan kedua mata ke depan Cessa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chantik (hiatus)
Teen Fiction"Chantik, bukannya arti nama lo kuat dan berani? Harusnya lo cukup kuat untuk berani jatuh cinta kan?"