CHAPTER 3

18 2 0
                                    

PERHATIAN!

CHAPTER INI SANGAT PENDEK, JADI MOHON MAAF KALO KALIAN GA SUKA ATAU GIMANA.
INI TANGAN GW CUMA LAGI MAGER AJA.
UDAH YA, MAKASIH.


Pukul 09.15 malam
Fibra berkali-kali menatap jam. Pikirannya dicemaskan oleh adik perempuannya yang belum pulang dari rumah. Fibra takut, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa Finara.
Saat ini Fitra bersama kedua orang tuanya sedang menunggu kehadiran Finara di ruang utama.

Beberapa menit setelah itu, Finara masuk kedalam rumah dan seluruh keluarga menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan, baru kali ini Finara pulang selarut itu.

"Perempuan macam apa yang pulang selarut ini?!" Geraldo berhenti meminum kopinya lalu membanting gelas kopi tersebut.

Finara tertunduk, ia sudah mengira kalau dirinya pasti akan menjadi penyebab munculnya emosi Geraldo. Sedangkan Fibra dan Martha hanya menatap melas Finara. Mereka berdua tidak ingin ikut campur kedalam emosi Geraldo.

"Bagus kamu pulang jam segini?!" bentak Geraldo dengan mata memerah dengan rahang mengeras.

"Jawab!!"

"Udah pah." Martha mengelus kedua pundak Geraldo dengan tujuan untuk memenangkannya.

"Maaf ."

"Dengan satu kata yang kamu ucapkan, kamu kira papah bakal mudah maafin kamu?!" Geraldo mencapai puncak amarahnya. "Sangat tidak!"

"Terus? Dengan mudah papah marahin Finara, padahal papah gak pernah sekalipun merhatiin Finara?" Finara menentang, "Pikiran papa saat ini hanya BISNIS, BISNIS DAN BISNIS! Finara pikir papah udah nganggap aku bukan anak ayah yang selalu marahin Finara."

"Finara gak tau alasan papah selalu melampiaskan kemarahan papah ke Finara." Kelopak matanya mulai digenangi air mata yang tak kunjung menetes.

"Sejak awal papah nikah sama mamah, Finara udah nganggap papah seperti papah kandung Finara sendiri!"

"Tapi, ternyata kebaikan Finara ke papah nggak pernah dianggap. Terus sekarang, papah marahin Finara seolah-olah papah peduli ke Finara padahal enggak!" Finara meluapkan semua perasaannya yang selama ini sudah lama dipendam.

Brakkk!!

"FINARA JAGA UCAPAN KAMU!" Geraldo menggebrak meja yang ada didepannya. Menggelegar diseluruh ruangan.

"Untuk apa ucapan Finara dijaga kalau papah juga nggak ngertiin perasaan Finara?" Finara menjawab dengan tatapan kecewa.

"Ngga cuma papah yang ngga peduli ke Finara, Mamah juga." Finara memberi tatapan sinis kepada Martha.

"Kalian berdua cuma melayani kesibukan kalian masing-masing dan kalian seperti hidup tanpa ada anak yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian kalian!"

Tegang. Itulah suasana saat ini yang terjadi pada keluarga Finara. Semuanya saling membisu setelah menyerap perkataan Finara. Geraldo dan Martha mulai sadar, bahwa keduanya saat ini tidak pantas berposisi sebagai orang tua.

Finara langsung beranjak pergi dari ruang utama kedalam kamarnya. Finara menaiki anak buah tangga dengan sedikit cepat lalu masuk kekamar dan membanting pintunya dengan keras.

Finara menjatuhkan badannya dikasur lalu menangis dengan keras. Padahal, Finara bukan type orang yang mudah nangis, tapi saat ini ia biarkan menjatuhkan seluruh air matanya membanjiri pipinya.

Bodoamat lagi males ngetik.
Maapin yaaa huhu




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Finara [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang