Bab 4

31 7 0
                                    

Kala tak ada hal yang tak bisa dikatakan. Mata adalah salah satu alat komunikasi terbaik untuk mewakilinya. Bahkan hanya sekali kedip. Seseorang akan tahu apa yang tengah ia bicarakan. Hal ini yang tengah terjadi diantara Rexha dan juga Aurelia yang baru saja masuk di ruangan Andara. Wajah masam, mata lelah dan bahkan postur layu Rexha. Sudah jelas. Dia tak ingin berada di tempat ini.

Lirikan mata yang diberikan Aurelia nampaknya sedikit merubah sikap Rexha lebih baik. Mata Andara menatap mereka bergantian. Membuat Rexha semakin angkuh berdiri di tempatnya.

"Apa yang membuat kalian kembali kesini?" Tanya Andara yang membuat mata Rexha hampir lepas dari tempatnya.

"Maksudnya? Bukankah bapak sendiri yang meminta kami datang lagi kesini?" Sahut Rexha tak terima.

"Aurelia bukan kamu." Mata Rexha mencelos menatap Aurelia yang tengah memamerkan deretan giginya. "Maafin gue, karena gue tahu. Kita kan sepaket. Jadi gue bohong sama lo. Jangan marah."

"Karena ini salah paham jadi saya permisi, pak. Anggap saja kedatangan saya bukan mengemis pekerjaan. Melainkan mengantar sahabat saya." Ucap Rexha sambil melangkah keluar ruangan.

"Tak ada pintu keluar bagi siapapun yang sudah masuk dalam ruangan saya. Ingat itu."

Andara kembali focus pada pekerjaannya. Mata tajamnya terus bergerak mengikuti gerakan file yang ada di komputernya. Rexha meradang. Tak ada lagi yang bisa di perdebatkan kalau sudah seperti ini. Ia pun memilih untuk diam sambil menunggu kembali perintah dari Andara.

"Baju seragam kalian masih terletak di locker kalian masing-masing. Saya harap kalian bisa bekerja lebih profesioanl lagi."

"Baik, pak." Sahut Aurelia sambil menarik lengan Rexha. "udah ayo keluar."

"Kalau bukan karena lo. Gue udah males balik ke toko roti ini." Ucap Rexha kesal.

"Sekali-sekali bantu temen kenapa sih. Heran gue. Marah-marah mulu kerjaan lo."

Pintu kotak berwarna biru yang beberapa hari sempat ia tingalkan. Kini kembali terbuka lebar. Menampilkan berbagai macam foto dirinya bersama Rush yang menghiasinya. Senyum nya terulas tipis saat ia melihat cincin yang sudah melingkar di jari manisnya. Tanda jika saat ini dia sudah menjadi milik Rush meski masih belum seutuhnya. "Aku berjanji untuk tidak mengecewakanmu lagi, Rush. Aku mencintaimu."

Nuansa indah yang tersaji disetiap sudut toko. Semakin semarak dengan pernak-pernik yang tengah Rexha rangkai bersama teman-temannya. Untuk pertama kalinya. Toko ini akan disulap sebagai tempat acara ulang tahun. Rasa heran dan juga penasaran tak hanya terjadi pada Rexha. Karena sebenarnya. Hampir semua pegawai tokoh merasakan hal yang sama. Ini bukan style Andara untuk merombak tokonya.

"Sepertinya akan jauh lebih baik kalau susunan candy ini berada disana." Ucap Rexha sambil mengamati sekitar. "Ah, iya disitu. Tambahin bunga juga bagus."

"Lo ngerasa nggak sih kalau Pak Andara berbeda akhir-akhir ini?" Ucap Aurelia berbisik.

"Lo aja yang ngerasa. Gue nggak." Jawab Rexha acuh.

Senyum Rexha mengembang saat ia sudah melihat bagaimana indahnya ruangan saat ini. Tak henti-hentinya ia memotret setiap sudut dengan bangga. Untuk memastikan tak ada hal yang terlewatkan. Gulungan kertas putih yang memanjang. Kembali berada di tangannya. Sesekali dia meletakkan jari telunjuknya di dagu. Tanda jika dia tengah berusaha mencari apa yang terlewatkan. Namun, hal itu tak bertahan lama. Setelah bunyi bel membuyarkan konsentrasinya.

Rexha n' Rush Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang