Pertama kali tatkala matanya terbuka, pemandangan yang Sasuke lihat adalah sang putra yang menatap lucu. Dengan surai kusut serta wajah setengah menahan kantu dan kebingungan, Taka bertanya, "Kenapa Papa tidur di sini?" Serta-merta membulatkan mata semakin terkejut setelah mendapati presensi adik perempuannya sudah terbangun di samping sang ayah yang masih bergelung hangat meringkuk di balik selimut, Taka lantas bergerak saat melihat kedua netra sejernih air telaga milik Sarada menatap polos, Taka seketika mendekat ke sana seraya bertanya lagi, "Kok, Sara juga di sini? Habis camping, ya? Papa dan Sara kenapa tidak bilang? Padahal kalau bilang Taka akan buatkan tenda di sini. Bisa jadi lebih seru, tahu."
Mendengar penuturan kelewat polos tersebut, sang ayah tertawa serak—masih dengan mata setengah terpejam. Menggeliat sejenak lalu menguap, Sasuke lantas mencoba bangun, namun pria itu mendadak terkejut setengah mati ketika ia mendapati tangan sang putra yang tengah mencoba meraih tubuh kecil adiknya. Sasuke sontak segera menahan tangan Taka dan berujar panik, "Eh, hei! Jangan, jangan."
Taka jelas segera menarik tangannya kembali. "Kenapa?" tanyanya penasaran. Anak itu melirik seraut wajah ayahnya yang nampak pucat seperti nyaris ditabrak truk besar.
"Tidak boleh. Kau belum bisa gendong Sara," sahut Sasuke menjelaskan.
"Kata siapa? Bisa, kok, bisa." Taka mengelak tak terima. Memasang wajah sok serius. "Taka 'kan kuat. Seperti Thar."
Alis Sasuke mengerut tak mengerti. "Thar?"
"Iya, Pa. Seperti Thar!"
"Thor?"
Kali ini Taka yang menatap tak mengerti. "Eh, hah?"
"Maksudmu Thor? Bukan Thar. Thar apa Thar?" Sasuke tersenyum geli. Ia mendengus, menahan tawa.
Putranya bertanya bingung, "Eh, memangnya Thor, ya? Aduh, tidak tahu, deh. Lupa."
"Iya, Thor," jelas Sasuke sekali lagi. Kemudian merangkak bergerak semakin mendekati Sarada, mencoba hati-hati meraih tubuh bayi kecil tersebut untuk digendong ke dalam dada lalu melayangkan beberapa kecupan hangat pada seluruh permukaan wajah si bungsu.
Melihat pemandangan tersebut, sementara yang sulung mendadak merengut jijik. "Papa sudah mandi?"
"Belum."
"Sudah gosok gigi?"
"Belum."
"Kok, cium-cium? Bau, tahu. Ewh, kata Mama juga kalau belum mandi bau cuka," gerutu Taka. Wajahnya semakin merengut menggemaskan.
Menatap wajah sang putra yang sudah memasang ekspresi kelewat konyol, Sasuke membalas jenaka, "Kalau Papa tidak bau cuka."
"Bau apa, dong?"
"Bau surga."
Maunya Taka menyahut, namun tak sempat sebab pintu kamar mendadak dibuka, kedua kepala itu sontak menoleh menemukan sang ibu yang malah terdiam di ambang pintu. Sakura menatap kaku, sejenak mengalihkan pandang pada suaminya sebelum melirik Taka dan menyahut, "Ayo, mandi. Nanti kesiangan," katanya. Kemudian bergerak melangkah pada sang putra yang menganggukkan kepala.
"Ma, ma."
"Hm?"
"Kata Papa, Taka tidak boleh gendong Sara. Memangnya kenapa, ya?" Tangan Sakura yang tadinya hendak membuka piyama sang putra sejenak terhenti tatkala mendengar pertanyaan tersebut dilesatkan.
Wanita itu terdiam sebentar, mencari-cari alasan apa yang harus dilontarkan agar anak berumur empat tahun seperti Taka dapat mudah mengerti. Menghela napas panjang lalu menatap kedua netra hitam Taka kelewat hangat, Sakura membalas, "Coba lihat tubuh Papa."
YOU ARE READING
Family Issues
Fanfiction[completed] Meskipun belum tentu benar, segelintir buah bibir yang melintas kadang dapat berubah menjadi salah satu alasan absolut penyebab runtuhnya pilar rumah tangga. Namun di sini, bagaimana jika dua kepala yang menghuni justru malah mempermaink...