Two.

6K 306 10
                                    

Yes... Bangun di pagi hari dengan pemandangan bokong bergoyang para pria gay membuatku tersenyum. Ayo bokong, teruslah bergoyang. Ehem maksudku pria-pria tampan, teruslah memasak. Aku menyukai perasaan duduk dan dilayani dua pria tampan itu. Memberi perasaan seperti Cleopatra yang dilayani budaknya. Aku bisa terbiasa dengan ini. Andai saja mereka melakukannya tanpa busana, pasti akan sempurna.

Hei, jangan menghakimiku cabul, mesum atau sesuatu sejenisnya. Sebab aku bisa melihat otot mereka yang menggembung dari balik kaos kasual mereka. Terlebih kondisi mereka sekarang memasak dan berkeringat, bisa di bayangkan betapa menggoda lekukan otot mereka.

"Sarapan sudah siap, " ucap Clark. Dia menaruh Fettucini Carbonara di depanku. Aku berbinar melihat hasil masakan Clark. Andai ada sosis panjang, tebal---aku mungkin bisa membuat mereka membayangkan mulutku melakukan hal yang menyenangkan pada sosis itu. Tanpa di duga sosis yang aku inginkan tersaji. Bravo.

"Wow, kau memiliki tangan ajaib Clark. "

"Ini untukmu. " Tanpa diduga si dingin Willy memberiku makanan penutup. Meski wajah datarnya minim ekspresi tapi matanya terlihat penuh minat akan reaksiku.

Aku pun mencicipi makanan mereka. Ya Tuhan, ini luar biasa. "Wow ini Fetuccini terlezat yang pernah aku makan. " Clark menyeringai bangga.

Lalu tanganku menuju dessert yang Willy buat dan yummy. Aku seperti di surga.

"Oh, ini sempurna. Masakan kalian luar binasa. "

Kami pun sarapan bersama. Dan selalu lagi mereka tertegun melihatku. Jelas saja, kejahilanku bahkan berlanjut di meja makan. Aku mengambil sosis itu dan menjilatnya.Pandanganku menunju saos. Dengan senang hati saos itu menjadi bagian dari sosis istimewa. Aku memasukkan sosisnya hingga seolah menghisap saosnya. Setelah itu aku langsung mengigit sosis itu hingga putus dan mengunyahnya kuat-kuat, dan entah mengapa mereka berdua pamit dari meja makan sambil memegang selakangan mereka.

'Mungkin saja mereka ngilu membayar jika milik mereka aku gigit dan aku kunyah kuat-kuat. '

Tanpa memperdulikan mereka berdua aku meneruskan sarapan lezat buatan mereka.

Setelah itu aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap pergi ke kampus. Sedangkan mereka, silakan bercinta selagi aku tidak berada di apartemen. Aku tidak melarang mereka bercinta di apartemen selama aku tidak berada di sana.

Di kampus, aku memilih bangku kosong untuk duduk. Otakku perlu diisi dengan ilmu agar tidak membayangkan Clark dan Willy berpose sensual dan melakukan adegan dog style.

"Anne, kau terlihat bahagia? " Lizzie menyapaku saat aku memasuki kelas.

"Aku dalam kondisi mood yang baik. "

"Coba ku tebak. Kau melepas keperawananmu dan merasakan orgasme untuk pertama kalinya? " tebak Lizzie.

"Diam kau, sudah kubilang jika aku tidak tertarik melepas keperawananku pada pria biasa saja. "

"Standarmu terlalu tinggi, kau bahkan menolak Nick--kapten football. Dia adalah pangeran kampus ini, " ujar Lizzie. Temanku berambut merah ini sangat memuja pria berotot. Dan Nick masuk dalam tipe kesukaannya.

Aku kembali mendengus geli. "Jika kau menilainya dari segi fisik maka dia mendapatkan nilai 8,5 dari 10. Tapi aku ingin pria berkharisma yang mampu membuat para wanita bergetar saat melihatnya. Seorang pria yang membuatku memohon padanya agar ditiduri. " Mendadak bayangan William muncul di pikiranku.

Mengapa gay itu muncul di otakku... Tidak,tidak ini gila. Dia adalah gay. Tidak mungkin aku memohon agar dia tiduri sebab meski aku telanjangpun mr. P nya tidak akan berdiri tegak.

Kelas berjalan lambat, tapi aku menikmatinya. Semua ilmu yang aku dapatkan hari ini pasti berguna suatu saat nanti. Aku bahkan berniat berkencan dengan kumpulan buku teori bisnis dan managemen mikro dan makro, mempelajari eksistensi tangan tak terlihat teori Adam Smith. Atau filsafat karya Emannuel khan.

Usai jam kelas berakhir Lizzie kembali menghadangku dan mengatakan segala hal tentang Nick dan ototnya. Lalu betapa malang vaginaku karena aku sudah menolak. Nick. Aku mengangkat bahu sambil keluar dari kelas." Lebih baik menjadi perawan dari pada bercinta dengan pria yang tidak berkualitas dan hanya menginginkan hubungan seksual tanpa adanya roh dalam bercinta. "

"Jika demikian maka bersiaplah terus menjadi perawan---oh wow. "

Aku menoleh ke arah Lizzie memandang. Cukup penasaran dengan apa yang membuatnya mengucapkan kata 'Wow'. Dan aku juga mengikuti ucapan Lizzie.

"Wow. "

"Sudah kuduga kau juga akan bilang wow. Dia persis seperti gambaran yang kau ucapkan. "

Andai saja demikian, Willy adalah gay jadi mana mungkin dia seperti gambaranku...

"Sudahlah, ayo pergi. "

Mana mungkin Willian mencariku. Dia pasti mencari gengnya.

"Anne, " sapanya sambil mendekat ke arahku. Oh Tuhan, adegan dia melangkah ke arahku seolah menghentikan dunia berputar. Ini sungguh tidak adil. Aku hampir menangis karena kewanitaanku mendambakan dirinya.

"Ya, ada apa Willy? " tanyaku.

"Bisa kita pulang bersama? " jawab Willy bertanya balik pada Anne.

Mulut Lizzie menganga dan menutup seperti ikan koi. Dia seakan tidak percaya jika pria setampan Willy mengajakku pulang.

"Tapi... " aku melirik ke arah Lizzie, kami sebenarnya ada acara.

"Dia bisa, " jawab Lizzie cepat. Aku bahkan terkejut dengan reaksi cepatnya yang biasanya tidak berfungsi saat berhubungan dengan pelajaran.

"Itu hebat." Willy pun menarikku ke arahnya. Gerakannya yang intim membuatku bingung. Aku pun melihat ke arah Lizzie. Gerakan bibirnya mengatakan 'ucapkan selamat tinggal pada virgin'.

Aku menyerah dan mengikuti Willy. Aku yakin dia mengajakku bukan karena ingin berhubungan badan denganku. Pasti ada sesuatu yang ia inginkan. "

Tbc.

In Love With (Not) A Gay. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang